Tag: Israel

Pilu Derita Warga Gaza Sebulan Lebih Krisis Air-Pangan Imbas Digempur Israel

Jakarta

Tercatat lebih dari sebulan warga Gaza menghadapi krisis air, makanan, dan nihil akses ke layanan kesehatan. Sumber sanitasi dan yang lainnya mencapai titik puncak krisis.

Pengeboman intensif Israel di Jalur Gaza menewaskan 10.328 warga Palestina, termasuk di antaranya 4.237 anak-anak, sejak 7 Oktober. Kementerian Kesehatan di Gaza menyebutkan jumlah orang yang terluka bertambah menjadi 25.965 kasus.

Pada 9 Oktober, militer Israel mengumumkan blokade whole terhadap wilayah yang sudah terkepung, termasuk larangan air dan makanan. Dua hari kemudian, listrik padam dan masuknya bantuan serta bahan bakar dibatasi.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diperkirakan 1,5 juta orang terpaksa mengungsi dan kondisi mereka semakin genting karena kurangnya pasokan kebutuhan pokok.

Krisis Air Mengkhawatirkan

Kelompok hak asasi manusia telah memperingatkan selama bertahun-tahun tentang memburuknya situasi air di Jalur Gaza. Pada 2021, Institut World untuk Air, Lingkungan dan Kesehatan dan Monitor Hak Asasi Manusia Euro-Mediterania menggambarkan air di Gaza tidak dapat diminum, sekitar 97 persen airnya tidak layak untuk dikonsumsi.

Saat ini, kurangnya listrik menyebabkan instalasi desalinasi dan pengolahan air limbah tidak dapat berjalan, sehingga semakin mengurangi akses terhadap air minum aman.

Pada 4 November, Israel menghancurkan reservoir air di Gaza utara serta tangki air umum yang memasok ke beberapa lingkungan di selatan.

Banyak orang meminum air tercemar, asin, dan mengantre berjam-jam dengan harapan mendapatkan air yang layak diminum.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut dibutuhkan antara 50 dan 100 liter air per orang dalam hari, tetapi mereka memperkirakan rata-rata alokasi air harian di Gaza hanya tiga liter untuk semua kebutuhan sehari-hari, termasuk minuman dan kebersihan.

Kekurangan air berdampak pada tubuh, pertama pada ginjal, hingga akhirnya jantung. Dehidrasi terjadi dengan cepat pada anak-anak dan seringkali berujung deadly. Seseorang dapat mengalami sakit kepala ringan dan denyut nadi berdebar kencang karena jantung harus memompa lebih cepat untuk mempertahankan oksigen.

Krisis Pangan

Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) mengatakan 80 persen populasi di Jalur Gaza sudah mengalami kerawanan pangan sebelum dimulainya serangan pada tanggal 7 Oktober. Hampir separuh populasi dari 2,3 juta orang bergantung pada bantuan makana dari Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA).

Sebelum tanggal 7 Oktober, rata-rata sekitar 500 truk diizinkan masuk ke Gaza setiap hari.

Menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) PBB, sejak 21 Oktober, setidaknya 451 truk telah memasuki Gaza, 158 di antaranya membawa makanan, termasuk ikan kaleng, pasta, tepung terigu, pasta tomat kalengan, dan kacang kalengan. Sementara 102 truk di antaranya membawa perbekalan kesehatan.

Truk-truk yang tersisa membawa muatan campuran. Pasokan bahan bakar masih belum diperbolehkan masuk ke Gaza, yang berdampak serius pada rumah sakit yang masih beroperasi. Hal ini tentu membahayakan nyawa ribuan orang.

NEXT: Tak Ada Akses ke Layanan Kesehatan

Cerita Wanita Gaza Horornya Melahirkan di Tengah Gencarnya Serangan Israel


Jakarta

Seorang ibu bernama Jumana Emad menceritakan perjuangannya melahirkan anak di tengah gempuran serangan Israel ke Gaza, Palestina.

