Jakarta

Seorang ibu bernama Jumana Emad menceritakan perjuangannya melahirkan anak di tengah gempuran serangan Israel ke Gaza, Palestina.

Sekitar satu bulan yang lalu, Jumana Emad, sedang berada dalam tahap akhir kehamilan atau trimester 3. Ia dan suaminya tak sabar menanti kelahiran putri mereka, bahkan mereka juga telah mempersiapkan tas berisi keperluan persalinan. Namun, semuanya berubah dengan tiba-tiba.

Pada 7 Oktober, kelompok Hamas melakukan serangan terhadap Israel yang menewaskan 1.400 orang dan menyandera lebih dari 200 orang. Israel kemudian melancarkan serangan balasan ke Gaza, yang menurut Kementerian Kesehatan Hamas, telah menewaskan 9.000 orang sejauh ini.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Saya melahirkan di tengah serangan yang bertubi-tubi,” dikutip dari BBC.

Dia meninggalkan rumahnya dua hari setelah serangan Israel dan menuju ke selatan. Dalam ketakutan dan kondisi hamil sembilan bulan, Jumana membawa keluarganya ke rumah kerabatnya.

“Kami tidak bisa tidur pada malam hari. Banyak sekali serangan dan kami tak bisa pergi ke tempat lain,” ucapnya.

“Perempuan hamil seperti saya semestinya sering berjalan kaki ke luar rumah, tapi karena perang ini saya tak bisa ke luar, bahkan untuk membeli makanan,” ujarnya kemudian.

Pada Jumat, 13 Oktober, Jumana akhirnya melahirkan. Semula, dia berencana untuk melakukan persalinan di Rumah Sakit Al-Shifa, yang merupakan rumah sakit besar di Gaza. Akan tetapi, rumah sakit tersebut kewalahan menangani pasien yang terluka dan korban tewas imbas serangan Israel.

Jumana akhirnya memutuskan melakukan persalinan di rumah sakit kecil di tengah Jalur Gaza yang berlokasi di Nuseirat, yakni Rumah Sakit Al-Awda. Dia juga menggambarkan situasi persalinannya di tengah gempuran Israel yang sangat menakutkan.

“Ada serangan artileri hebat di sebelah rumah sakit, suaranya sangat keras sehingga saya mengira serangan itu telah sampai ke rumah sakit. Orang-orang yang terluka terus berdatangan. Saya bisa mendengar teriakan dari segala arah. Saya juga memikirkan putri pertama saya. Saya mengkhawatirkannya karena dia jauh dari saya,” imbuhnya.

“Yang saya pikirkan hanyalah saya ingin melahirkan bayi saya, apapun yang terjadi,” lanjutnya lagi.

Tak ada tempat tidur rumah sakit yang tersedia setelah persalinannya. Dalam kondisi kesakitan dan pendarahan, Jumana harus menunggu sampai tempat tidur tersedia.

“Saya beruntung mendapatkannya, seorang perempuan lainnya yang berbaring di couch dan di lantai koridor rumah sakit setelah melahirkan,” katanya.

Meski sempat menghadapi masa-masa sulit, Jumana berhasil melahirkan seorang bayi perempuan yang diberi nama Talia. Kondisi bayinya juga baik dan sehat.

“Saya letih secara psychological. Saya tak lagi ingin melakukan apa pun,” ucapnya.

“Jika bukan karena perang, saya pasti ingin menggelar suatu acara yang indah satu pekan setelah persalinan. Saya akan mengundang seluruh anggota keluarga saya dan mengadakan aqiqah (perayaan tradisional islam untuknya,” kata Jumana.

Simak Video “Kondisi RS Gaza Krisis, Stok Obat Semakin Menipis
[Gambas:Video 20detik]
(suc/kna)