Tag: Psikiater

Heboh Data Psikiater Netanyahu Bunuh Diri, Begini Fakta Sebenarnya


Jakarta

Viral di media sosial informasi yang menyebut psikiater Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dr Moshe Yatom, bunuh diri. Kabar tersebut banyak dibagikan di platform X (dulunya Twitter) dan ditanggapi oleh ribuan komentar.

Disebut-sebut dr Yatom ditemukan tewas dengan luka tembak di rumahnya di Tel Aviv pada tahun 2010 silam. Tragedi tersebut disertai dengan catatan bunuh diri yang melibatkan Netanyahu sebagai ‘sumber keputusasaan’.

Namun menurut laporan dari APNews, informasi tersebut tak benar atau hoaks. Faktanya, kabar tersebut merupakan saduran dari weblog satire bernama Legalianate yang tayang 2010 silam.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat dikonfirmasi, penulis weblog tersebut, Michael Okay Smith, menegaskan bahwa informasi terkait meninggalnya psikiater Netanyahu adalah bentuk satire atas kebijakan pemerintah Zionis.

“Tujuannya adalah untuk menarik perhatian terhadap kegilaan kebijakan pemerintah Israel dengan cara yang menghibur,” tulis Smith kepada APNews Verificator.

Unggahan terkait psikiater Netanyahu bunuh diri ramai setelah Netanyahu membombardir Gaza dan menewaskan setidaknya lebih dari 11 ribu warga sipil. Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan sebanyak 4.506 di antaranya merupakan anak-anak.

Selain itu, Israel juga menargetkan rumah sakit di wilayah Gaza. Dilaporkan 21 dari 35 rumah sakit di Gaza sudah tak lagi beroperasi.

Simak Video “Ini Isi Kandungan Narkoba Keripik Pisang dan Completely happy Water
[Gambas:Video 20detik]
(kna/kna)

Mengenal Psikiater, Ketahui Penjelasan dan Bedanya dengan Psikolog

Jakarta

Psikiater merupakan profesi yang berkaitan dengan kesehatan psychological. Seorang psikiater berperan dalam mengobati orang dengan gangguan atau penyakit kejiwaan.

Namun, tak jarang profesi ini disamakan dengan psikolog karena ranah keduanya yang hampir mirip. Yakni sama-sama menangani masalah psychological yang dialami seseorang.

Untuk lebih mengetahui tentang psikiater, simak penjelasan dan perbedaannya dengan psikolog pada uraian di bawah ini.

Apa Itu Psikiater?

Dilansir Healthdirect, psikiater adalah dokter medis yang ahli dalam bidang psikiatri, yakni cabang kedokteran yang berfokus pada cara mendiagnosis, mengobati, mencegah gangguan psychological, emosial, dan perilaku.

Seorang psikiater mulanya adalah seorang yang menyelesaikan sekolah kedokteran, kemudian mengambil dan menyelesaikan spesialisasi psikiatri yang berkenaan dengan kesehatan psychological.

Psikiater dapat melakukan berbagai tes medis dan psikologis. Tes-tes ini memungkinkan psikiater untuk mendiagnosis kondisi kesehatan psychological seseorang.

Kondisi yang Ditangani Psikiater

Jika kamu memiliki kondisi kesehatan psychological berikut, maka kamu perlu menemui psikiater:

  • Depresi
  • Gangguan kecemasan, seperti serangan panik (panic assaults) dan fobia
  • Gangguan bipolar
  • Skizofrenia
  • Gangguan makan, seperti anoreksia dan bulimia
  • Consideration deficit hyperactivity dysfunction (ADHD)
  • Gangguan obsesif kompulsif (Obsessive compulsive dysfunction/OCD)
  • Gangguan stres pascatrauma (Submit-traumatic stress dysfunction/PTSD)
  • Gangguan akibat konsumsi alkohol dan zat lainnya
  • Penyakit alzheimer
  • Gangguan kepribadian
  • Gangguan tidur
  • Disforia gender.

