Tag: Udara

Soroti Kualitas Udara, Menkes Akui Polusi Jabodetabek Tak Penuhi Standar WHO


Jakarta

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menyoroti kualitas udara di Jabodetabek dalam kurun 2 tahun terakhir. Ia menyebut, tren polusi udara di Jabodetabek telah melewati batas aman WHO (Organisasi Kesehatan Dunia). Adapun hal ini disampaikan Menkes dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR.

Dalam paparannya, ia menunjukkan knowledge pemantauan kualitas udara di Jabodetabek 2021 hingga 2023. Berdasarkan knowledge, PM 2.5 di wilayah-wilayah tersebut cukup tinggi dan fluktuatif. Pada Juli 2023, terlihat rata-rata PM 2.5 di Jabodetabek di atas 50 mikrogram per meter kubik.

“Ini datanya dibanding dengan WHO. Jadi kita nggak pernah memenuhi standarnya WHO,” katanya, Rabu (30/8/2023).

Menkes mengatakan Indonesia masih belum mengikuti standar terbaru WHO terkait batas aman kualitas udara. Menurutnya, saat ini Indonesia masih menggunakan pedoman WHO yang lama, yaitu untuk rata-rata 24 jam sebesar 55 mikrogram per meter kubik, dan rata-rata per tahun sebesar 15 mikrogram per meter kubik.

Adapun standar pedoman terbaru WHO soal batas aman kualitas udara yang masih ditolerir adalah 15 mikrogram per meter kubik untuk rata-rata 24 jam, dan 5 mikrogram per meter kubik rata-rata per tahun.

“Itu yang dipakai di Permenkes dan PermenKLHK (belum sesuai pedoman terbaru WHO). Tapi WHO tahun ini mengeluarkan aturan baru, diperketat sama dia. Jadi untuk PM 2,5 yang ini sangat berbahaya bagi kesehatan, standarnya rata-rata 24 jam adalah 15, dan rata-rata satu tahunnya adalah 5,” ujarnya.

Simak Video “ Lihat Perbedaan Langit Jakarta dan Bali dari Udara
[Gambas:Video 20detik]
(suc/suc)

Ada Risetnya! Polusi Udara Ternyata Bisa Perpendek Umur Warga Indonesia

Jakarta

Seiring kualitas udara yang memburuk di Jabodetabek, sejumlah praktisi kesehatan menyoroti risiko penyakit pada masyarakat, khususnya yang sehari-harinya masih harus beraktivitas di luar rumah. Bahkan salah satu yang juga dikhawatirkan, tak lain risiko polusi udara yang parah dapat memperpendek usia warga.

Hal itu disinggung oleh Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Prof Tjandra Yoga Aditama, mengacu pada penelitian Air High quality Life Index (AQLI) examine di India dan sekitarnya pada 2021 yang menganalisa dampak polusi pada usia harapan hidup (life expectancy).

Analisa tersebut berdasar knowledge 2021, dengan kadar rata-rata tahunan PM2.5 di New Delhi adalah 126.5 µg/m³ , atau setara 25 kali lebih tinggi dari batas rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 5 µg/m³.

“Tingginya kadar polusi udara 2021 itu ternyata memberi dampak penurunan rentang usia (lifespan) penduduk New Delhi menjadi lebih pendek 11,9 tahun, kalau digunakan batas aman menurut WHO,” terangnya melalui keterangan tertulis diterima detikcom, Kamis (31/8/2023).

“Analisa lain, kalau menggunakan knowledge standar polusi nasional India maka penduduk New Delhi dapat kehilangan usia harapan hidup selama 8,5 tahun,” imbuh Prof Tjandra.

Lebih lanjut ia menjelaskan, penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa polusi bahan partikulat merupakan risiko terbesar yang mengancam kesehatan di India, bahkan melebihi dampak penyakit kardiovaskuler dan malnutrisi maternal berkenaan dengan penurunan angka usia harapan hidup.

Artinya secara rata-rata, penduduk India kehilangan 5,3 tahun usia harapan hidupnya akibat polusi partikel. Padahal dibandingkan penyakit lainnya, angka kehilangan usia harapan hidup akibat penyakit kardiovaskuler adalah 4,5 tahun dan akibat malnutrisi maternal dan bayi sebesar 1,8 tahun.

“Mengingat kita sekarang masih harus terus bergelut dengan polusi udara maka akan baik kalau juga dilakukan penelitian ‘Air High quality Life Index’ di negara kita, sehingga kita tahu pasti ada tidaknya dampak polusi udara pada usia harapan hidup kita bersama, dan kalau ada maka seberapa besar kehilangan tahun kehidupannya,” pungkas Prof Tjandra.

NEXT: Kondisi di Indonesia sudah segawat di India?

