Tag: Mati

Kebiasaan Sehari-hari Ini Ternyata Bisa Perpendek Usia, Bisa Bikin Mati Muda

Jakarta

Di period yang serba mudah ini, kebanyakan orang menghabiskan waktu dengan duduk seharian. Tak jarang, orang dewasa pun memiliki pekerjaan yang membuat mereka kurang bergerak. Siapa sangka, ternyata duduk terlalu lama bisa meningkatkan risiko meninggal lebih cepat, lho.

Namun, memprioritaskan aktivitas fisik, bahkan hanya dalam jumlah yang sedikit, dapat menjadi solusi dari permasalahan tersebut.

Faktanya, penelitian baru dari College School London, yang diterbitkan awal bulan ini di European Coronary heart Journal, menunjukkan bahwa mengganti waktu duduk dengan olahraga intensitas sedang selama beberapa menit setiap hari dapat secara signifikan meningkatkan kesehatan jantung seseorang.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sisi lain, para peneliti menemukan bahwa duduk dalam jangka waktu yang lama dapat berdampak negatif pada jantung dan meningkatkan risiko kematian.

Dikutip dari Well being, para peneliti menggunakan sebuah mannequin untuk menentukan apa yang akan terjadi jika seseorang menukar satu perilaku dengan perilaku lainnya setiap hari selama seminggu.

Sebagai contoh, seorang wanita berusia 54 tahun yang mengganti duduk dengan olahraga ringan tidak hanya dapat meningkatkan kesehatan jantungnya, tetapi juga mengurangi lingkar pinggangnya sebesar 2,5 cm (penurunan sebesar 2,7 persen).

Penelitian ini bukanlah penelitian pertama yang menyelidiki dampak negatif dari duduk terhadap kesehatan dan bagaimana orang dapat mengimbangi risiko tersebut.

Dalam penelitian lain di awal tahun ini, para peneliti menemukan bahwa orang yang menghabiskan lebih dari 12 jam sehari untuk duduk memiliki peningkatan risiko kematian sebesar 38 persen jika mereka tidak berolahraga setidaknya 22 menit setiap hari.

“Bagi mereka yang duduk lebih dari 12 jam sehari, (kami menemukan) terdapan peningkatan risiko kematian dini,” terang Edvard Sagelv, PhD, salah satu penulis studi ini dan seorang peneliti di Arctic College of Norway.

“Duduk mempengaruhi jantung kita secara negatif seperti halnya aktivitas mempengaruhinya secara positif. Semakin berat jantung Anda berdetak, semakin baik kesehatan jantung Anda, atau semakin kuat jantung Anda,” jelasnya.

Berikut adalah konsekuensi dari duduk terlalu lama dan apa yang dapat dilakukan untuk menangkal efek buruknya.

Dampak Buruk Duduk pada Kesehatan Tubuh

1. Mengurangi waktu bergerak sehingga mempengaruhi fisiologis tubuh

Masalah utama dari duduk adalah aktivitas tersebut menghabiskan waktu yang seharusnya digunakan untuk bergerak, terang profesor dinamika perilaku kesehatan di Glasgow Caledonian College Sebastien Chastin, PhD.

Ketika hal ini terjadi, beberapa proses fisiologis di dalam tubuh turut terpengaruh.

“Kita juga tahu bahwa fisiologi bagaimana tubuh kita memproses gula terpengaruh (oleh duduk),” kata Chastin. “Ada juga beberapa bukti bahwa hormon yang terlibat dalam kesehatan tulang juga terpengaruh.”

2. Menyebabkan masalah otot

Seorang dokter terapi fisik John Gallucci Jr. menjelaskan bahwa duduk juga dapat menyebabkan kelemahan otot dan ketidakseimbangan otot.

“Duduk dalam jangka waktu yang lama bahkan dapat menyebabkan postur tubuh yang buruk, sirkulasi darah yang berkurang, penambahan berat badan, dan obesitas,” jelasnya.