Perawatan yang Dilakukan Pskiater

Mengutip laman Cleveland Clinic, ada berbagai perawatan yang digunakan psikiater dalam menangani kesehatan psychological seseorang:

1. Psikoterapi

Psikoterapi kerap pula disebut terapi bicara. Terapi ini dijalankan dengan melakukan pembicaraan atau perbincangan dua arah antara pengidap gangguan psychological dengan psikiater.

Melalui perbincangan tersebut, faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan psychological serta penyebabnya akan teridentifikasi dan teratasi.

Selain itu, psikoterapi juga bertujuan untuk menghilangkan atau mengendalikan pikiran serta pola perilaku yang melumpuhkan atau mengganggu. Sehingga pikiran dan perilaku seseorang bisa berfungsi lebih baik. Psikoterapi dapat bersifat jangka pendek maupun panjang tergantung pada gejala dan kondisi orang tersebut.

2. Meresepkan Obat

Karena seorang psikiater adalah dokter medis, ia bisa meresepkan obat untuk bantu mengobati gangguan kesehatan pada seseorang. Obat yang diresepkan akan meminimalisir sejumlah gejala kondisi kejiwaan tertentu. Dan pemberian obat kerap dikombinasikan dengan perawatan psikoterapi.

Jenis obat yang biasa diresepkan psikiater; antidepresan, antipsikotik, ketamin, sedatif, dan stimulan.

3. Perawatan Lain

Selain psikoterapi dan meresepkan obat, psikiater juga bisa melakukan perawatan lain untuk mengobati orang dengan gangguan kesehatan psychological, yakni; electroconvulsive remedy (ECT), transcanial magnetic stimulation (TMS), vagus nerve stimulation (VNS), hingga deep mind stimulation (DBS).

Perbedaan Psikiater dan Psikolog

Meski psikiater dan psikologis berperan dalam menangani masalah kesehatan psychological, keduanya punya perbedaan.

Masih menukil laman Healthdirect, perbedaan utamanya yakni psikiater adalah dokter medis dengan spesialisasi khusus di bidang psikiatri. Sehingga seorang psikiater mampu meresepkan obat dan perawatan medis lain.

Sementara psikolog bukanlah dokter medis sehingga tidak bisa meresepkan obat. Psikolog menempuh sekolah psikologi dan melanjutkannya dengan program profesi untuk mempelajari langsung dan mempraktikkan kerja sebagai psikolog.

Perawatan yang dilakukan psikolog juga sebatas psikoterapi, dengan berfokus pada terapi psikososial untuk mengendalikan perilaku, pikiran, dan emosi seseorang dengan masalah psychological.

Seorang psikolog juga bisa melakukan sejumlah tes psikologi, seperti tes intelligence quotient (IQ), minat bakat, hingga tes kepribadian. Hasil dari tes-tes ini diinterpretasikan sebagai jawaban dari masalah yang dialami seseorang.

Kamu bisa mendapatkan bantuan psikolog terkait masalah; depresi, stres, kecemasan, ketakutan, PTSD, gangguan makan, hingga fobia. Selain itu, psikolog juga dapat membantu detikers dalam menghadapi dan membicarakan masalah hidup, seperti akibat kehilangan, finansial, juga hubungan.

Demikian penjelasan mengenai psikiater dan bedanya dengan psikolog. Semoga kamu tak lagi bingung akan keduanya ya!

Simak Video “Krisis Dokter Anak di Korsel: Imbas Angka Kelahiran dan Gaji Rendah
[Gambas:Video 20detik]
(fds/fds)

Viral Bocah Essential Roleplay di Tiktok, Bisa Sefatal Ini Efeknya Kata Psikiater

Jakarta

Viral video bocah dimarahi sang ayah gegara ketahuan bermain roleplay di Tiktok. Netizen menyoroti, tak seharusnya anak tersebut dimarahi dan dibentak-bentak gegara ketahuan bermain roleplay, apalagi sampai wajahnya disebarluaskan ke dunia maya.

Namun di samping itu, banyak juga warganet yang menyoroti faktor pemicu anak gemar bermain roleplay di media sosial. Terlebih mengingat, permainan yang ‘berbau dewasa’ ini bisa menjadi wadah terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual pada anak.

