Jakarta

Sudah hampir 10 tahun sejak Istanto (62) beralih dari tanaman tembakau ke ubi jalar. Warga Dusun Truni, Desa Candesari Kabupaten Magelang ini memutuskan beralih menanam ubi jalar setelah mengaku telah rugi berkali-kali dari hasil panen tembakau.

Lahan yang dimilikinya sudah sejak dulu ditanami tembakau secara turun temurun. Namun pada tahun 2012-2013, terjadi kemarau basah sehingga kualitas tembakau yang dihasilkan kurang baik dan dihargai rendah oleh pengepul.

“Jadi setelah itu kita tanam ubi jalar dan alhamdulillah berhasil. Sampai sekarang teman-teman petani juga ikut meniru untuk tanam ubi jalar,” kata Istanto saat berbincang dengan detikcom, Kamis (8/6/2023).

Hal tersebut bukan tanpa alasan. Menurut Istanto, hasil penjualan tembakau tidak segera bisa diuangkan. Belum lagi terkadang harganya tak selalu berpihak kepada petani.

“Jelas menguntungkan ubi jalar. Kalau saya tanam ubi jalar kan dibutuhkan setiap hari, jadi kebutuhannya setiap hari,” tuturnya.

Pengalaman yang sama juga diungkap Agus Toni (40) yang selama lima tahun terakhir memilih menggunakan lahan turun temurun tembakaunya untuk menanam cabai.

Petani dari Desa Ketundan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang ini juga merasa keuntungan yang didapatkan dari menanam tembakau tidak sepadan dengan kerja keras petani. Belum lagi jangka waktu tanam tembakau tergolong lama, tidak seperti komoditas lainnya.

“Tanam tembakau kan jangka waktunya panjang, 6 bulan baru panen. Kalau tanam sayuran, satu bulan, dua bulan, bisa panen berkali kali,” ujar Toni.

Simak Video “Sederet Penyebab Mayoritas Anak Muda di Denpasar Perokok
[Gambas:Video 20detik]
(kna/naf)