Tag: Masih

BPJS Kesehatan ‘Sentil’ Nakes yang Masih Anaktirikan Pasien JKN


Jakarta

Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti mengklaim diskriminasi kepesertaan yang kerap dilaporkan sudah jauh berkurang. Penilaian dilihat dari laporan kepuasan peserta yang saat ini mencapai nyaris 90 persen.

Salah satu aspek yang dinilai dalam catatan kepuasan disebutnya nihil diskriminasi. Dalam kurun nyaris 10 tahun Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berdiri, Prof Ghufron menyebut ada banyak perubahan yang terjadi di sisi pelayanan.

“Sekarang tidak ada lagi membeda-bedakan pasien, misalnya oh peserta BPJS? Lalu dianaktirikan. Kalau dirawat, tahu-tahu sudah habis, maksimum 3 hari. Dari serba harus antre, kini sudah bisa on-line,” terangnya dalam diskusi Workshop Media BPJS Kesehatan, Rabu (1/11/2023).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski begitu, Prof Ghufron tidak menampik, beberapa kasus diskriminasi yang masih saja dilakukan sejumlah oknum dokter. Padahal, sudah dibuat penerapan janji pelayanan dengan salah satu poin yakni melayani peserta dengan ramah tanpa diskriminasi.

“Sekarang laporannya sudah nggak terlalu banyak,” sambungnya.

“Memang belum semua dokter, ada beberapa perawat malah ada yang bikin konten di medsos, kalau dipanggil ini, pasien BPJS? ngantuk, kalau ada lagi yang dipanggil pasien BPJS dengan yang tidak, nadanya beda,” katanya.

Kepuasan layanan meningkat dari 81 ke 89, persen. “Hampir 90 persen, itu antara lain juga kan diskriminasi,” pungkas dia.

Simak Video “Pakar IDI Tegur Nakes yang Viral Bedakan Pelayanan Pasien Umum dan BPJS
[Gambas:Video 20detik]
(naf/kna)

Olahraga Jalan Kaki Masih Perlu Pantau Coronary heart Fee Nggak Sih? Dokter Bilang Gini

Jakarta

Jalan kaki menjadi olahraga murah meriah untuk menyehatkan badan. Berbeda dengan ngegym yang butuh perlengkapan khusus, hanya bermodalkan sepatu dan setelan olahraga, berjalan kaki dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja. Bahkan, jalan kaki juga bisa dilakukan dengan ‘nyeker’ alias telanjang kaki.

Meski umumnya termasuk olahraga intensitas ringan, bukan berarti tidak ada alat yang bisa menunjang aktivitas jalan kaki. Salah satu yang paling sering digunakan adalah alat untuk memantau coronary heart price atau detak jantung. Bentuknya pun beragam, mulai dari jam tangan, wristband, hingga aplikasi smartphone.

Namun, kenapa sih orang-orang juga perlu memantau coronary heart price saat jalan kaki?


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Spesialis jantung dan pembuluh darah dr Bayushi Eka Putra, SpJP, mengungkapkan, ada masa saat jantung sudah mulai terbiasa dengan intensitas tertentu selama olahraga jalan kaki, sehingga tampak ‘monoton’. Peran alat pemantau coronary heart price yang memantau detak jantung, bisa membuat seseorang mengetahui kapan perlu meningkatkan intensitas atau ‘tantangan’ saat berjalan kaki sehingga efek olahraga terasa lebih ‘nendang’.

“Kalau kita sudah melakukan pemantauan coronary heart price, ketika kita berolahraga yang lebih berat, intensitas lebih berat, dan sudah terbiasa dengan beban seperti itu, nanti perhatiin coronary heart rate-nya akan turun,” ujarnya saat ditemui detikcom, Rabu (13/8/2023).

“Jadi kalau kita berolahraga, dan terbiasa berolahraga di zona itu, coronary heart price akan turun. Otomatis secara naluriah kita akan berusaha mencapai coronary heart price tersebut lagi dengan meningkatkan beban dari apa yang mau kita capai sebelumnya. Jadi pakai monitoring itu supaya kita bisa tahu badan kita sendiri,” sambungnya.