Sekitar satu bulan yang lalu, Jumana Emad, sedang berada dalam tahap akhir kehamilan atau trimester 3. Ia dan suaminya tak sabar menanti kelahiran putri mereka, bahkan mereka juga telah mempersiapkan tas berisi keperluan persalinan. Namun, semuanya berubah dengan tiba-tiba.

Pada 7 Oktober, kelompok Hamas melakukan serangan terhadap Israel yang menewaskan 1.400 orang dan menyandera lebih dari 200 orang. Israel kemudian melancarkan serangan balasan ke Gaza, yang menurut Kementerian Kesehatan Hamas, telah menewaskan 9.000 orang sejauh ini.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Saya melahirkan di tengah serangan yang bertubi-tubi,” dikutip dari BBC.

Dia meninggalkan rumahnya dua hari setelah serangan Israel dan menuju ke selatan. Dalam ketakutan dan kondisi hamil sembilan bulan, Jumana membawa keluarganya ke rumah kerabatnya.

“Kami tidak bisa tidur pada malam hari. Banyak sekali serangan dan kami tak bisa pergi ke tempat lain,” ucapnya.

“Perempuan hamil seperti saya semestinya sering berjalan kaki ke luar rumah, tapi karena perang ini saya tak bisa ke luar, bahkan untuk membeli makanan,” ujarnya kemudian.

Pada Jumat, 13 Oktober, Jumana akhirnya melahirkan. Semula, dia berencana untuk melakukan persalinan di Rumah Sakit Al-Shifa, yang merupakan rumah sakit besar di Gaza. Akan tetapi, rumah sakit tersebut kewalahan menangani pasien yang terluka dan korban tewas imbas serangan Israel.

Jumana akhirnya memutuskan melakukan persalinan di rumah sakit kecil di tengah Jalur Gaza yang berlokasi di Nuseirat, yakni Rumah Sakit Al-Awda. Dia juga menggambarkan situasi persalinannya di tengah gempuran Israel yang sangat menakutkan.

“Ada serangan artileri hebat di sebelah rumah sakit, suaranya sangat keras sehingga saya mengira serangan itu telah sampai ke rumah sakit. Orang-orang yang terluka terus berdatangan. Saya bisa mendengar teriakan dari segala arah. Saya juga memikirkan putri pertama saya. Saya mengkhawatirkannya karena dia jauh dari saya,” imbuhnya.

“Yang saya pikirkan hanyalah saya ingin melahirkan bayi saya, apapun yang terjadi,” lanjutnya lagi.

Tak ada tempat tidur rumah sakit yang tersedia setelah persalinannya. Dalam kondisi kesakitan dan pendarahan, Jumana harus menunggu sampai tempat tidur tersedia.

“Saya beruntung mendapatkannya, seorang perempuan lainnya yang berbaring di couch dan di lantai koridor rumah sakit setelah melahirkan,” katanya.

Meski sempat menghadapi masa-masa sulit, Jumana berhasil melahirkan seorang bayi perempuan yang diberi nama Talia. Kondisi bayinya juga baik dan sehat.

“Saya letih secara psychological. Saya tak lagi ingin melakukan apa pun,” ucapnya.

“Jika bukan karena perang, saya pasti ingin menggelar suatu acara yang indah satu pekan setelah persalinan. Saya akan mengundang seluruh anggota keluarga saya dan mengadakan aqiqah (perayaan tradisional islam untuknya,” kata Jumana.

Simak Video “Kondisi RS Gaza Krisis, Stok Obat Semakin Menipis
[Gambas:Video 20detik]
(suc/kna)

Kesaksian Dokter saat RS Al Ahli Dihantam Rudal Israel: Ini Adalah Pembantaian

Jakarta

Dokter-dokter yang bekerja di Jalur Gaza menceritakan bagaimana momen mengerikan terjadi ketika rudal Israel menghantam Rumah Sakit Baptis Al Ahli pada Selasa (19/10/2023). Kejadian mengejutkan tersebut menewaskan sekitar lima ratusan orang.