3. Memperburuk metabolisme tubuh

Menurut Sagelv, kebanyakan dari dampak-dampak sebelumnya berkaitan dengan bagaimana duduk mempengaruhi metabolisme tubuh.

Duduk memberi sinyal pada tubuh bahwa ia tidak perlu bekerja keras untuk membakar energi. Hati dan sistem energi di otot juga terbukti melambat. Walhasil, metabolisme tubuh memburuk.

“Duduk memberi tahu tubuh bahwa kebutuhannya tidak tinggi, jadi tidak perlu sekuat itu. Hati, dan sistem energi di otot, (juga) terbukti ‘melambat’ dan kita tidak dapat membakar semua energi dari makanan yang kita makan,” katanya. “Jadi, [tubuh) berkinerja lebih buruk dalam membakar energi.”

4. Menyebabkan masalah neurologis

Duduk berjam-jam bahkan dikaitkan dengan masalah neurologis. Satu studi menemukan bahwa duduk selama 10 jam atau lebih setiap hari dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia. Sebagian dari hal ini mungkin berkaitan dengan penurunan aliran darah ke otak dan peningkatan peradangan.

Simak Video “Kisah Pekerja Kantoran Jakarta yang Rajin Lari Gegara Lama Nunggu Angkot
[Gambas:Video 20detik]

Kematian Tragis Pengidap Polio, Meninggal karena Mati Listrik di Paru-paru Besi

Jakarta

Penanganan polio saat ini sudah jauh lebih baik dibandingkan pada saat pertama kali ditemukan. Penyakit yang menyerang sistem motorik di sumsum tulang belakang ini bisa membuat pengidapnya sangat sulit bernapas sendiri.

Seperti halnya yang dialami Dianne Odell, wanita di Tennessee, AS, yang hidup dengan paru-paru besi selama 60 tahun karena polio. Ia meninggal dunia di usia 61 tahun akibat tak bisa bernapas saat mati listrik, yang membuat alat penopang hidupnya itu tak berfungsi.

Dikutip dari LA Occasions, pada tahun 2008 tepatnya bulan Mei, terjadi badai petir yang mematikan listrik di rumahnya. Hal ini menyebabkan mesin logam besar yang telah membantu Dianne bernapas selama hampir 60 tahun itu berhenti bekerja.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kejadian itu terjadi sekitar jam 3 pagi ketika listrik padam di rumah Dianne di Jackson, sebuah kota kecil di Tennessee sekitar 90 mil timur laut Memphis.

Segala upaya telah dilakukan oleh keluarganya untuk menolong Dianne, termasuk upaya menggunakan generator darurat. Akan tetapi, pertolongan tersebut tetap tidak dapat mempertahankan pernapasannya lantaran generator darurat mereka tidak berfungsi.

Walhasil, ayah dan saudara ipar Dianne mencoba memompa paru-paru besi secara handbook sebagai upaya terakhir dan putus asa untuk memasukkan udara ke dalam paru-paru Dianne. Namun lagi-lagi, pemberian tindakan ini juga gagal dan membuat kondisi Dianne semakin kritis. Dianne kemudian dinyatakan meninggal dunia beberapa menit kemudian.

Sejak awal, orang tua Dianne, Freeman dan Geneva Odell, bertekad merawatnya di rumah, meski seluruh tubuhnya terbungkus dalam ruangan logam berbentuk silinder. Hanya kepalanya yang menjulur ke luar.

Dia berbaring telentang saat paru-paru logam menghasilkan tekanan positif dan negatif yang memungkinkan paru-parunya mengembang dan berkontraksi.

Di sisi lain, orang tua Dianne juga khawatir akan pemadaman listrik. Ayahnya Dianne, seorang veteran Perang Dunia II, memasang generator di halaman belakang sebagai sistem tenaga cadangan.

“Rasanya seperti mempunyai anak yang sakit dan tidak kunjung membaik,” kata Will Beyer, saudara iparnya.

“Tetapi dia adalah orang yang sangat unik, dan keluarganya mengurus semua kebutuhannya,” lanjutnya lagi.