Usut punya usut, anak dalam video tersebut bermain roleplay dengan orang-orang yang tidak dikenal dan berusia jauh dengannya. Bahkan, roleplay yang dimainkan sudah berbau konten dewasa, sampai-sampai bocah tersebut diceritakan sudah memiliki anak yang perannya dimainkan oleh consumer TikTok lain.

Apa Itu Roleplay?

Roleplay merupakan singkatan dari roleplayer. Dikutip dari TechTarget, roleplay adalah permainan yang memungkinkan penggunanya berperan sebagai karakter fantasi dan fiksi ilmiah, menyerupai identitas atau idola yang diperankan.

Berdasarkan pantauan detikcom di media sosial TikTok, roleplayer berperan seolah-olah dirinya adalah karakter di acara TV, movie, buku, selebriti. Mereka berakting dengan menyesuaikan gaya bicara, sampai aktivitas sehari-hari.

Pengguna roleplayer di TikTok diawali dengan berinteraksi melalui saling comply with akun satu sama lain, dilanjutkan dengan berhubungan secara fiksi berbagi roleplay lewat konten video berlatar belakang dialog, penampilan sesuai karakter, dilengkapi fitur-fitur TikTok musik, efek, dan lainnya.

Beberapa style yang saat ini paling populer adalah style Korea dan Western. Kedua style RP ini kemudian dibagi lagi menjadi kelompok karakter seperti penyanyi, aktor, boyband, hingga girlband.

Sayangnya, ada beberapa adegan berhubungan dewasa yang memang terekspos dalam pencarian roleplay TikTok.

Bahaya Mainan Roleplay pada Anak

Psikiater dr Lahargo Kembaren, SpKj mengungkapkan roleplay seperti yang dilakukan anak tersebut dapat mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. Bahkan pada kondisi tertentu, permainan ini dapat memicu gangguan kejiwaan.

“Pembentukan jati dirinya itu menjadi rusak karena yang tadinya harusnya sesuai dengan norma nilai tapi menjadi kacau, dan menimbulkan kebingungan terhadap masalah psikologisnya,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Minggu (18/6/2023).

“Dari aspek attachment, anak itu sangat bergantung pada figur bermakna di masa sebelumnya. Tentunya tidak baik bagi anak kalau attachment-nya dengan hal-hal imajinatif. Ini akan sangat berisiko untuk terjadinya suatu gangguan kejiwaan di kemudian hari,” terangnya.

Pasalnya, ketika anak tersebut melakukan roleplay di dunia maya, ia merasa senang dengan peran palsu yang dimainkannya. Karena situasi tersebut, muncul hormon dopamine yang membuatnya merasa nyaman. Salah satu risiko dari kebiasaan tersebut tak lain kecanduan atau kecenderungan untuk bermain lagi dan lagi.

“Dia akan merasa tenang dan nyaman sesaat, tapi ketika sudah menurun dia tidak punya cara lain lagi untuk mendapatkan ketenangan itu selain melakukan hal yang sama, sehingga terjadilah pola perilaku yang berulang-ulang,” jelas dr Lahargo.

Alih-alih bermain roleplay di dunia maya, dr Lahargo menyarankan agar permainan peran tersebut diterapkan di dunia nyata agar bisa memberikan efek positif ke perkembangan emosional dan psychological anak.

“Roleplay yang paling baik sebenarnya kan di dunia nyata. Anak punya life ability, keterampilan hidup. Keterampilan hidup itu seperti bagaimana cara berinteraksi berkomunikasi dengan orang lain, bagaimana melakukan resolusi konflik, menghadapi tekanan dari teman sebaya, bagaimana berinteraksi, berbicara dengan orang lain. Itu kan yang paling baik dilakukan di dunia nyata,” paparnya.

“Lebih banyak manfaat yang akan didapat ketika roleplay itu dilakukan di dunia nyata,” tegasnya lagi.