Simak Video “Ideas Kurangi Potensi Gangguan Kulit Akibat Polusi Udara Ekstrem
[Gambas:Video 20detik]

Dokter Jelaskan Alasan Polusi Udara Picu Penuaan Dini dan Rambut Rontok


Jakarta

Tingginya polusi udara yang tengah terjadi di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya dinilai dapat meningkatkan risiko berbagai macam gangguan kesehatan. Gangguan pernapasan menjadi salah satu masalah kesehatan yang paling dipengaruhi oleh tingginya polusi.

Tidak hanya itu, tingginya tingkat polusi akhir-akhir ini rupanya juga dapat mempengaruhi kesehatan kulit. Salah satunya adalah mempermudah munculnya jerawat.

Dokter sekaligus content material creator Clarin Hayes mengatakan bahwa polusi udara dapat menjadi faktor eksternal dari risiko munculnya jerawat.

“Sebenarnya di mana-mana empat faktor penyebab jerawat pertama inflamasi atau peradangan, kedua peningkatan produksi sebum atau minyak wajah, ketiga bakteri, dan keempat hiperkeratinisasi itu kayak penumpukan sel kulit mati, terus menyumbat jadi memicu jerawat,” ucap dr Clarin ketika dihubungi detikcom, Sabtu (27/8/2023).

“Polusi ini adalah salah satu faktor eksternal yang sangat mempengaruhi pimples karena dia mengandung oksidasi stres, radikal bebas. Radikal bebas ini bisa memicu peroksidasi swollen, jadi bisa mengoksidasi minyak alami kulit kita dan memicu pembentukan komedo,” sambungnya.

Ia menambahkan bahwa terdapat studi yang menyebutkan bahwa paparan PM2.5 dan PM10 dapat membuat seseorang lebih mungkin mengalami jerawat dari orang yang tidak terpapar. Risiko paparan polusi udara dapat terjadi apabila banyak beraktivitas di luar ruangan.

“Polusi memicu peradangan, makanya kenapa jerawat kita ada yang merah banget yang kalau dipencet sakit itu kan salah satu bentuk peradangan. Nah, polusi bisa memperparah inflamasi tersebut,” sambungnya.

Tidak hanya pada kulit yang makin mudah berjerawat, polusi udara tinggi juga dapat menyebabkan rambut rontok. dr Clarin mengatakan rambut rontok disebabkan oleh polusi yang dapat meningkatkan radikal bebas dan menempel di kulit kepala.

Namun ia mengingatkan bahwa rambut rontok bukanlah satu-satunya penyebab kerontokan.

“Ini nggak terjadi dalam semalam aja, cuman kalau diakumulasi terus setiap hari terus mungkin kita kurang makan yang mengandung antioksidan dan minum suplemen vitamin C dan lain sebagainya, itu akan terakumulasi dan hasilnya kelihatan, berasa pasti akan lebih rontok,” pungkasnya.

Simak Video “ASN Diimbau Naik Transportasi Umum, Benarkah Sudah Diterapkan?
[Gambas:Video 20detik]
(avk/kna)

Sorotan KLHK soal Situasi Polusi Udara di Jabodetabek


Jakarta

Masyarakat Jabodetabek kini hidup dikepung polusiudara yang ugal-ugalan. Hal ini tentunya menjadi sorotan banyak pihak, tak terkecuali para praktisi medis yang khawatir perihal efek gangguan pernapasan pada masyarakat yang kerap terpapar polusi udara.

Sebagaimana disoroti oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), seluruh sektor termasuk masyarakat diharapkan ikut berkontribusi dalam penanganan polusi udara di Jabodetabek kini. Salah satu langkah yang diupayakannya, yakni dengan pengawasan kendaraan yang berseliweran agar sesuai dengan standar uji emisi.

“Bersama-sama menerapkan bahwa kendaraan yang masuk dalam kantor, kemudian fasilitas mereka itu benar-benar kendaraan yang telah memenuhi emisi,” ungkap Dirjen Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani dalam konferensi pers, Rabu (23/8/2023).

“Kami terus mengupayakan langkah-langkah mitigasi, pengawasan, termasuk penegakan hukum kepada kegiatan-kegiatan yang berpotensi menghasilkan emisi yang menyebabkan penurunan udara di wilayah Jabodetabek. Udara ini kan berputar. Selanjutnya termasuk juga pemerintah akan menggunakan semua upaya untuk memastikan kualitas udara meningkat menggunakan berbagai macam teknologi,” pungkasnya.

Dari ranah medis, dokter pun ikut menyoroti efek polusi udara pada masyarakat. Sebagaimana dijelaskan oleh dokter spesialis paru dr Erlina Burhan, SpP(Ok), paparan polusi udara tidak hanya memicu penyakit pernapasan, melainkan juga penyakit kardiovaskular, hingga gangguan pertumbuhan pada anak.