“Misalnya kita jalan nih, sudah sampai zona 2, 3, atau zona 4 bahkan, sudah tahan di situ. Terus jalan kaki sekitar setelah sebulan lagi, zona saya sudah turun nih pas jalan, padahal sama dengan yang sebelumnya. Karena badan kita sudah beradaptasi dengan hal tersebut. Saya berarti harus naikin lagi bebannya. Tujuannya di sana sebenarnya,” paparnya.

NEXT: Intensitas Jalan Kaki

Simak Video “World Coronary heart Day 2023: Kenali Jantungmu, Sayangi Jantungmu
[Gambas:Video 20detik]

Infeksi gegara Suntik Perbesar Mr P Pakai Minyak Kemiri, Masih Bisa Sembuh?


Jakarta

Belakangan ramai soal kasus dua pria di Parepare, Sulawesi Selatan, yang nekat menyuntikkan minyak kemiri ke alat kelaminnya. Keduanya menyuntikkan minyak tersebut untuk memperbesar penis.

Menurut laporan Kabag SDM RS Hasri Ainun Habibie Parepare Abdu Risal, salah satu pasien berinisial MH datang ke RS dengan keluhan penis bernanah dengan bentuk tak beraturan. Sementara satu pasien lainnya dirawat di rumah sakit yang berbeda.

Saat ini keduanya pasien dikabarkan tengah menjalani perawatan intensif. Lantas, kondisi seperti ini masih bisa sembuh?


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Spesialis urologi dr Irfan Wahyudi SpU, Kepala Departemen Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), mengatakan memasukkan cairan tertentu atau minyak di bawah kulit penis akan menimbulkan efek samping berupa proses peradangan atau infeksi, serta proses pembentukan jaringan parut yang mengakibatkan jaringan menjadi kaku, keras, dan tak elastis.

“Selain itu, adanya perubahan pada struktur jaringan penis akibat penyuntikan tersebut akan menyulitkan pengembangan korpus kavernosum yang merupakan organ erektil penis yang mengembang saat ereksi. Hal ini bisa mengganggu proses ereksi dan menimbulkan efek nyeri,” katanya saat dihubungi detikcom, Senin (11/9/2023).

Adapun kesembuhan tergantung seberapa besar kerusakan yang terjadi imbas penyuntikkan penis tersebut. Apabila menyebabkan kerusakan yang sangat parah, kemungkinan bisa meninggalkan ‘bekas’. Sebaliknya, apabila kerusakan yang dialami tak terlalu parah, kesembuhan secara complete mungkin bisa terjadi.

Penanganannya juga tergantung pada kondisi yang dialami. Pada kasus infeksi, penanganan yang dilakukan berupa terapi pemberian antibiotik. Sementara pada pembentukan jaringan parut yang keras dan mengganggu ereksi, penanganan dapat berupa pengangkatan atau eksisi jaringan tersebut.

“Jaringan yg diangkat tersebut akan digantikan dengan flap/ tandur atau digantikan dengan kulit dari kulit sekitarnya agar bisa memulihkan kembali fungsinya,” katanya.

“Dengan demikian harapannya fungsi penis akan bisa kembali regular meskipun juga sangat tergantung seberapa luas kerusakan yang terjadi,” sambungnya lagi.

Simak Video “Klinik Pengobatan Mak Erot Juga Bisa Tangani Keluhan Mr P Patah
[Gambas:Video 20detik]
(suc/kna)

Sudah Makan dengan Jam Teratur, Kenapa Masih Bisa Kena GERD? Begini Kata Dokter

Jakarta

Seorang pria di Bekasi viral setelah membagikan pengalamannya masuk rumah sakit gegara terkena GERD. Yang membuatnya kaget, ia selama ini telah menerapkan pola makan sehat dibarengi olahraga rutin. Setelah diperiksa dokter, barulah ketahuan bahwa GERD-nya dipicu oleh stres bekerja.

“Masuk rumah sakit 5 hari karena asam lambung siapa sangka gue bisa masuk rumah sakit? Gue tiap hari olahraga, dan sel disiplin makan juga kok,” ujar pria bernama Diondy Kusuma melalui akun Instagram pribadinya, dikutip detikcom atas izin yang bersangkutan.

