Tag: Ogah

Bapak-bapak Jangan Asal Sentuh! Zona Ini Bikin Istri Malah Ogah Bercinta

Jakarta

Rutinitas pasutri akan terasa semakin hebat saat semuanya berlangsung secara spontan. Memberikan kejutan dengan mengeksplor seluruh bagian tubuh pasangan dapat meningkatkan gairah keduanya, terlebih saat pasangan memberi lampu hijau.

Namun, ternyata ada beberapa space yang dilarang untuk disentuh. Dikutip dari PUNCH, berikut beberapa bagian tubuh wanita yang sebaiknya jangan disentuh saat berhubungan seks.

1. Kepala klitoris

Mungkin tampak berlawanan dengan intuisi, tetapi klitoris adalah bagian yang penuh dengan saraf dan sangat sensitif pada ujungnya. Akan tetapi menyentuh kepala klitoris, terlebih saat pasangan sedang terangsang membuatnya terasa terlalu parah.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rasanya mungkin seperti saat meneguk minuman dingin dan gigi mulai terasa ngilu. Alih-alih menyentuh space ini, lebih baik mencari batang klitoris atau menggosok bagian sekitarnya yang akan melibatkan ujung saraf tanpa membuatnya terlalu bersemangat.

2. Bagian kaki

Kaki menjadi salah satu bagian yang sebaiknya tak disentuh saat berhubungan seks.

Untuk mencapai orgasme, wanita harus benar-benar rileks dan bebas dari kecemasan. Ketika merasa cemas biasanya kaki akan dingin, dan ini mengganggu kemampuan pasangan untuk benar-benar menikmati seks.

3. Anus

Lubang anus yang cukup kecil membuatnya merasa tidak nyaman, bahkan jika kamu tetap nekat melakukan eksplorasi di sana.

Simak Video “Hal yang Harus Diperhatikan Sebelum Melakukan Seks Oral
[Gambas:Video 20detik]
(Nala Andrianingsih/naf)

Pantas Panjang Umur! Makin Banyak Warga Jepang yang Ogah Merokok, Ini Sebabnya


Jakarta

Jumlah pria dan wanita yang merokok di Jepang tercatat menurun sepanjang 2022, mengacu pada information dari survei oleh Kementerian Kesehatan. Kira-kira, apa yang berhasil membuat warga Jepang menjadi ogah merokok?

Survei tersebut sekaligus menyoroti peningkatan kesadaran kesehatan masyarakat berkenaan dengan undang-undang yang direvisi untuk menindaklanjuti para perokok pasif. Tercatat, tingkat merokok pria turun 3,4 poin persentase dari survei sebelumnya pada 2019 menjadi 25,4 persen. Sedangkan pada wanita, tingkat merokok turun 1,1 poin menjadi 7,7 persen.

Survei Kementerian Kesehatan, Perburuhan, dan Kesejahteraan mengartikan ‘perokok’ sebagai responden berusia 20-an ke atas yang mengaku merokok setiap hari atau kadang-kadang merokok di beberapa hari tertentu saja.

Untuk kelompok laki-laki, information pada 2022 menunjukkan penurunan jumlah perokok laki-laki menjadi hanya satu dari empat orang. Pada 2001, survei serupa sempat dilakukan dan ditemukan bahwa satu dari dua orang merokok, dengan jumlah persentase perokok laki-laki sebesar 48,4 persen.

Undang-undang promosi kesehatan yang direvisi berlaku mulai April 2020. Di antaranya, undang-undang tersebut memuat larangan merokok di dalam ruangan di banyak tempat. Aturan tersebut juga mewajibkan perusahaan yang mengizinkan merokok dalam ruangan untuk menyediakan ruang terpisah untuk perokok.

Survei menunjukkan tingkat penggunaan tembakau tertinggi ada di kelompok pria berusia 40-an, yaitu sebesar 34,6 persen, diikuti oleh 32,6 persen pria berusia 50-an dan 29,9 persen pria berusia 30-an.

Sedangkan di kelompok wanita, mereka yang berusia 50-an merupakan kelompok terbesar sebanyak 12,0 persen. Sedangkan mereka yang berusia 40-an mencapai 11,6 persen dan wanita berusia 30-an mencapai 9 persen.