“(32 persen), asma (27,95 persen) kanker paru (12,5 persen) dan tuberkulosis (12,2 persen),” jelas dr Erlina lewat keterangan tertulisnya diterima detikcom.

Selain penyakit respirasi, pajanan jangka panjang terhadap polutan udara juga terbukti dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit lain, mencakup gangguan kardiovaskular, neurologis, psikologis, kulit, dan tumbuh kembang anak.

Polusi udara menjadi salah satu faktor yang memicu timbulnya gangguan kardiovaskular berupa stroke, hipertensi, gagal jantung, dan penyakit jantung koroner.

Simak Video “Pengaruh Polusi Udara pada Tahapan Kehidupan Manusia
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/kna)

Polusi Udara Masih Buruk di Hari Pertama WFH ASN Jakarta, Terparah di Sini


Jakarta

Mulai hari ini, 50 persen aparat sipil negara (ASN) di DKI Jakarta bekerja dari rumah atau do business from home (WFH) demi menangkal polusi di Ibu Kota. Namun, sejumlah wilayah di DKI terpantau masih berada di kategori merah alias kualitas udara tidak sehat.

Menurut aplikasi kualitas udara Nafas Indonesia, pukul 10:35 WIB, Cibubur menjadi wilayah paling berpolusi dengan konsentrasi PM 2.5 mencapai 119 μg/m3. Disusul daerah lain yang masih berada di Jakarta Timur yakni Jatinegara, konsentrasi PM 2.5 tak kalah tinggi yaitu 113 μg/m3, atau 22 kali lipat di atas pedoman aman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Cipayung, menjadi wilayah yang juga berpolusi tinggi di Jaktim dengan catatan konsentrasi PM 2.5 di 112 μg/m3.

Peringkat keempat ditempati Marunda, Jakarta Utara, whole konsentrasi PM 2.5 menyentuh angka 100 μg/m3. Diusul Cawang yang mencatat konsentrasi PM 2.5 di 89 μg/m3, seiring dengan laporan lalu lintas daerah tersebut ke arah Pancoran, macet.

Wilayah terakhir yang termasuk 10 besar catatan paling berpolusi di Indonesia, Senin (21/8/2023) adalah Semanan, Jakarta Barat, konsentrasi PM 2.5 terpantau sebanyak 85 μg/m3.

Tren kualitas udara buruk tak hanya dilaporkan di DKI Jakarta, berikut peringkat kualitas udara paling tidak sehat Senin pagi menjelang siang hari ini, Senin (21/8).

1. Sayidan, DI Yogyakarta US AQI 184
2. Cibubur, Jakarta Timur US AQI 183
3. Jatinegara, Jakarta Timur US AQI 180
4. Parung Panjang, Bogor US AQI 180
5. Punggul, Sidoarjo US AQI 175
6. Cipayung, Jakarta Timur US AQI 174
7. Tenggilis Mejoyo, Surabaya US AQI 174
8. Marunda, Jakarta Utara US AQI 173
9. Tarumajaya, Bekasi US AQI 172
10. Serpong, Tangerang Selatan US AQI 171

Hanya ada dua wilayah di DKI yang masuk kategori kualitas udara moderat yakni Rawa Barat dan Kebayoran Baru di Jakarta Selatan, dengan masing-masing mencatat konsentrasi PM 2.5 di bawah 50.

Simak Video “Polusi Jakarta Memprihatinkan, Paparannya Bikin Iritasi Saluran Napas
[Gambas:Video 20detik]
(naf/kna)

Tiap Tahun, 2 Juta Orang di Asia Tenggara Meninggal terkait Polusi Udara


Jakarta

Belakangan, sejumlah wilayah termasuk DKI Jakarta dan Tangerang Selatan dihantam polusi udara yang ugal-ugalan. Hal ini menuai kekhawatiran banyak pihak, lantaran dikhawatirkan berisiko memicu beragam penyakit termasuk gangguan pernapasan dan penyakit kardiovaskular.

Dokter spesialis paru dr Nuryunita Nainggolan, SpP(Ok) dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menjelaskan, sebagian besar polusi udara di Indonesia umumnya dipicu oleh kendaran bermotor. Di samping itu, polutan udara juga disumbang oleh aktivitas industri dan domestik.

“Berdasarkan information yang ada sebagian besar sumber polusi udara di Indonesia berasal dari sektor transportasi 80 persen, diikuti dengan dari industri, pembakaran hutan, dan aktivitas domestik,” ungkapnya dalam konferensi pers digital, Jumat (18/8/2023).