Seorang ahli bedah asal London yang bekerja di Gaza menceritakan bagaimana situasi ketika ledakan besar terjadi di Rumah Sakit Al Ahli. Dr Ghassan Abu-Sittah menuturkan bahwa beberapa bagian dari rumah sakit terbakar.

“Ada pecahan kaca di mana-mana. Banyak orang yang mencari perlindungan di rumah sakit,” cerita Ghassan dikutip dari BBC, Kamis (19/10/2023).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Kami sedang melakukan operasi di rumah sakit, terjadi ledakan yang kuat dan langit-langit di ruang operasi berjatuhan. Ini adalah pembantaian,” sambungnya.

Ghassan menuturkan bahwa ia harus bekerja setiap hari hingga jam satu pagi. Ia menambahkan bahwa 40 persen pasien yang datang padanya adalah anak-anak.

Cerita serupa diungkapkan Kepala Departemen Ortopedi Dr Fadel Na’eem, kala itu ia sedang melakukan tindakan operasi.

“Aku baru saja menyelesaikan operasi, tiba-tiba kami mendengar ledakan besar. Kami mengira itu terjadi di luar rumah sakit karena kami tidak mengira mereka akan mengebom rumah sakit,” ujar Fadel dikutip dari CNN.

“Tim medis bergegas untuk merawat korban luka dan sekarat, tetapi besarnya kerusakan yang ditimbulkan sangat besar. Jumlahnya sangat besar sehingga kami tidak bisa berbuat apa-apa,” sambungnya.

Korban Ledakan RS Baptis Al-Ahli

Menurut kabar terbaru yang disampaikan oleh pihak Kementerian Kesehatan Palestina, jumlah korban serangan rudal Israel di RS Baptis Al-Ahli mencapai 471 orang. Jubir Kemenkes Palestina Ashraf Al Qudra menuturkan bahwa 342 orang mengalami luka-luka dan 28 di antaranya berada dalam kondisi serius.

Lebih lanjut, Kemenkes Palestina menuturkan bahwa 70 persen korban dari serangan tersebut adalah anak-anak, wanita, dan orang tua. Sejauh ini, complete sudah ada 3.478 warga Palestina yang tewas akibat serangan Israel.

Simak Video “Kondisi Rumah Sakit di Gaza Seusai Pemadaman Listrik
[Gambas:Video 20detik]
(avk/naf)

Kesaksian Dokter di Gaza saat RS Al-Ahli Kena Rudal Israel: Bak Pembantaian!


Jakarta

Sebuah ledakan di Rumah Sakit al-Ahli, kompleks medis yang dikelola umat Kristen di pusat Kota Gaza, menewaskan sedikitnya 500 orang. Para pejabat di Gaza dan Israel saling menyalahkan atas kejadian tersebut.

Foto-foto rumah sakit menunjukkan api melalap aula, pecahan kaca dan bagian tubuh berserakan di reruntuhan. Video yang diposting ke Instagram Tales memperlihatkan seorang paramedis Palestina menunjukkan petugas pertolongan pertama tiba di rumah sakit dan mengeluarkan jenazah yang berlumuran darah.

“Terdengar jeritan rudal yang dahsyat dan kemudian terdengar bunyi gedebuk yang keras,” kata Dr Ghassan Abu-Sittah kepada NBC Information.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengatakan langit-langit ruang operasi runtuh dan dia tersandung ke pintu samping, dia melihat ‘orang-orang membawa orang lain yang terluka dan berjalan dengan darah mengalir berlumuran debu.’ Kemudian dia pergi ke halaman rumah sakit, yang menurutnya terbakar dan penuh dengan mayat.

Setelah itu, kata Abu-Sittah, dia pergi untuk membantu di ruang gawat darurat, saat dia memasang tourniquet dan menyadarkan seorang pria yang kakinya patah dan seorang lagi yang terkena pecahan peluru di lehernya.