“GERD bikin lambung jadi lecet. Setelah gua selidikin yang menyebabkan gue GERD adalah stres masalah kerjaan. Setelah beberapa hari dirawat intens di rumah sakit sudah lumayan sehat dan meskipun belum 100 persen sembuh dan harus rawat jalan selama dua bulan,” ujarnya lebih lanjut.

Dokter spesialis penyakit dalam sekaligus chairman dari Junior Physician Community Indonesia, dr Andi Khomeini Takdir atau yang biasa disapa sebagai dr Koko menjelaskan memang pada banyak kasus, penyakit GERD dipicu oleh stres.

“Kasus GERD memang ada yang penyebabnya itu organik atau kelainannya di organ. Misalnya kelebihan produksi asam lambung, atau sensitivitas dari saluran cerna dalam hal ini esofagus. Tapi juga tidak bisa dilepaskan dari faktor stres sebagai pemicu,” terang dr Koko kepada detikcom, Rabu (6/9/2023).

“Pemicunya ada beberapa. Terutama adalah kurangnya kemampuan stingfer esofagus di bagian bawah untuk mencegah refluks asam lambung. Faktor lain yang ikut berkontribusi adalah produksi asam lambung berlebih, kelebihan berat badan, bisa juga pola makannya. Bagaimana sebagian orang itu satu atau dua jam setelah makan tiduran atau berbaring. Selain itu juga faktor stres,” imbuhnya.

Makanan Pemicu GERD

Seringkali terdengar narasi, kebanyakan mengkonsumsi kopi dan teh bisa memicu penyakit GERD. Hal itu dibenarkan oleh dr Koko. Di samping itu, ada juga makanan dan minuman lain yang berisiko memicu GERD, terutama jika asupan tersebut dibarengi kebiasaan telat makan.

“Jenis makanannya memicu (penyakit GERD). Misalnya gasoline sulit dicerna, telat makan, alkohol, ada beberapa juga sama susu,” pungas dr Koko.

Simak Video “Aduh! Saat Puasa GERD Kambuh
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/vyp)

Sudah Pernah Kena COVID, Masih Bisa Kena Varian Pirola? Begini Temuan Terbaru CDC

Jakarta

Dunia digegerkan dengan kemunculan varian baru Corona yakni subvarian Omicron BA.2.86 atau yang juga disebut sebagai varian Pirola. Varian ini diketahui memiliki mutasi paling banyak dibandingkan varian-varian Corona lainnya dengan complete lebih dari 30 mutasi.

Varian dikhawatirkan dapat menular dengan amat cepat, dan memiliki kemampuan untuk ‘kabur’ dari proteksi vaksin COVID-19 maupun antibodi yang terbentuk dari infeksi virus Corona alamiah.

Information dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS menunjukkan, antibodi yang dihasilkan oleh infeksi virus Corona atau vaksin COVID-19 yang sudah ada masih efektif infeksi BA.2.86.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) AS juga menyoroti, penyebaran BA.2.86 di Amerika Serikat saat ini tidak mendorong peningkatan kasus COVID dan rawat inap, melainkan mengaitkannya dengan virus-virus lain yang sebagian besar beredar.

Gejala Varian Pirola

Di samping itu hingga kini, belum ada bukti yang yang memastikan bahwa varian Pirola berisiko memicu gejala serius, atau risiko kematian yang besar pada pasien COVID-19.

“Sejauh ini, tampaknya tidak ada peningkatan keparahan pada jenis COVID-19 ini, dan individu tersebut tidak dirawat di rumah sakit,” lapor Pusat Pengendalian Penyakit British Columbia dikutip darid Each day Voice.

Di samping itu, gejala COVID-19 dengan infeksi varian Pirola diyakini mirip dengan gejala Omicron pada umumnya berupa:

  • Batuk
  • Sakit tenggorokan
  • Sakit kepala
  • Pilek
  • Bersin

Simak Video “ Kenali Gejala Varian Pirola yang Disebut Picu Gelombang Covid-19 Baru
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/vyp)

Sepekan Berlalu Sejak WFH ASN 50 Persen, Polusi DKI Masih ‘Gini-gini’ Aja


Jakarta

Penampakan langit DKI Jakarta dalam sepekan terakhir masih tampak berwarna abu pekat meski pemerintah provinsi DKI sudah memberlakukan kebijakan 50 persen make money working from home (WFH) untuk aparatur sipil negara (ASN). Itu menjadi salah satu strategi untuk menghalau polusi, meski pada akhirnya langkah itu memicu pro-kontra di masyarakat.