Dokter pada saat itu juga sempat memberitahu orang tua Dianne bahwa umurnya tidak akan lama lagi. Namun karena semangatnya yang luar biasa untuk menjalani hidup, ia berhasil lulus SMA, mengambil kuliah, bahkan menulis buku dari dalam kompartemen yang tertutup rapat dan kedap udara.

Selain polio, beberapa tahun sebelum meninggal, Dianne juga memiliki riwayat stroke ringan.

NEXT: survivor polio lain dengan paru-paru besi

Sederet Penyebab Mr P Kesemutan hingga Mati Rasa

Jakarta

Pernah mengalami kesemutan hingga sensasi mati rasa di penis? Tenang dulu. Ada sejumlah kemungkinan penyebab kondisi tersebut. Di antaranya, yakni kebiasaan menggunakan celana terlalu ketat. Apa hubungannya?

Penis kesemutan biasanya terjadi saat pria duduk dengan posisi tertentu dalam waktu yang lama. Bisa juga karena kadar testosteron yang rendah, cedera, atau masalah kesehatan lainnya.

Tentu, penting untuk pria memeriksakan kondisi ini ke dokter. Namun sebelum itu, ada sejumlah kemungkinan penyebab kesemutan di space penis yang bisa dikenali. Apa saja?


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penyebab Penis Kesemutan

Kesemutan hingga mati rasa pada penis yang dimaksud adalah pria tidak dapat merasakan sensasi termasuk perasaan sentuhan atau stimulasi rangsangan seksual. Gejalanya dapat bervariasi, mulai dari hilangnya sensasi di testis, perineum, atau kulit di sekitar penis, rasa terbakar atau kesemutan, seperti ditusuk jarum, rasa dingin di penis atau testis dan kulit membiru atau keunguan.

Beberapa aktivitas dan faktor gaya hidup dapat meningkatkan risiko penis kesemutan hingga mati rasa. Dikutip dari Medical Information Right now, berikut penjelasannya:

1. Bersepeda

Gundukan dan gesekan jalan dapat melukai perineum, testis, dan penis. Bersepeda juga dapat memberikan tekanan pada selangkangan yang kemudian menyebabkan mati rasa pada penis.

2. Duduk terlalu lama

Duduk di kursi yang tidak nyaman atau tidak empuk untuk waktu yang lama dapat memberikan tekanan pada penis atau perineum sehingga mengakibatkan cedera. Perineum seharusnya tidak menopang berat badan.

3. Iritasi Sabun

Khususnya pada kulit sensitif, sabun dan produk kebersihan lainnya dapat memicu iritasi di space sekitar penis. Mengatasi kondisi ini, coba gunakan hypoallergenic yang lembut.

4. Suka Pakai yang Ketat

Pakaian dalam yang ketat atau kasar dapat mengiritasi penis dan menyebabkan sensasi gatal atau kesemutan. Pakaian semacam ini juga dapat menyebabkan kemerahan, terutama di sekitar ujung penis.

Selain itu, kesemutan hingga mati rasa bisa disebabkan oleh cedera saat berhubungan seksual atau masturbasi, kadar testosteron yang rendah, penyakit peyronie, atau gejala kanker prostat.

Simak Video “Hal yang Harus Diperhatikan Sebelum Melakukan Seks Oral
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/vyp)

Niat Obati ISK dengan Pakai Jus Cranberry, Wanita Ini Malah Nyaris Mati


Jakarta

Seorang wanita muda mencoba mengobati infeksi saluran kemih (ISK) ringan yang dialaminya dengan pengobatan alami. Ia rutin mengkonsumsi air dan jus cranberry selama empat hari, dengan harapan infeksinya itu bisa sembuh.

Wanita bernama Maise Lewis itu merasakan gejala awalnya pada akhir Agustus lalu, saat berlibur di Milan. Ia merasa saat itu baik-baik saja, hanya lebih sering pergi ke rest room.