“Ini benar-benar pembantaian besar-besaran,” katanya, seraya menambahkan bahwa para dokter tidak dapat berhenti bekerja karena situasi yang mendesak.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan mereka mengutuk keras serangan itu. Rumah sakit seharusnya dilindungi dan tidak menjadi sasaran.

“Rumah sakit itu beroperasi, dengan pasien, penyedia layanan kesehatan dan perawatan, serta pengungsi inner berlindung di sana. Laporan awal menunjukkan ratusan korban jiwa dan cedera,” ujar dalam sebuah pernyataan.

Sebelum ledakan rumah sakit, perkiraan korban tewas di Gaza lebih dari 3.000 orang, dan diperkirakan lebih dari 12.500 orang terluka.

Pemboman ini merupakan pukulan terbaru terhadap komunitas medis di Gaza, yang sudah berada di ambang kehancuran. Rumah sakit telah menyediakan perlindungan bagi orang-orang yang mencoba melarikan diri dari pemboman di daerah kantong yang terkepung tersebut sejak pekan lalu.

Abu-Sittah, yang menyaksikan serangan itu, mengatakan tekanan terhadap komunitas medis dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dia mengatakan jumlah korban luka di Gaza jauh melebihi 2.500 tempat tidur yang dimiliki rumah sakit sebelum perang.

“Saat ini bukan hanya jumlah orang yang tersedia tidak mencukupi, tempat tidur di rumah sakit tidak mencukupi, ventilator tidak mencukupi, kapasitas ruang operasi juga tidak mencukupi,” tandasnya.

Simak Video “Kondisi Rumah Sakit di Gaza Seusai Pemadaman Listrik
[Gambas:Video 20detik]
(kna/naf)

RS Penuh, Krisis Air sampai Ancaman Kelaparan Warga Gaza Imbas Blokade Israel


Jakarta

Antrean di depan kamar mandi wilayah Jalur Gaza bagian selatan tampak mengular. Mereka bahkan belum mandi berhari-hari setelah Israel memutus aliran air, listrik, bahkan sampai pasokan makanan.

Ahmed Hamid (43) meninggalkan kota Gaza bersama istri dan tujuh anaknya, menuju ke Rafah setelah tentara Israel pada hari Jumat memperingatkan penduduk di utara wilayah kantong tersebut menuju ke selatan, demi keselamatan mereka sendiri.

“Sudah berhari-hari kami tidak mandi. Bahkan pergi ke rest room pun harus mengantre,” kata Hamid kepada AFP.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Tidak ada makanan. Semua barang tidak tersedia dan harga makanan yang tersedia melonjak. Satu-satunya makanan yang kami temukan hanyalah tuna kalengan dan keju.”

“Saya merasa seperti beban, tidak mampu berbuat apa-apa,” curhatnya.

PBB memperkirakan sekitar satu juta orang telah mengungsi sejak Israel memulai pemboman udara tanpa henti di Gaza. Di wilayah Gaza, setidaknya 2.670 orang tewas dalam pemboman tanpa henti tersebut, sebagian besar dari mereka adalah warga biasa Palestina.

Mona Abdel Hamid (55) meninggalkan rumahnya di Kota Gaza, menuju rumah kerabatnya di Rafah. Sebaliknya, dia mendapati dirinya berada di rumah orang yang tidak dia kenal.

“Saya merasa terhina dan malu. Saya mencari perlindungan. Kami tidak mempunyai banyak pakaian dan sebagian besar pakaian sekarang kotor, tidak ada air untuk mencucinya,” katanya.

“Tidak ada listrik, tidak ada air, tidak ada web. Saya merasa seperti kehilangan rasa kemanusiaan saya.”

Kisah pilu lain dialami Sabah Masbah (50) yang tinggal bersama suami, putrinya, dan 21 kerabat lain di rumah teman yang berlokasi di Rafah.