Tidak sedikit yang menilai WFH kurang efektif dan kemungkinan hanya menurunkan polutan dalam beberapa waktu, tidak secara permanen. Bagaimana information kualitas udara di ibu kota dalam seminggu terakhir?

Aplikasi pemantau kualitas udara Nafas Indonesia merinci rata-rata konsentrasi PM 2.5 sejak WFH diberlakukan. Hasilnya, kurang lebih tidak ada perbedaan seperti hari biasanya sebelum kebijakan diterapkan.

21 Agustus: konsentrasi PM 2.5 sebesar 44 (oranye, tidak sehat untuk kelompok sensitif)
22 Agustus: konsentrasi PM 2.5 sebesar 53 (oranye, tidak sehat untuk kelompok sensitif)
23 Agustus: konsentrasi PM 2.5 sebesar 49 (oranye, tidak sehat untuk kelompok sensitif)
24 Agustus: konsentrasi PM 2.5 sebesar 47 (oranye, tidak sehat untuk kelompok sensitif)
25 Agustus: konsentrasi PM 2.5 sebesar 58 (merah, tidak sehat)

Angka tersebut di atas 5 hingga 10 kali lipat pedoman aman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni particulate matter (PM) 2.5 angka 5 µg/m³.

Tren yang tidak jauh berbeda dilaporkan situs IQAir dalam periode yang sama, berikut detailnya:

21 Agustus: indeks kualitas udara 147 (oranye, tidak sehat untuk kelompok sensitif)
22 Agustus: indeks kualitas udara 158 (merah, tidak sehat)
23 Agustus: indeks kualitas udara 155 (merah, tidak sehat)
24 Agustus: indeks kualitas udara 144 (oranye, tidak sehat untuk kelompok sensitif)
25 Agustus: indeks kualitas 147 (oranye, tidak sehat untuk kelompok sensitif)

Simak Video “ASN Diimbau Naik Transportasi Umum, Benarkah Sudah Diterapkan?
[Gambas:Video 20detik]
(naf/up)

Polusi Udara Masih Buruk di Hari Pertama WFH ASN Jakarta, Terparah di Sini


Jakarta

Mulai hari ini, 50 persen aparat sipil negara (ASN) di DKI Jakarta bekerja dari rumah atau do business from home (WFH) demi menangkal polusi di Ibu Kota. Namun, sejumlah wilayah di DKI terpantau masih berada di kategori merah alias kualitas udara tidak sehat.

Menurut aplikasi kualitas udara Nafas Indonesia, pukul 10:35 WIB, Cibubur menjadi wilayah paling berpolusi dengan konsentrasi PM 2.5 mencapai 119 μg/m3. Disusul daerah lain yang masih berada di Jakarta Timur yakni Jatinegara, konsentrasi PM 2.5 tak kalah tinggi yaitu 113 μg/m3, atau 22 kali lipat di atas pedoman aman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Cipayung, menjadi wilayah yang juga berpolusi tinggi di Jaktim dengan catatan konsentrasi PM 2.5 di 112 μg/m3.

Peringkat keempat ditempati Marunda, Jakarta Utara, whole konsentrasi PM 2.5 menyentuh angka 100 μg/m3. Diusul Cawang yang mencatat konsentrasi PM 2.5 di 89 μg/m3, seiring dengan laporan lalu lintas daerah tersebut ke arah Pancoran, macet.

Wilayah terakhir yang termasuk 10 besar catatan paling berpolusi di Indonesia, Senin (21/8/2023) adalah Semanan, Jakarta Barat, konsentrasi PM 2.5 terpantau sebanyak 85 μg/m3.

Tren kualitas udara buruk tak hanya dilaporkan di DKI Jakarta, berikut peringkat kualitas udara paling tidak sehat Senin pagi menjelang siang hari ini, Senin (21/8).