NEXT: Saran Psikiater untuk Orang Tua

Sederet Hal yang Bikin Anak ‘Doyan’ Principal Roleplay di Medsos Menurut Psikiater

Jakarta

Viral video bocah perempuan dimarahi sang ayah gegara ketahuan bermain roleplay di media sosial. Sejumlah warganet menyoroti, tak sepantasnya anak usia dini bermain permainan tersebut, apalagi berlagak layaknya orang dewasa dan berinteraksi dengan orang tak dikenal di dunia maya.

Namun ada juga yang justru bersimpati, tak seharusnya anak tersebut direkam, dipermalukan, dan disebarluaskan wajahnya ke media sosial.

Menurut psikiater dr Lahargo Kembaren, SpKJ, salah satu faktor penyebab anak bermain roleplay di media sosial adalah tidak terpenuhinya keinginan anak tersebut di dunia nyata. Misalnya berkaitan dengan kehangatan, komunikasi, atau sesimpel penghargaan dan apresiasi dari orang-orang terdekat.

Dalam kata lain, anak tersebut bisa mendalami peran tertentu di dunia maya, dan mendapatkan apa yang dia inginkan walaupun hanya imajinasi belaka.

“Ketika dia roleplay, ada kenyamanan, ‘ternyata senang ya aku jadi peran ini’. Itu di otaknya akan keluar hormon dopamine yang bikin kenyamanan bagi dia,” jelas dr Lahargo saat dihubungi detikcom, Minggu (18/6/2023).

“Dia akan merasa tenang dan nyaman sesaat, tapi ketika sudah menurun dia tidak punya cara lain lagi untuk mendapatkan ketenangan itu selain melakukan hal yang sama, sehingga terjadilah pola perilaku yang berulang-ulang,” sambungnya.

Alih-alih membenarkan tindakan orang tua memarahi dan membentak anak, dr Lahargo justru meluruskan, pendampingan orang tua amat diperlukan untuk anak-anak yang bermain roleplay di dunia maya. Dengan begitu, anak tidak mencari kenyamanan dengan cara yang tidak pantas, seperti berinteraksi dengan orang asing di dunia maya.

Terlebih mengingat, permainan tersebut bisa menjadi wadah terjadinya kekerasan verbal dan pelecehan seksual. Dampak lanjutnya, anak bisa mengalami trauma dan gangguan kepribadian.

“Sebagai orang tua kita perlu memahami kebutuhan si anak, bukan hanya kebutuhan fisiknya tapi juga psychological emosionalnya. Bagaimana bonding, kelekatan, kedekatan dengan orang tua, mendapatkan penghargaan, mendapatkan parenting model yang baik dengan orang tuanya,” pungkas dr Lahargo.

Simak Video “Viral Anak Principal Roleplay di TikTok, Ini Bahayanya
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/vyp)

Psikiater Ungkap Pemicu Marak Anak ‘Doyan’ Foremost Roleplay di Medsos

Jakarta

Tren roleplay di media sosial mendapat sorotan para netizen di dunia maya. Hal ini berawal dari sebuah cuplikan video di TikTok yang memperlihatkan seorang ayah yang memarahi putrinya karena melakukan roleplay di platform tersebut.

Usut punya usut, ternyata roleplay yang dilakukan bocah tersebut sudah tidak pantas untuk usianya dan melibatkan orang-orang yang tidak dikenal. Bahkan dalam roleplay itu si bocah juga memiliki ‘anak’ yang perannya dimainkan consumer TikTok lain.

Psikiater dr Lahargo Kembaren, SpKj, mengungkapkan salah satu alasan mengapa anak mau melakukan roleplay bersama orang yang tidak dikenal di medsos adalah demi mendapatkan perlakuan yang tidak ia terima di kehidupan nyata.

“Dia sampai mengambil opsi memainkan roleplay di aplikasi (medsos) karena dia sebenarnya tidak mendapatkan apa yang dia butuhkan. Misalnya, anak ini butuh komunikasi, kehangatan, apresiasi, butuh reward atau penghargaan dalam hidupnya. Akhirnya dia mencarinya di tempat lain,” terangnya saat dihubungi detikcom, Minggu (18/6/2023).

dr Lahargo menjelaskan hal tersebut dapat memunculkan adiksi yang membuat anak tidak bisa berhenti melakukan roleplay.