“Hal terburuk dan paling berbahaya adalah kami tidak dapat menemukan air. Saat ini tidak ada dari kami yang mandi karena air sangat langka,” katanya kepada AFP.

Di samping itu kondisi rumah sakit di Gaza juga di ambang kolaps. Imbas blokade Israel, pasokan obat-obatan cepat habis dan rumah sakit tak bisa merawat pasien karena listrik diputus.

Kondisi yang sangat memprihatinkan juga terjadi di Rumah Sakit Shifa, kompleks medis terbesar di Kota Gaza. Para dokter Palestina memperingatkan akan terjadinya wabah penyakit menular karena kepadatan penduduk yang mendatangi rumah sakit tersebut.

“Ada ribuan,bahkan puluhan ribu orang yang berbondong-bondong ke rumah sakit,” kata ahli bedah Ghassan Abu Sitta seperti kepada Al Jazeera.

“Mereka tidur di lantai, di koridor, di antara tempat tidur pasien. Mereka sangat ketakutan. Mereka mengira ini adalah tempat paling aman dan segala sesuatu di sekitar mereka menegaskan hal itu,” ujarnya.

Simak Video “WHO Kritik Israel soal Evakuasi 1 Juta Warga Gaza: Itu Akan Jadi Bencana!
[Gambas:Video 20detik]
(naf/kna)

Dokter Lintas Batas Ungkap Ngerinya Kondisi RS di Gaza Imbas Serangan Israel


Jakarta

Médecins Sans Frontières (MSF) atau Dokter Lintas Batas sedang memberikan perawatan bedah dan rawat inap, sekaligus menyiapkan sumbangan obat-obatan serta perlengkapan medis ke rumah sakit dan fasilitas kesehatan, di Gaza.

“Situasi di Gaza sangat buruk; rumah sakit kewalahan. Jumlah korban luka sangat tinggi, jumlah pasien yang terluka terus-menerus masuk ke semua rumah sakit di Jalur Gaza. Tim medis kelelahan dan bekerja sepanjang waktu untuk merawat korban luka,” kata Léo Cans, kepala misi MSF untuk Palestina, yang berbasis di Yerusalem dalam keterangan resminya, Rabu (11/10/2023).

Dia menambahkan pengeboman sangat intens. Seluruh bangunan hancur, termasuk bangunan tepat di sebelah kantor MSF. Perkiraan terbaru menyebutkan jumlah pengungsi sekitar 200 ribu, sebagian besar adalah mereka yang menerima pesan SMS dan rumahnya hancur.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kini pemerintah Israel memutuskan untuk memutus complete pasokan air dan listrik, dan jaringan telepon pun rusak parah. Pagi ini, pihak MSF tidak dapat menghubungi tim di Gaza melalui telepon. Hal ini membuat sangat sulit untuk mengkoordinasikan operasi penyelamatan dan memberikan akses kepada korban cedera.

“Di Gaza saat ini, orang-orang ketakutan. Saya sering berbicara dengan rekan-rekan kami di sana. Mereka adalah orang-orang yang sangat tangguh karena, sayangnya, mereka telah melalui banyak peperangan, namun situasi saat ini menyebabkan mereka sangat cemas,” tambahnya.

MSF juga sangat prihatin melihat fasilitas medis tidak luput dari serangan. Salah satu rumah sakit juga menjadi sasaran serangan udara dan rusak.

Serangan udara lainnya menghancurkan sebuah ambulans yang membawa korban luka, tepat di depan rumah sakit tempat mereka bekerja.

“Tim MSF yang sedang mengoperasi seorang pasien harus segera meninggalkan rumah sakit. Kami ulangi: fasilitas medis harus dihormati. Ini bukanlah sesuatu yang harus dinegosiasikan,” tandasnya.

Simak Video “IDI Beberkan Kronologi Penemuan Kasus Dokter Gadungan Susanto
[Gambas:Video 20detik]
(kna/naf)