1. Sayidan, DI Yogyakarta US AQI 184
2. Cibubur, Jakarta Timur US AQI 183
3. Jatinegara, Jakarta Timur US AQI 180
4. Parung Panjang, Bogor US AQI 180
5. Punggul, Sidoarjo US AQI 175
6. Cipayung, Jakarta Timur US AQI 174
7. Tenggilis Mejoyo, Surabaya US AQI 174
8. Marunda, Jakarta Utara US AQI 173
9. Tarumajaya, Bekasi US AQI 172
10. Serpong, Tangerang Selatan US AQI 171

Hanya ada dua wilayah di DKI yang masuk kategori kualitas udara moderat yakni Rawa Barat dan Kebayoran Baru di Jakarta Selatan, dengan masing-masing mencatat konsentrasi PM 2.5 di bawah 50.

Simak Video “Polusi Jakarta Memprihatinkan, Paparannya Bikin Iritasi Saluran Napas
[Gambas:Video 20detik]
(naf/kna)

Cairan Sperma Keluar dari Miss V Setelah Bercinta, Masih Bisa Hamil?

Jakarta

Pasangan yang baru menikah mungkin masih bingung mengenai apa yang terjadi dengan sperma setelah ejakulasi di dalam vagina. Pertanyaan umum yang muncul mungkin terkait kekhawatiran jika sperma keluar lagi setelah masuk di dalam vagina, apakah masih mungkin untuk hamil?

Perlu diketahui, keluarnya sperma dari vagina setelah hubungan intim sepenuhnya regular. Jika mencoba untuk hamil, sperma yang dikeluarkan ini hampir tidak mengandung ejakulasi dan tidak akan menghalangi kemungkinan kehamilan.

Saat sperma keluar beberapa jam kemudian pun masih ada sejumlah sperma yang tertampung di dalam vagina. Oleh karena itu, wanita masih memiliki beberapa kemungkinan untuk tetap bisa hamil.

Studi tahun 2019 berjudul The Science of Sperm mengemukakan bahwa saat ejakulasi, seorang pria dapat menghasilkan air mani berkisar antara 2 ml hingga 5 ml.

“1 ml air mani mengandung sekitar 20 juta sperma. Namun, hanya dibutuhkan satu sperma untuk membuahi sel telur dan hamil.” tulis studi tersebut.

Mengapa Sperma Keluar Beberapa Jam Kemudian?

Jawaban singkatnya adalah karena kebocoran sperma, jika jumlahnya cukup banyak, dapat terjadi kebocoran bahkan beberapa jam setelah berhubungan. Sperma bahkan bisa keluar keesokan harinya.

Oleh retensi sementara setelah ejakulasi, sebagian sperma dapat bertahan dalam kanal serviks atau dalam rongga vagina. Kemudian, sperma ini bisa keluar secara perlahan keesokan harinya, terutama saat wanita berdiri atau berjalan.

Simak Video “Mengenal Teknologi Chip ‘Vagina’: Fungsi hingga Cara Kerja
[Gambas:Video 20detik]
(kna/avk)

Masih Dipantau BPOM RI! Ini Makanan yang Bisa Mengandung Pemanis Aspartam


Jakarta

Belakangan ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyorot penggunaan aspartam atau pemanis buatan yang berisiko karsinogenik atau kanker. Klasifikasi WHO dan Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) terkait aspartam ini muncul pasca laporan di tiga penelitian besar, yang menunjukkan hubungan antara jenis kanker hati yakni karsinoma hepatoseluler dengan aspartam.

Riset yang dilakukan di AS dan Eropa meneliti minuman dimaniskan secara artifisial.

Namun, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) memastikan pihaknya masih mengizinkan penggunaan aspartam. Ini tercantum dalam aturan PerBPOM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan.

Sederet pemanis buatan yang diizinkan dengan kadar batas tertentu termasuk aspartam adalah asam siklamat, kalsium siklamat, natrium siklamat, sakarin, sukralosa, neotam. Pertimbangan BPOM RI sejauh ini mengacu pada pedoman Codex Normal Commonplace for Meals Components (Codex GSFA).