Awalnya, Maise berkonsultasi dengan dokter dan dianjurkan untuk banyak minum air. Ia mulai minum banyak air dan jus cranberry. Bukannya membaik, Maise merasa intensitasnya untuk buang air kecil semakin sering, bahkan gejalanya memburuk.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Namun keadaan saya berubah dari baik-baik saja menjadi cukup parah dalam hitungan hari. Keadaannya semakin memburuk, punggungku sakit dan rasanya sakit saat buang air kecil,” ungkap Maise yang dikutip dari Mirror UK, Rabu (18/10/2023).

Merasa semakin tersiksa, wanita 20 tahun itu langsung pergi ke dokter umum. Maise menjalani pemeriksaan dengan diambil sampel urine dan diresepkan antibiotik yang dikonsumsi selama dua minggu.

“Saya hampir tidak merasakan efek samping apapun pada awalnya. Yang saya perhatikan hanyalah saya lebih sering ke rest room. Itu saja,” katanya.

Namun, kondisinya malah semakin memburuk. Ia merasakan wajahnya memerah, panas dingin, pusing, gemetar, hingga halusinasi. Ia kembali dilarikan ke rumah sakit dan didiagnosis menderita urosepsis, yaitu sejenis sepsis spesifik yang berkembang dari ISK dan sistitis.

Saat diperiksa, detak jantungnya ‘melonjak’ hingga 130 BPM dan diberitahu bahwa organ-organ tubuhnya mulai mati. Ia kembali diberikan antibiotik terkuat dan dipasangi infus agar cairan masuk ke seluruh tubuhnya.

“Saya hampir mengalami syok septik, tapi untungnya mereka menangani saya tepat waktu. Saya tidak bisa berhenti gemetar, tidak bisa bernapas dan merasa tidak berdaya,” jelas Maise.

Di saat itu, Maisie bahkan mulai berhalusinasi. Menurut Nationwide Well being Service (NHS), perubahan kondisi psychological, termasuk kebingungan dan disorientasi, adalah gejala umum dari sepsis.

Selama dua malam pertamanya di Rumah Sakit Prince of Wales di Bridgend, dokter memantau kondisi Maise 24 jam. Setelah malam kedua, kondisinya mulai membaik dan jumlah sel darah putihnya menurun.

Dia dipulangkan setelah enam malam dirawat. Tetapi butuh waktu berminggu-minggu bagi Maisie untuk bangkit kembali dan harus kehilangan banyak pekerjaan karena masih terasa kelelahan.

“Butuh waktu dua minggu bagi saya untuk merasa regular kembali. Infeksi ginjal serta sepsis mengambil sebagian besar kehidupan kerja saya,” kata dia.

“Saya harus membatalkan lima minggu pekerjaan dengan klien. Saya hanya merasa tidak bisa berdiri. Dan baru-baru ini, dalam beberapa minggu terakhir, baru merasa kembali regular. Saya tidak percaya semua ini disebabkan oleh ISK,” pungkasnya.

Simak Video “Kasus ISPA di Jabodetabek Meningkat Imbas Polusi Udara
[Gambas:Video 20detik]
(sao/kna)

Wanti-wanti Buat yang Doyan Rebahan, Kata Dokter Bisa Bikin Mati Muda!

Jakarta

Disadari atau tidak, ada banyak orang yang mengadopsi gaya hidup tak aktif secara fisik alias malas gerak (mager). Ironisnya, gaya hidup yang sangat umum ini ternyata bisa membawa beberapa dampak yang buruk bagi kesehatan, bahkan bisa memicu peningkatan risiko kematian dini.

Pada sebagian orang, gaya hidup seperti ini biasanya terbentuk karena mereka menghabiskan banyak waktu dengan duduk di meja kantor dan selama berkendara. Sesampainya di rumah, mereka lalu kembali duduk bersantai di couch untuk melepas lelah. Padatnya aktivitas semakin membuat mereka kesulitan untuk meluangkan waktu berolahraga.

