Tag: Frustasi

Korban Jiwa di Gaza Tembus 10 Ribu, WHO Frustasi Mohon Genjatan Senjata Segera


Jakarta

Krisis yang kini terjadi di Jalur Gaza tengah menjadi sorotan banyak pihak. Aksi serangan yang dilakukan oleh Israel ke wilayah Gaza telah menewaskan lebih dari 10 ribu orang.

Tercatat hingga saat ini menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 6.368 korban yang tewas adalah perempuan dan anak-anak. Kondisi ini membuat WHO mengecam aksi kekerasan yang terjadi selama satu bulan terakhir dan meminta aksi serangan untuk segera dihentikan.

“Sudah sebulan pengeboman hebat terjadi di Jalur Gaza. 10 ribu orang telah meninggal dan lebih dari 4 ribu di antaranya adalah anak-anak. Berapa lama bencana kemanusiaan ini akan berlangsung,” ucap Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus melalui akun X-nya, Selasa (8/11/2023).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tedros mendesak agar gencatan senjata untuk segera dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mencegah bertambahnya jumlah korban tewas di Gaza.

“Kami mendesak semua pihak untuk menyetujui gencatan senjata kemanusiaan dan berupaya menuju perdamaian abadi. Kami sekali lagi menyerukan pembebasan segera para sandera,” kata Tedros.

“Sejarah akan menilai kita berdasarkan apa yang kita lakukan untuk mengakhiri tragedi,” pungkasnya.

Krisis kesehatan yang tengah terjadi di Gaza membuat banyak tenaga kesehatan kewalahan dalam menangani banyaknya korban. Para dokter menuturkan mereka melakukan operasi tanpa anestesi selama berminggu-minggu.

Kondisi tersebut membuat mereka kekurangan obat-obatan, air, makanan, dan bahan bakar. Banyak rumah sakit yang akhirnya kolaps tidak dapat berfungsi akibat kekurangan listrik dan kekurangan pasokan medis.

“Tim kami kelelahan secara fisik dan psikologis,” ujar Wakil Kepala RS Al Aqsa di Gaza, Basem al Najjar dikutip dari NY Instances, Rabu (8/11/2023).

Basem menceritakan bahwa banyak tenaga medis harus bekerja selama 24 jam. Bahkan banyak dari tenaga kesehatan tersebut harus bekerja di rumah sakit selama seminggu penuh.

“Beberapa keluarga mereka dibawa ke rumah sakit dalam keadaan tewas atau terluka. Beberapa dokter pulang ke rumah dan terbunuh di sana dan kemudian jenazah dibawa kembali ke RS. Sudah ada tiga staf di RS ini yang tewas akibat pengeboman Israel,” pungkasnya.

Simak Video “Peringatan WHO soal Bencana Kesehatan Masyarakat di Gaza
[Gambas:Video 20detik]
(avk/kna)

Tenaga Kesehatan di Gaza Frustasi, Banyak yang Kena Gangguan Psychological


Jakarta

Banyak petugas kesehatan di Palestina yang mengalami trauma, frustasi, dan kelelahan yang luar biasa alias burnout imbas menangani ribuan korban serangan Israel. Deru bom dan rudal yang terdengar menimbulkan kekhawatiran terhadap dampak secara psychological dan fisik para petugas kesehatan.

Dokter, perawat, staf administrasi, dan kru penyelamat bekerja sepanjang waktu mengobati dan merawat pasien korban serangan Israel, beberapa di antaranya mengalami burnout. Sementara yang lainnya mengalami kelelahan psikologis akibat merawat luka-luka yang mengerikan atau frustasi karena kekurangan sumber daya.

“Sebelum perang, kami bertanggung jawab untuk meringankan stres dan trauma para korban yang sakit dan terluka, tetapi sekarang kami lah yang justru membutuhkan pelampiasan karena tubuh dan jiwa kami yang kelelahan,” kata perawat Huda Shokry dari Al-Daraj Medical Advanced, dikutip Aljazeera.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seorang pengawas ruang gawat darurat di Al-Daraj, dr Ahmed Ghoul mengatakan, para profesional medis yang bekerja bersamanya berdedikasi untuk merawat pasien.

“Meskipun kekurangan hampir semua hal yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan kami secara efektif, kami tidak meninggalkan kamar kami, siang atau malam, kecuali untuk istirahat ke rest room,” ucapnya.

“Kami telah kehilangan waktu berhari-hari dalam seminggu karena kami lebih mementingkan ribuan orang yang terluka,” sambungnya lagi.

Petugas kesehatan di Gaza juga tak memiliki tempat untuk tidur meskipun mereka memiliki kesempatan untuk memejamkan mata. Kamar tidur pribadi mereka bahkan telah diubah menjadi space operasi hingga perawatan darurat pasien.

Sementara itu, sebagian besar dapur rumah sakit sudah tidak berfungsi lagi. Mereka kekurangan sumber daya dasar untuk menyiapkan makanan bagi staf atau pasien.

“Kami sudah lelah dengan apa yang kami saksikan,” lanjut Shokry.

“Menjadi seorang dokter dalam perang di Gaza, berarti harus kehilangan rasa takut dan kelelahan. Mustahil untuk mempertahankan jiwa yang regular,” lanjutnya lagi.

Sebelumnya pada 7 Oktober, kelompok militan Hamas melakukan serangan terhadap Israel yang menewaskan 1.400 orang dan menyandera lebih dari 200 orang. Israel kemudian melancarkan serangan balasan ke Gaza, yang menurut Kementerian Kesehatan Hamas, telah menewaskan lebih dari 10.000 orang sejauh ini.

Simak Video “Krisis Bahan Bakar, Satu-satunya RS Kanker di Gaza Berhenti Operasi
[Gambas:Video 20detik]
(suc/suc)