“Saat ini regulasi untuk bahan tambahan pangan pemanis buatan aspartam masih tetap sesuai batas maksimum yang ditetapkan di PerBPOM Nomor 11 tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan,” demikian penegasan BPOM, yang merespons kekhawatiran kanker di aspartam, ditulis Senin (17/7/2023).

Meski begitu, BPOM RI tetap akan memantau perkembangan lanjutan terkait kemungkinan aspartam bisa memicu kanker.

Aspartam merupakan pemanis buatan yang ditemukan pada tahun 1965. Bahan tersebut terdiri dari dua asam amino, yakni asam aspartat dan fenilalanin.

Jika dibandingkan dengan gula biasa, aspartam sekitar 200 kali lebih manis, yang berarti sedikit saja sudah cukup. Singkatnya, satu bungkus aspartam (1 gram), yang memiliki 4 kalori, sama dengan 2 sendok teh gula biasa (8 gram) dengan 32 kalori.

Dikutip dari Livestrong, pemanis aspartam ditemukan di sejumlah produk makanan bebas gula, seperti:

  • Soda food regimen
  • Permen karet
  • Agar-agar
  • Es krim
  • Sereal
  • Campuran kakao bebas gula

Selain itu, pemanis buatan juga digunakan untuk menambahkan sentuhan manis pada obat-obatan, seperti obat batuk, serta vitamin yang bisa dikunyah. Meski banyak makanan yang mengandung aspartam, pemanis buatan tidak ditemukan dalam makanan yang dipanggang.

Struktur asam amino aspartam tidak stabil saat dipanaskan. Bahan itu akan kehilangan sebagian rasa manisnya selama proses pemanggangan.

Simak Video “Hati-hati! Aspartam Banyak Ditemukan di Minuman Soda
[Gambas:Video 20detik]
(sao/naf)

Kemenkes Pastikan RI Masih ‘Aman’ dari Varian COVID-19 EU.1.1


Jakarta

Masyarakat dunia beberapa hari terakhir dikejutkan dengan kemunculan subvarian Omicron, EU.1.1. Subvarian turunan XBB.1.5 ini telah menyerang wilayah seperti Colorado, Montana, Dakota Utara, Dakota Selatan, Utah dan Wyoming, serta beberapa negara di Eropa.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi memastikan subvarian EU.1.1 masih belum ditemukan di Indonesia.

“Indonesia belum nemuin,” ucapnya saat ditemui di Gedung DPR RI Senayan, Selasa (4/7/2023).

Soal potensi menjadi sebuah wabah pandemi baru, dr Nadia mengimbau masyarakat untuk tidak khawatir. Sebab, World Well being Group (WHO) sendiri masih belum memberi peringatan terkait subvarian baru ini.

“Ini kan baru penemuan subvarian, jadi dia masih virus variant beneath monitoring (VUM),” imbuhnya.

Meski begitu, dia menegaskan masyarakat tetap tidak boleh lengah. Memasuki masa endemi, masyarakat harus semakin lebih bertanggung jawab dalam menjaga kesehatan dirinya.

“Pascapandemi, perlindungan kepada diri kita itu milik tanggung jawab pribadi. Kalau dulu kan pemerintah, nggak boleh beraktivitas masyarakat, harus pakai masker, harus skrining beraktivitas. Sekarang kita sendiri,” terangnya.

“Kalau kita (pemerintah) merasa ada ancaman penularan COVID, kita menganjurkan tetap menggunakan masker,” sambungnya.

dr Nadia menambahkan jika memang ditemukan di Indonesia, EU.1.1 tidak akan serta merta dikategorikan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) ataupun memicu standing kedaruratan.

“Nanti kita lihat seberapa besar perluasan dan peningkatan kasusnya. Karena definisi KLB kan ada enam kriteria. Tapi kalau memutuskan ini kedaruratan, kita lihat yang sudah ditemukan di Eropa kasusnya kan nggak ada peningkatan,” pungkasnya.

Simak Video “Kemenkes Jawab Beda Penanganan Covid-19 saat Pandemi dan Endemi
[Gambas:Video 20detik]
(naf/naf)