Sementara tingkat merokok di antara orang-orang berusia 30-an hingga 50-an sangat tinggi, hampir semua kelompok umur mencatat penurunan dari survei dibandingkan survei sebelumnya pada 2019.

Simak Video “Marlboro Akan Buat Rokok Authorized untuk Anak-anak
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/kna)

Nyaris 50 Persen Warga Jepang yang Belum Menikah Umur 30 Ogah Jadi Ortu


Jakarta

Krisis populasi yang menerpa Jepang kini disebut-sebut gegara banyak warga di sana ogah memiliki anak. Seiring ketar-ketir pemerintah saat ini, sebuah riset beberapa waktu lalu menemukan bahwa hampir setengah warga Jepang yang belum menikah di bawah umur 30 tahun memang tidak tertarik untuk memiliki anak. Bagaimana temuannya?

Dikutip dari Kyodo Information, riset tersebut diadakan oleh perusahaan farmasi Rohto Pharmaceutical Co. Mereka melakukan penelitian terhadap 400 responden berusia 18 hingga 29 tahun. Sebanyak 49,4 persen responden mengaku tidak ingin memiliki anak.

Jika dilihat dari jenis kelamin, sebanyak 53 persen pria dan 45,6 persen wanita tidak tertarik untuk menjadi orang tua. Dengan alasan, membesarkan anak memerlukan biaya yang tinggi. Selain itu, mereka juga cemas tentang masa depan Jepang, sehingga merasa lebih baik tidak punya anak.

Survei tersebut digelar setelah knowledge pemerintah Jepang menunjukkan, jumlah bayi yang lahir di negara tersebut anjlok tahun lalu, mencapai di bawah 800.000 kelahiran untuk pertama kalinya sejak pencatatan dimulai pada 1899.

Untuk memulihkan tren penurunan angka kelahiran, pemerintah Jepang pada bulan April meluncurkan Badan Anak dan Keluarga. Badan ini dibuat dengan tujuan mengawasi kebijakan anak, juga termasuk kasus pelecehan anak dan kemiskinan.

Survei pada 2022 juga menemukan bahwa 48,1 persen pria dan wanita menikah yang ingin memiliki anak bekerja sama untuk meningkatkan kesuburan pasangan.

Di samping itu, seorang pejabat perusahaan berspekulasi bahwa orang-orang menghabiskan lebih sedikit waktu dengan pasangan mereka. Hal ini disebabkan kehidupan berangsur-angsur kembali regular setelah pandemi COVID-19.

Simak Video “Angka Kelahiran Jepang Anjlok, Pejabat Khawatir Negaranya Lenyap
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/naf)

Populasi Menyusut, Ini Alasan Wanita Jepang Ogah Punya Anak


Jakarta

Jepang dilanda krisis populasi. Angka kelahiran di sana terus menurun, disebut gegara banyak warganya termasuk apra wanita memilih untuk tidak mempunyai anak. Hal ini memicu kekhawatiran pemerintah, termasuk Perdana Menteri Fumio Kishida yang telah menjanjikan sejumlah tindakan untuk menahan angka kelahiran yang anjlok.

Kishida sempat menyampaikan prediksinya, menyebut pada 2030 mendatang, jumlah populasi warga muda di Jepang akan punah.

“Populasi kaum muda akan mulai menurun secara drastis pada tahun 2030-an. Jangka waktu hingga saat itu adalah kesempatan terakhir kita untuk membalikkan tren penurunan kelahiran,” beber Kishida beberapa waktu lalu.

Namun sebenarnya, apa sih alasan banyak wanita di Jepang memilih untuk tidak berkeluarga dan memiliki anak? Menurut mereka, kondisi semacam apa yang diperlukan agar banyak wanita tertarik lagi untuk membesarkan anak?

The Nippon Basis melakukan survei terhadap 10.000 wanita berusia antara 18 dan 69 tahun untuk menanyakan pendapat mereka.

Sebelumnya, Kishida menyatakan bahwa pihaknya akan menggandakan anggaran terkait upaya meningkatkan kelahiran pada awal 2030-an. Namun rupanya, hanya 20,9 persen responden setuju bahwa kenaikan anggaran perlu menjadi prioritas utama.