Spesialis penyakit dalam subspesialis hematologi onkologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof dr Zubairi Djoerban, SpPD-KHOM, mengatakan, orang yang menghabiskan 6 hingga 8 jam per hari untuk duduk berpotensi memiliki risiko-risiko tersebut.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Peningkatan risiko kematian dini dan penyakit jantung sebesar 12 hingga 13 persen,” ucapnya dikutip dari X, Selasa (10/10/2023).

Apa alasannya?

Prof Zubairi menjelaskan, seseorang yang duduk terlalu lama dapat memicu kadar kolesterol tinggi, terlebih kadar gula darah di dalam tubuhnya juga ikut terganggu. Hal inilah yang memicu terjadinya penumpukkan lemak.

“Lalu bisa terjadi penumpukan lemak di sekitar perut kita yang kesemuanya memudahkan timbulnya stroke dan jantung,” sambungnya lagi.

Di samping itu, jurnal yang diterbitkan di Nationwide Institute of Well being menemukan sedentary way of life yang ditandai dengan kurang aktivitas fisik terkait dengan penyakit diabetes melitus, kanker, dan penyakit kardiovaskular yang meningkatkan kematian dini.

Whole waktu duduk sehari-hari dan waktu menonton televisi berkorelasi dengan peningkatan risiko kematian. Dalam sebuah penelitian yang menganalisis angka kematian pada orang-orang dengan waktu duduk lebih dari 10 jam dan lebih 5 jam sehari, risikonya meningkat untuk mengalami gangguan kesehatan yang berujung kematian dini.

Simak Video “Penjelasan Kemenkes soal Kabar Vaksin HPV Bikin Mandul
[Gambas:Video 20detik]
(suc/kna)

Viral Kisah dr Achmad Mochtar, Ilmuwan yang Rela Mati demi Selamatkan Rekannya

Jakarta

Media sosial diramaikan dengan profil dr Achmad Mochtar, dokter dan peneliti kedokteran di Indonesia paling terkemuka pada masanya. Dia juga menjadi orang Indonesia pertama yang menjadi direktur Lembaga Eijkman yang didirikan pada masa pendudukan Belanda.

Kisah hidupnya yang heroik dan tragis demi menyelamatkan rekan-rekannya juga menjadi sorotan. Kala itu dia dieksekusi oleh militer Jepang atas tuduhan pencemaran vaksin tetanus.

Biografi dr Achmad Mochtar


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menukil biografi Prof dr Achmad Mochtar yang berjudul ‘Tumbal Vaksin Maut‘, Achmad Mochtar lahir pada tahun 1890 di Sumatera Barat. Berkat kecerdasannya, dia diterima di Faculty tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA), sekolah kedokteran zaman Hindia Belanda yang kini berubah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).

Berhasil memerangi wabah malaria di Sumatera bersama mentornya, Dr W.A.P Schüffner, ia dapat kesempatan melanjutkan pendidikan ke Universitas Amsterdam, Belanda, tahun 1927 untuk meraih gelar doktor.

Dari arsip ScienceMag, dia melakukan riset disertasi terkait leptospirosis. Hasil penelitiannya pada masa itu tentang penyebab ‘penyakit demam kuning’ menggugurkan hipotesis Dr Hideyo Noguchi, ilmuwan Jepang yang bekerja untuk Rockefeller Basis dan enam kali dinominasikan untuk memenangi Hadiah Nobel Kedokteran.

Setelah kembali ke Indonesia, dia melanjutkan kariernya di beberapa daerah dan aktif menghasilkan karya ilmiah yang dipublikasikan di berbagai jurnal ternama.

Subsequent: Peristiwa Kematian dr Mochtar

Curhat RS Tangani Pasien Mati Batang Otak, Terkendala Alat hingga Rujukan Ditolak

Jakarta

Netizen belakangan dibuat heboh oleh kasus bocah di Bekasi yang meninggal pasca menjalani operasi amandel. Pasalnya, bocah berinisial BA yang masih berusia 7 tahun itu meninggal gegara mati batang otak, yang sangat jarang terdengar terjadi akibat menjalani operasi amandel.

