Tag: Prediksi

Kemenkes Prediksi Puncak Kasus COVID-19 Terjadi Awal Januari 2024


Jakarta

Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) melaporkan lonjakan COVID-19 yang cukup signifikan dalam beberapa minggu terakhir. Walaupun tinggi, pihak Kemenkes mengatakan bahwa situasi saat ini masih sangat terkendali.

Jumlah kasus positif masih jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan masa pandemi. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu memprediksi bahwa puncak kasus COVID-19 pada fase ini akan muncul setelah liburan Natal dan Tahun Baru.

“Kalau melihat dari pengalaman sebelumnya, kita mulai awal tren naik itu awal bulan Desember. Akhir November dihitung dari situ paling lama enam sampai delapan minggu puncaknya. Jadi kalau saya hitung kalau dari Desember ya mungkin puncaknya di awal Januari 2024 nanti,” ucap Maxi ketika ditemui detikcom di Jakarta Pusat, Sabtu (16/12/2023).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk proyeksi jumlah kasus yang muncul nantinya, Maxi mengungkapkan bahwa hal tersebut akan bergantung dengan jumlah testing. Ia menambahkan bahwa jumlah testing COVID-19 saat ini dilakukan dengan lebih masif.

“Testing kita alhamdulillah saat ini kan juga mulai naik. Tadinya kan ratusan atau seribu, sekarang kita sudah dua ribuan hampir tiga ribu. Kalau makin banyak orang testing, maka kasusnya naik,” jelas Maxi.

Maxi mengimbau masyarakat yang memiliki gejala COVID-19 untuk segera melakukan pemeriksaan di fasilitas kesehatan terdekat. Tidak hanya itu, ia juga meminta masyarakat untuk melengkapi vaksin COVID-19 untuk mencegah keparahan dan fatalitas dari penyakit tersebut.

“Sampai saat ini untuk melakukan testing COVID-19 itu masih free of charge ya. Saat ini kita masih ada logistik untuk speedy antigen, tapi kita memang dari pusat juga penyalurannya ke KKP terutama yang untuk datang ke luar negeri. Mereka sudah dapatkan itu dan memang kita wajibkan mereka untuk melakukan surveilans pada orang yang sakit,” pungkasnya.

Simak Video “Kasus Covid-19 Naik, Kemenkes Imbau Warga Pakai Masker di Keramaian
[Gambas:Video 20detik]
(avk/kna)

Horor Prediksi Gelombang Baru COVID-19 China, 11 Juta Kasus Per Minggu

Jakarta

Puncak gelombang COVID-19 di China diprediksi akan tiba bulan ini dengan jumlah 11 kasus per minggu. Mengacu pada perusahaan information kesehatan Airfinity yang berbasis di Inggris, gelombang baru yang dipicu oleh subvarian Omicron XBB ini akan lebih kecil dibandingkan gelombang-gelombang sebelumnya.

“Pemodelan kami memperkirakan gelombang akan memuncak pada awal Juni sekitar 11 juta per minggu, dengan 112 juta orang terinfeksi selama kebangkitan ini,” kata Airfinity, dikutip dari South China Morning Put up (SCMP), Kamis (8/6/2023).

Sebelumnya pada Mei 2021, ahli pernapasan di China, Zhong Nanshan, sempat memprediksi kasus COVID-19 akan mencapai 65 juta per minggu pada akhir Juni 2023. Angka tersebut enam kali lebih tinggi dibandingkan prediksi Airfinity.

Saat itu, Zhong tidak menjelaskan apakah jumlah prediksi kasus yang dimaksudnya termasuk kasus tanpa gejala. Namun Airfinity mengatakan, mannequin prediksinya hanya mencakup kasus bergejala.

Jumlah Korban Meninggal Dunia Bakal Melonjak?

Hingga kini, tidak ada information resmi dari China perihal jumlah kasus dan situasi gelombang COVID-19 di China. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC China) berhenti merilis information mingguan berupa jumlah hasil tes positif dan kunjungan klinik pasien demam pada awal Mei. Saat itu, bertepatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencabut standing darurat COVID-19.

Ahli epidemiologi COVID-19 dari Airfinity, dr Tishya Venkatraman, menjelaskan imbas gelombang COVID-19 kedua di China tidak akan separah gelombang pertama. Pasalnya seiring waktu, kini tingkat kekebalan masyarakat China sudah meningkat. Walau pun begitu menurutnya, masih ada kemungkinan jumlah kematian pasien COVID-19 tetap tinggi.

“Meskipun gelombang yang sedang berlangsung cenderung lebih kecil, itu masih dapat menyebabkan banyak kematian karena ukuran populasi yang menua di China,” ungkap Venkatraman.

“Kami telah melihat ini di Jepang, dengan gelombang terakhir menyebabkan banyak kematian meskipun memiliki cakupan vaksin yang tinggi dan kekebalan populasi yang mendasari dari gelombang sebelumnya,” pungkasnya.

Simak Video “Jepang Turunkan Klasifikasi Covid-19 Jadi Setara Flu Biasa
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/naf)

Prediksi Pakar soal Karakteristik Illness X, Gejalanya Bisa Jadi Mirip COVID-19

Jakarta

Belakangan, ‘Illness X’ menjadi sorotan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan sejumlah ahli di dunia. Pasalnya meski belum diketahui pasti jenis penyakit dan sumbernya, penyakit ini dikhawatirkan bakal menjadi pandemi baru dan bersifat lebih mematikan daripada COVID-19.

Pada Juni tahun lalu, seorang pakar kesehatan Inggris pernah memperingatkan pemerintah setempat untuk mengantisipasi kemunculan ‘Illness X’. Saat itu di London, muncul juga laporan kasus virus Polio yang ditemukan dalam sampel limbah, dibarengi kasus cacar monyet, demam Lassa, dan flu burung dalam beberapa tahun terakhir.

Konsultan Senior, Penyakit Dalam, Rumah Sakit Paras, dr Sanjay Gupta, menyebut memang belum ada informasi yang jelas terkait jenis penyakit tersebut. Namun, penyakit tersebut disebutnya berpotensi menjadi epidemi internasional, dengan karakteristik gejala yang mirip dengan virus Corona.

“Kami tidak memiliki cukup informasi tentang patogen ini, yang merupakan entri terbaru dalam daftar penyakit prioritas. Namun, diklaim dapat menyebabkan epidemi internasional yang serius, yang berpotensi menghancurkan komunitas manusia,” jelasnya dikutip dari Indian Categorical, Jumat (2/6/2023).

“Ini memiliki karakteristik yang mirip dengan virus SARS-CoV-2, yang dapat muncul dengan gejala seperti demam tinggi, batuk, dan gagal napas. Kemungkinan besar, itu adalah virus RNA yang memiliki asam ribonukleat sebagai bahan genetiknya,” sambungnya.

Lebih lanjut dr Gupta menjelaskan, sejumlah ahli juga meyakini bahwa illness X adalah penyakit zoonosis. Artinya, penyakit tersebut berawal dari hewan, kemudian menyebar ke manusia.

“Sejauh ini, wabah mematikan Ebola, HIV/AIDS, dan COVID-19 juga bersifat zoonosis,” pungkas dr Gupta.

“Tidak ada alasan untuk panik karena hanya ada sedikit bukti untuk membuktikan bahwa entitas semacam itu ada. Namun, perencanaan dan kesiapsiagaan sangat penting untuk melawan wabah apa pun di masa depan dengan dampak yang menghancurkan,” pungkasnya.

NEXT: Peringatan WHO soal Kemunculan Pandemi Baru