Lainnya, sebanyak 15,2 persen responden mengaku kenaikan anggaran tersebut tidak realistis karena situasi keuangan Jepang sedang memburuk, dan 36,3 persen responden berpendapat bahwa tindakan nyata lebih penting daripada jumlah uang yang dikeluarkan.

Mengenai cara membayar anggaran terkait anak, banyak responden menentang kebijakan kenaikan pajak. Mereka beranggapan, langkah itu hanya akan menambah beban terkait jaminan sosial.

Hanya 6 persen dari mereka yang disurvei setuju bahwa langkah-langkah pemerintah untuk melawan penurunan kelahiran akan berdampak. Di samping itu, sebanyak 33,6 persen responden mengatakan bahwa langkah-langkah itu akan berdampak kecil dan 21 persen lainnya mengatakan kebijakan pemerintah tidak akan berpengaruh sama sekali.

Simak Video “ Warga Hong Kong Lebih Pilih Punya Kucing Dibanding Bayi
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/suc)

Alasan Denise Ogah Pakai BPJS Kesehatan untuk Lahiran: Enggan Jadi Beban Negara


Jakarta

Selebriti Denise Chariesta menjadi sorotan para netizen di Tanah Air. Wanita berusia 31 tahun itu membuka donasi dan meminta warganet membiayai kebutuhan persalinan caesarnya saat melahirkan.

Denise mengaku alasan membuka donasi karena dia ogah menggunakan BPJS Kesehatan untuk proses persalinan. Ketika ditanya alasannya, dia menjawab enggan menjadi beban negara.

“Gua nggak mau pakai BPJS deh, kayaknya gua takut jadi beban negara,” ujarnya melalui unggahan di Instagram Story yang dikutip detikcom, Sabtu (8/7/2023).

BPJS Kesehatan sendiri sebenarnya menyediakan fasilitas melahirkan dan pemeriksaan ibu hamil free of charge. Bahkan, BPJS Kesehatan juga menanggung sejumlah biaya persalinan, termasuk biaya pemeriksaan selama kehamilan seperti ultrasonografi (USG), pemberian vaksin, hingga proses persalinan.

Namun untuk persalinan secara caesar, pasien harus mendapatkan rujukan dari dokter atau rumah sakit yang menangani terlebih dahulu. Jika prosedur caesar dilakukan atas kehendak pasien sendiri, maka BPJS Kesehatan tidak akan menanggung biaya persalinan tersebut.

Berikut persyaratan biaya persalinan yang ditanggung BPJS Kesehatan:

1. Melakukan pemeriksaan kehamilan di faskes 1 sesuai yang terdaftar pada kartu BPJS pasien.

2. Menyiapkan dokumen yang dibutuhkan, yakni:

  • KTP asli dan fotokopi.
  • Kartu BPJS asli dan fotokopi.
  • Kartu Keluarga asli dan fotokopi.
  • Buku kesehatan atau pemeriksaan ibu dan bayi.
  • Surat rujukan fasilitas kesehatan (faskes) tingkat 1 (jika diperlukan).

3. Surat rujukan hanya didapat bila pasien memerlukan perawatan medis tertentu dan faskes 1 tidak memiliki peralatan yang memadai. Pasien nantinya dapat dirujuk ke rumah sakit dengan perlengkapan yang lebih memadai.

4. Persalinan secara caesar hanya ditanggung BPJS Kesehatan ketika pasien memiliki kehamilan berisiko tinggi, seperti janin posisi sungsang, ketuban pecah dini, preeklampsia (tekanan darah tinggi saat hamil), dan sebagainya. Dalam kondisi ini, dokter akan memberikan rekomendasi dan surat rujukan agar ibu mendapat persalinan caesar atas pertimbangan medis, bukan atas permintaan pribadi.

Simak Video “Sakit Usai Kepulangan Haji Ditanggung BPJS Kesehatan, Syaratnya?
[Gambas:Video 20detik]
(kna/kna)

Survei Temukan 52 Persen Pengantin Ogah Bercinta Malam Pertama, Kenapa Tuh?


Jakarta

Mungkin bagi banyak pasangan yang baru atau hendak menikah, malam pertama menjadi momen yang dinanti-nantikan. Pasalnya, momen ini kerap dikaitkan dengan kali pertama pasangan melakukan hubungan intim.