Pihak Rumah Sakit Kartika Husada Jatiasih, Bekasi, pun buka suara soal kondisi pasien. Komisaris RS Kartika Husada Jatiasih dr Nidya Kartika Yolanda menjelaskan mati batang otak secara regular memang bukan risiko operasi amandel, tetapi tetap mungkin terjadi tergantung kondisi medis pasien.

“Tidak, bukan secara regular. Tapi bisa jadi bukan dari operasi amandelnya sendiri. Kalau dari operasi amandelnya sendiri itu kan, mungkin ada dari yang lain-lainnya,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (3/10/2023).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Badan masing-masing orang itu kan berbeda. Kita nggak tahu kondisi medis sebelumnya, reaksi si anak ini, itu kan bisa berbeda setiap orang,” sambungnya.

dr Nidya juga menceritakan kendala yang dialami saat menangani pasien BA. Ia mengungkapkan BA mengalami kejang-kejang tak lama setelah menjalani operasi amandel. Tim dokter yang menangani akhirnya menyimpulkan BA mengalami mati batang otak. Namun, mereka tidak bisa menentukan penyebab secara pasti lantaran tidak memiliki sarana dan prasarana yang memadai.

“Kita terkendala di alat-alat penunjang pemeriksaan, seperti MRI, CT Scan, itu tidak ada,” ucapnya.

Untuk itu, pihak rumah sakit berupaya merujuk BA ke rumah sakit dengan fasilitas yang lebih memadai. Mereka juga berupaya mendatangkan dokter-dokter dari kolegium masing-masing untuk melakukan pemeriksaan secara langsung kepada pasien BA. Namun sayangnya, dari lebih dari 80 rumah sakit yang dihubungi tidak ada satupun yang mau menerima BA.

“Alasannya tidak bisa membantu. Mungkin karena kondisi anak yang memang non-transferable, berisiko sekali kalau sampai di sana. Ini kan ada kasus hukum, di mana-mana rumah sakit tidak mau menerima karena takut terbawa-bawa. Di sana kesulitan kami sebenarnya,” tutur dr Nidya.

NEXT: Respons Terhadap Somasi Keluarga Pasien

Buka-bukaan Pasien ‘Mati Suri’, Begini Pengakuannya saat Ruh Keluar dari Tubuh

Jakarta

Pernah tidak terlintas di pikiran Anda, apa yang dirasakan orang-orang saat berada di ambang kematian? Percaya atau tidak, ternyata ada sebuah studi yang didedikasikan untuk mengetahui hal tersebut.

Studi tersebut melakukan penelitian terhadap orang-orang yang selamat dari serangan jantung setelah mendapat penanganan CPR. Hasilnya pun beragam, ada yang mengaku masih bisa merasakan apa yang terjadi di sekitarnya, ada yang merasakan pengalaman seperti mimpi, bahkan ada yang mengaku sempat merasakan ‘kematian’.

“Aku bisa merasakan seseorang melakukan sesuatu pada dadaku. Aku memang tidak merasakan tekanan yang sesungguhnya, tapi aku bisa merasakan seseorang menggosoknya dengan keras. Itu terasa sedikit menyakitkan,” ungap salah satu pasien yang selamat dari serangan jantung, dikutip dari The Solar, Senin (18/9/2023)/


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Serupa, pasien yang lain mengaku bisa sedikit merasakan sentrum dari alat kejut yang digunakan untuk menyelamatkan nyawanya.

Di sisi lain, tiga dari subjek yang diteliti mengaku merasakan pengalaman yang di luar nalar. Salah satu subjek mengatakan ia ingat seakan berjalan menuju genangan air.

“(Tapi) aku tidak basah dan aku merasa seperti menyatu dengan trotoar,” ucap pasien tersebut.

“Aku ingat melihat nelayan bernyanyi dan saat itu hujan turun,” ujar pasien lain.