“Ketika dia roleplay, ada kenyamanan, ‘ternyata senang ya aku jadi peran ini’. Itu di otaknya akan keluar hormon dopamine yang bikin kenyamanan bagi dia. Dia akan merasa tenang dan nyaman sesaat, tapi ketika sudah menurun dia tidak punya cara lain lagi untuk mendapatkan ketenangan itu selain melakukan hal yang sama, sehingga terjadilah pola perilaku yang berulang-ulang,” urainya.

Ia pun menegaskan peran orang tua sangat dibutuhkan untuk memberikan pendampingan pada anak agar dia tidak mencari kenyaman dengan cara yang tidak pantas.

“Sebagai orang tua kita perlu memahami kebutuhan si anak, bukan hanya kebutuhan fisiknya tapi juga psychological emosionalnya. Bagaimana bonding, kelekatan, kedekatan dengan orang tua, mendapatkan penghargaan, mendapatkan parenting model yang baik dengan orang tuanya,” pungkasnya.

Simak Video “Menakuti Bocah Pakai Suara ‘Cekikikan’ Hantu Bisa Timbulkan Trauma
[Gambas:Video 20detik]
(naf/hnu)

Viral Anak Primary Roleplay di TikTok, Psikiater Wanti-wanti Bahaya yang Tak Disadari

Jakarta

Baru-baru ini jagat media sosial dibikin heboh oleh sebuah video di TikTok. Cuplikan video tersebut memperlihatkan seorang ayah yang memarahi anak perempuannya karena bermain roleplay (RP) di platform media sosial tersebut.

Setelah ditelusuri, si anak ternyata melakukan RP dengan sejumlah pengguna TikTok yang bahkan tidak dikenalnya. Parahnya lagi, konten RP yang dilakukan sudah berbau dewasa sampai-sampai bocah tersebut diceritakan sudah memiliki anak yang perannya dimainkan oleh person TikTok lain.

Fenomena ini pun menarik perhatian psikiater dr Lahargo Kembaren, SpKj. Ia menilai permainan roleplay di media sosial seperti itu bisa mengganggu perkembangan kepribadian anak.

“Jadi anak dan remaja itu jelas masih ada pertumbuhan dan perkembangannya. Pertumbuhan dan perkembangan ini bukan hanya fisik saja, tapi juga pertumbuhan dan perkembangan psychological emosional,” ungkapnya saat dihubungi detikcom, Minggu (18/6/2023).

dr Lahargo menyebut roleplay di media sosial bisa memicu terjadinya hal-hal yang tidak diharapkan, seperti pelecehan seksual dan kekerasan verbal. Dampaknya bisa menimbulkan efek traumatis pada anak.

“Itu akan tersimpan di alam bawah sadar anak, menjadi traumatis gitu. Setiap anak di fase umurnya bisa berkembang ke arah positif atau negatif tergantung bagaimana interaksi dan konflik yang terjadi di fase umur itu,” paparnya.

“Misalnya di melakukan permainan roleplay tadi, pembentukan jati dirinya itu menjadi rusak karena yang tadinya harusnya sesuai dengan norma nilai tapi menjadi kacau, dan menimbulkan kebingungan terhadap masalah psikologisnya,” sambungnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan permainan roleplay seperti yang sedang viral itu berpotensi mempengaruhi kemampuan anak dalam menilai realitas.

“Kemampuan menilai realitas yang terganggu ini bisa jatuh pada keadaan yang namanya psikotik. Psikotik itu dia tidak bisa membedakan mana yang nyata dan tidak nyata karena dia semakin meyakini bahwa dia sudah memiliki ataupun menjadi seseorang dalam roleplay tersebut. Maturitas atau kematangan sel-sel sarafnya masih belum cukup untuk bisa memahami situasi ini dan dalam pertumbuhan perkembangannya juga jadinya terganggu,” pungkasnya.

Simak Video “Menakuti Bocah Pakai Suara ‘Cekikikan’ Hantu Bisa Timbulkan Trauma
[Gambas:Video 20detik]
(naf/naf)