Namun survei menemukan hal menarik. Rupanya, sebanyak lebih dari 50 persen pengantin baru justru tidak bercinta di malam pertama. Kenapa?

Survei ini dilakukan oleh Bluebella, model lingerie mewah asal Inggris terhadap 1.000 pasangan. Hasilnya, hanya 48 persen pasangan yang bercinta di malam pertama.

52 persen pasangan lainnya mengatakan bahwa mereka terlalu lelah untuk melakukan hal tersebut. Padahal, tak sedikit pasangan yang sudah mempersiapkan segala hal untuk menikmati malam pertama. Dikutip dari Girls’s Well being, tercatat 90 persen wanita telah membeli lingerie baru untuk malam pertama mereka.

Alih-alih saat malam pernikahan, sepertiga orang yang disurvei baru berhubungan dengan pasangan di keesokan paginya, sementara satu dari sepuluh orang menunggu selama dua hari.

Meski begitu, penantian tersebut rasanya cukup sepadan dan tidak menjadi suatu masalah. Pasalnya, 84 persen orang merasa puas dengan seks di malam pertama mereka walaupun tidak dilakukan di malam pernikahan.

Simak Video “Situasi Sekolah di Jepang yang Terpaksa Tutup Imbas Resesi Seks
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/vyp)

Buka-bukaan Curhat Wanita Jepang soal Alasan Ogah Punya Anak meski Sudah Menikah

Jakarta

Imbas banyak warganya enggan memiliki anak, Jepang kini dilanda krisis populasi dengan angka kelahiran yang anjlok. Kini semakin banyak wanita memilih untuk melajang seumur hidup. Tak sedikit juga wanita yang sudah menikah, namun memilih untuk tidak membesarkan anak.

Salah satu faktor yang banyak dikeluhkan wanita di Jepang tak lain rasa tertekan untuk menyesuaikan diri dengan harapan masyarakat tradisional dalam hal pernikahan dan memiliki anak. Namun di samping itu, ada juga wanita yang memutuskan untuk tidak punya anak karena alasan private, misalnya karena pengalaman kurang menyenangkan di masa lalu.

Salah satunya, dialami oleh Nao Sawa (46) yang kini bekerja sebagai pematung. Ia mengisahkan, ketika dirinya masih amat belia, ia sering dilecehkan oleh ibunya. Imbas pengalaman tersebut, ia memutuskan untuk tidak memiliki anak.

“Saya tidak tahu bagaimana mencintai (anak-anak). Yang terpenting, saya mungkin akan melakukan hal yang sama kepada anak saya sendiri,” ungkapnya, dikutip dari The Asahi Shimbun, Sabtu (10/6/2023).

Sawa kini tinggal di Tokyo bersama suaminya, yang berusia delapan tahun lebih tua darinya.

Melihat maraknya berita perihal angka kelahiran yang anjlok di Jepang, Sawa kerap bertanya dan meyakinkan dirinya bahwa ia tak harus punya anak. Sebab ia kerap kali merasakan tekanan tersembunyi, yang seolah-olah mewajibkan orang-orang yang menikah untuk punya anak. Bahkan ketika masih muda, setiap temannya mengatakan bahwa memiliki anak akan mengubah hidup, Sawa selalu memikirkan kembali keputusan hidupnya.

“Di usia ini, tidak ada yang mendesak saya untuk punya anak lagi. Mencari alasan untuk tidak punya anak mulai terasa konyol,” beber Sama lebih lanjut.

Namun, setelah dia berusia 40 tahun, dia tidak lagi merasakan tekanan seperti itu.

Di samping keengganannya untuk memiliki anak, Sawa menyelenggarakan lokakarya seni yang dapat diikuti oleh anak-anak.

“Saya ingin menularkan ilmu yang saya dapatkan,” katanya.

“Jika saya tidak memiliki anak, apakah itu berarti saya tidak dapat meninggalkan apa pun untuk generasi selanjutnya?” pungkas Sawa.

Simak Video “Angka Kelahiran Jepang Anjlok, Pejabat Khawatir Negaranya Lenyap
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/vyp)