Secara mengejutkan, enam dari subjek yang diteliti bisa menceritakan momen ‘kematian’ yang dirasakan.

“Aku tak lagi berada di dalam tubuhku. Aku mengambang tanpa beban ataupun fisik. Aku berada di atas tubuhku dan tepat di bawah langit-langit ruangan terapi. Aku melihat kejadian yang terjadi di bawahku,” ungkap salah seorang pasien.

Sementara, pasien lain mengaku merasakan ketenangan dan semua masalah yang dirasakan menghilang dari pikirannya.

“Hal pertama yang aku rasakan adalah perasaan yang sangat damai. Itu sangat menenangkan dan tentram dengan ketenangan yang luar biasa. Semua kekhawatiran, pikiran, ketakutan, dan opiniku menghilang,” ucapnya.

“Aku sama sekali tidak merasa takut. Aku tidak takut ke mana aku akan pergi dan apa yang akan terjadi ketika aku sampai di tujuan tersebut,” sambungnya.

Subsequent: Flashback dan bertemu orang terkasih yang sudah tiada

Penelitian Baru Mati Suri Ungkap Kondisi Otak Pasien saat ‘Sekarat’


Jakarta

Penelitian dari NYU Grossman Faculty of Drugs mencoba mengungkap apa yang dialami oleh pasien yang nyaris meninggal dunia. Berbagai pengakuan diungkapkan oleh pasien serangan jantung yang menjalani resusitasi jantung paru (RJP) saat mereka berada di ambang kematian.

Ada pasien yang merasa melihat sanak keluarganya, hingga mereka yang sekilas melihat jalan kehidupan, tetapi hanya dalam sekejap.

“Saya ingat ada sesosok makhluk terang berdiri di dekat saya. Sosoknya menjulang tinggi seperti menara kekuatan yang besar, namun hanya memancarkan kehangatan dan cinta,” ujar salah satu pasien dikutip dari NY Publish, Senin (18/9/2023).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dokter umumnya berasumsi bahwa hanya sedikit aktivitas otak yang terjadi 10 menit setelah serangan jantung. Ketika jantung berhenti berdetak, otak akan kekurangan oksigen. Namun, penelitian ini justru mengungkapkan hal yang berbeda dari kondisi tersebut.

“Ada tanda-tanda aktivitas otak regular dan mendekati regular yang ditemukan hingga satu jam setelah resusitasi,” ucap profesor kedokteran NYU Langone Well being Dr Sam Parnia yang juga penulis utama penelitian ini.

“Kami tidak hanya mampu menunjukkan kesadaran jernih. Kami juga mampu menunjukkan bahwa pengalaman ini begitu unik dan common. Kondisinya berbeda dari mimpi, ilusi, khayalan,” sambungnya.

Proses penelitian melibatkan 53 pasien yang selamat dari serangan jantung di 25 rumah sakit berbeda, Amerika Serikat dan Inggris. Peneliti mengatakan bahwa otak ternyata dapat bertahan lebih lama bila dibandingkan dengan keyakinan dokter sebelumnya.

“Otak kita sangat kuat dan lebih tahan terhadap kekurangan oksigen dari yang diperkirakan sebelumnya,” ujarnya.

Hampir 40 persen dari pasien yang terlibat melaporkan bahwa mereka memiliki ingatan atau pikiran yang sadar. Para pasien juga mengalami lonjakan gelombang otak gamma, delta, theta, alfa, dan beta yang terkait dengan fungsi psychological yang lebih tinggi.

“Terdapat potongan cerita naratif yang hidup pada orang-orang dengan pengalaman mendekati kematian. Kesadaran pasien menjadi lebih tinggi, lebih hidup, dan lebih tajam,” ujarnya.

Parnia mengatakan bahwa pasien mempunyai persepsi mereka terpisah dari tubuhnya dan kemudian bisa bergerak dalam ruangan rumah sakit. Mereka merasa sadar sepenuhnya.

