Tag: Scamming

Jadi Korban Love Scamming Berkedok VCS, Harus Lapor ke Mana?


Jakarta

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Eni Widiyanti menyebut dalam survei pengalaman hidup perempuan, terungkap satu dari empat wanita mengalami kekerasan berbasis gender on-line (KBGO).

Jika dirinci, paling banyak dialami usia remaja yakni 15 hingga 19 tahun, sebesar 19,8 persen. Sementara di usia 20-24 tahun, jauh lebih rendah yakni 18 persen, semakin tinggi usianya, pelaporan kasus dilaporkan semakin rendah,” bebernya dalam diskusi Jumat (8/9/2023).

“Usia 25-29 tahun menurun lagi jadi 11 persen, 31 tahun menurun jauh 6 persen untuk knowledge ya,” sambung dia.

Eni menyebut knowledge tersebut tidak menggambarkan fenomena kasus sebenarnya di Tanah Air. Dalam kasus KBGO, banyak korban memilih tidak ‘speak-up’ dengan berbagai alasan termasuk merasa malu dan nihil kepercayaan kasusnya akan berhasil diusut.

Harus Lapor ke Mana Jika Menjadi Korban Love Scamming?

Berkaca dari laporan kasus love scamming di Batam, yang melibatkan 88 WNA China, harus bagaimana jika menjadi korban serupa?

Selain melapor ke pihak berwajib seeperti kepolisian, KemenPPPA membuka sejumlah opsi pengaduan kekerasan termasuk yang terjadi secara on-line melalui:

  • Name Middle SAPA 129
  • Layanan pesan WhatsApp di 08111-129-129.

Pelapor diminta untuk mengamankan sederet bukti, dalam kasus love scamming sebisa mungkin riwayat obrolan tidak pernah dihapus untuk merunut kronologi awal kejadian hingga pemerasan terjadi.

Simak Video “Kemenkes soal Viral Kecanduan Tramadol di Karawang: Sangat Dilarang!
[Gambas:Video 20detik]
(naf/kna)

Awas Kena Love Scamming Berkedok VCS! Ini Cara Bedakan Identitas Asli Vs Palsu

Jakarta

Istilah love scamming belakangan ramai jadi bahasan di media sosial pasca muncul kasus penangkapan 88 warga negara asing China di Batam. WNA China tersebut menjadi pelaku love scamming dengan modus video name intercourse (VCS).

Konten dari VCS kemudian dimanfaatkan pelaku sebagai pemerasan uang korban. Direktur Eksekutif ICT Watch Indriyatni Banyumurti mengimbau setiap publik meningkatkan kewaspadaan penipuan berkedok asmara, khususnya di media sosial dan aplikasi kencan on-line.

Salah satu yang paling krusial jika menghadapi kasus tersebut adalah ‘background checking’. Pelaku love scamming kerap menggunakan identitas palsu.

Hal mudah yang bisa ditelusuri salah satunya followers dan following dalam media sosial seseorang. Jika yang bersangkutan misalnya mengaku berprofesi sebagai pilot, banyak bukti akun tersebut mengikuti konten terkait penerbangan dan rekan sesama pilot.

Sebaliknya, jika tidak ditemui hal yang berkaitan atau malah bertolak belakang dengan profesi yang diakui, Banyumurti mengingatkan ada kemungkinan besar indikasi penipuan.

Fitur Reverse Picture

Pria yang akrab disapa Banyu juga menyarankan untuk melakukan reverse picture, bisa melalui berbagai platform engine termasuk Google.

“Reverse picture itu adalah ambil foto profil pelaku, kemudian kita masukkan ke Google picture, maka Google Picture akan mencari foto yang related atau sama,” kata dia dalam diskusi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Jumat (8/9/2023).

“Sebenarnya ada beberapa index engine yg bisa kita pakai untuk reverse picture, nanti akan ditampilkan beberapa foto yang sesuai mirip dengan yang kita add. Di situ ketahuan akun aslinya,” bebernya.

NEXT: Bagaimana soal Modus Video Name Intercourse?

Tipu-tipu Asmara Lewat Love Scamming, Psikolog Bongkar Ciri Pelaku Tipuan Cinta

Jakarta

Love scamming atau modus penipuan berkedok asmara diungkap pihak kepolisian. Sebanyak 88 WNA China ditangkap karena terbukti melakukan pemerasan lewat video name intercourse (VCS).

Mengantisipasi risiko penipuan dengan modus serupa love scamming, psikolog klinis dan founder dari pusat konsultasi Anastasia and Affiliate, Anastasia Sari Dewi menjelaskan sebenarnya ada sejumlah tanda yang bisa dikenali dari seorang penipu yang mengajak berkenalan dan ‘PDKT’ di media sosial. Misalnya, tidak adanya teman yang sama (mutual good friend) dengan orang tersebut.

“Temannya nggak ada yang sama, tinggalnya terpisah jauh, tiba-tiba nggak pernah kenal dari mana pun nggak ada kesamaan hobi apa pun yang sama atau komunitas tiba-tiba bisa kontak. Nah ini kan menjadi tanda tanya besar,” ungkap Sari kepada detikcom, Jumat (1/9/2023).

Selain itu, ada kemungkinan juga orang yang berniat menipu ini enggan ditemui secara tatap muka. Pun mereka mau bertukar kontak nomor handphone dan menjalankan video name, mereka akan menanyakan hal-hal privasi, misalnya berkenaan dengan profil keuangan.

“Misalkan pekerjaan calon korban apa, kesibukannya apa, keluarganya bagaimana. Dia akan menanyakan hal-hal untuk mendapatkan profil keuangan calon korban,” ujar Sari.

“Jadi hati-hati saat memberikan informasi yang sifatnya pribadi kepada orang yang sama sekali belum pernah ditemui atau dikenal. Misalkan orang tuanya ditanya kerja apa, kamu kerja apa, penghasilannya berapa, atau misalkan pendekatan yang sifatnya mengarah ke privasi keuangan,” imbuhnya.

Simak Video “Psikolog Beri Ideas Mengubah Pribadi Buruk Anak
[Gambas:Video 20detik]