Dalam keadaan tersebut, pasien bisa mengamati para dokter atau perawat yang sedang bekerja untuk menyelamatkan nyawa mereka. Namun, pengamatan mereka sepenuhnya tenang dan bebas dari rasa takut atau kesusahan.

Ilmu pengetahuan belum sepenuhnya memahami bagaimana atau mengapa pengalaman yang common ini dapat terjadi. Namun, Parnia yakin bahwa fokus kerja regular otak menjadi sangat rileks dan ‘tanpa hambatan’ ketika seseorang mengalami pengalaman nyaris mati.

“Biasanya ada sistem pengereman yang menghalangi kita mengakses seluruh aspek otak kita. Fungsi otak Anda yang lain berkurang,” ucap Parnia.

“Namun saat otak berhenti bekerja sebagai mekanisme pertahanan untuk mempertahankan dirinya saat serangan jantung, ‘remnya’ pun lepas. Pada momen tersebut orang mendapatkan aktivasi bagian otak lain yang tidak aktif,” sambungnya.

Menurut Parnia, kejadian tersebut membuat seseorang mendapatkan akses ke seluruh kesadaran dan hal-hal yang biasanya tidak dapat diakses seperti emosi, perasaan, pikiran, dan ingatan.

“Ini bukanlah halusinasi. Ini adalah pengalaman nyata yang terjadi dalam kematian,” pungkasnya.

Simak Video “Lebah Madu di AS Cetak Tingkat Kematian Tertinggi Kedua
[Gambas:Video 20detik]
(avk/naf)

Penjelasan Ilmiah di Balik Kasus Mati Suri, Hidup Lagi Setelah Kematian

Jakarta

Kasus ‘hidup setelah kematian’ atau mati suri dialami segelintir orang, seperti yang terjadi pada Michele Eason Simone di Amerika Serikat. Ia mengaku hampir tewas saat tenggelam di laut, dan melihat sekelebat kenangan sebelum pingsan.

“Saya mulai merasa seperti akan pingsan, tapi sebelum saya pingsan, kehidupan singkat saya terlintas di depan mata saya,” kata Eason Simone, yang saat itu berusia 21 tahun.

Berdasarkan penelitian, pengalaman mendekati kematian itu dikenal sebagai Close to Dying Experiences atau NDE. Itu terjadi selama episode tunggal yang mengancam jiwa saat tubuh terluka akibat trauma benda tumpul, serangan jantung, asfiksia, syok, dan sebagainya.

Dikutip dari laman Scientific American, NDE bukanlah sebuah imajinasi yang mewah tapi tidak menyakitkan. Ketika itu terjadi, seseorang akan merasa seperti bebas dari rasa sakit, melihat cahaya terang di ujung terowongan, hingga terlepas dari tubuhnya bahkan terbang ke luar angkasa (out of physique expertise).

Pada kondisi itu, seseorang juga bisa bertemu dengan sosok yang dicintai, hidup atau mati, hingga makhluk religious seperti malaikat. Ada beberapa penjelasan fisiologis yang mendasari persepsi ini, seperti terowongan penglihatan yang semakin menyempit.

Berkurangnya aliran darah ke bagian tepi penglihatan retina berarti hilangnya penglihatan terjadi terlebih dahulu.

NDE dapat berupa pengalaman positif atau negatif. Ada yang merasakan tekanan dan berhubungan dengan perasaan kehadiran yang luar biasa, sesuatu yang numinous, ilahi. Keterputusan yang mengejutkan memisahkan trauma besar pada tubuh dan kedamaian serta, perasaan menyatu dengan alam semesta.

Namun tidak semua NDE membawa kebahagiaan. Beberapa di antaranya bisa menakutkan, ditandai dengan teror yang hebat, penderitaan, kesepian, dan keputusasaan.

Pengalaman NDE ini dilaporkan oleh sekitar 17 persen orang yang hampir meninggal. Bisa terjadi pada anak-anak hingga orang dewasa di seluruh dunia.

NEXT: Banyak dialami orang yang ‘hampir mati’