“Selain kontribusi kendaraan bermotor, industri konstruksi dan kondisi musim kemarau juga ditengarai memperburuk kualitas udara,” beber dr Nuryunita lebih lanjut.

Juga disinggungnya, polusi udara memiliki kaitan erat dengan risiko penyakit paru dan pernapasan seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), asma, bronkitis, penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) dan kanker paru, penyakit jantung, dan stroke.

“Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat saat ini 90 persen penduduk dunia menghirup udara dengan kualitas yang buruk. WHO mencatat setiap tahun ada 7 juta kematian, 2 juta di Asia Tenggara berhubungan dengan polusi udara luar ruangan dan dalam ruangan,” pungkas dr Nuryunita.

Simak Video “Pengaruh Polusi Udara pada Tahapan Kehidupan Manusia
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/naf)

Dinkes DKI Ingatkan Masker yang Tak Efektif Tangkal Polusi Udara


Jakarta

Kualitas udara di DKI Jakarta terpantau masih masuk ‘zona merah’ siang ini pukul 14:00 mengacu knowledge IQAir, Selasa (15/8/2023). Konsentrasi PM 2.5 berada di 58.7µg/m³, 11,7 kali lipat melampaui pedoman aman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Dinas Kesehatan DKI mewanti-wanti masyarakat untuk selalu menggunakan masker.

Apa masker yang efektif menangkal polusi?

Kepala Seksi Surveilans Imunisasi Dinkes DKI dr Ngabila Salama menyarankan masyarakat tidak mengenakan masker kain. Partikel polusi udara di PM 2.5 amat kecil, sehingga sangat mudah terhirup.

“Partikel polusi udara kecil, yang terbaik memakai masker N95 dibandingkan masker medis. Apalagi masker kain sangat tidak efektif,” kata dr Ngabila saat dihubungi detikcom Selasa (15/8/2023).

“Selalu pakai jika beraktivitas outside,” pesan dia.

dr Ngabila juga mewanti-wanti kelompok rentan seperti bayi, balita, prelansia, lansia, hingga ibu hamil lebih baik menghindari sementara aktivitas di luar ruang. Selalu memantau kualitas udara sekitar dengan aplikasi, demi menghindari risiko penyakit yang bisa ditimbulkan.

Salah satunya termasuk asma. Di tengah cuaca buruk yang juga dipicu kemarau, ia mengimbau ada baiknya melengkapi 15 imunisasi rutin free of charge untuk anak.

“Ada beberapa imunisasi untuk mencegah terjadinya ISPA dan pneumonia seperti, PCV, haemophilus influenzae tipe B dalam pentavalen. Imunisasi berbayar yang disarankan per tahun ada imunisasi influenzae terutama untuk kelompok rentan anak dan lansia,” jelasnya.

“Untuk menjaga imunitas baik dan tidak mudah sakit terus lakukan pola hidup sehat,” pungkasnya.

Simak Video “Ideas Kurangi Potensi Gangguan Kulit Akibat Polusi Udara Ekstrem
[Gambas:Video 20detik]
(naf/naf)

Dokter Paru ‘Sambut Baik’ WFH Pekerja Imbas Polusi Udara Buruk di Jakarta


Jakarta

Mengatasi masalah polusi udara, pemerintah kini mendorong kebijakan do business from home (WFH) untuk pekerja kantoran di Jakarta. Aturan bekerja secara hibrida atau hybrid working juga diusulkan sebagai upaya menurunkan polusi udara yang terpantau semakin parah beberapa waktu terakhir.

Terkait rencana tersebut, spesialis paru sekaligus Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof dr Tjandra Y Aditama, SpP menyambut baik langkah apapun dalam mengurangi efek buruk polusi udara, termasuk WFH.

“Segala upaya untuk mengurangi dampak polusi udara tentu perlu dilakukan saat ini, di mana angka polutan sedang tinggi-tingginya dan tentu mengganggu kesehatan paru dan saluran napas,” ujar Prof Tjandra saat dihubungi detikcom, Selasa (15/8/2023).

Dia mengharapkan agar ada langkah serius untuk menurunkan polusi udara. Karena kemacetan adalah salah satu penyebab kualitas udara buruk, maka WFH dapat menjadi salah satu jalan keluar untuk menangkal efek polusi.

Tetapi WFH saja tak cukup. Menurutnya perlu ada aturan untuk mengurai kemacetan dan kebijakan lain seperti pembakaran sampah atau pembangunan gedung yang banyak menimbulkan debu, yang menjadi salah satu penyebab adanya polutan berpotensi mengiritasi saluran napas.

“Mengatasi juga polusi akibat industri atau pabrik kalau ada, semuanya baik di Jakarta maupun dari provinsi tetangga,” pungkas Prof Tjandra.

Simak Video “Suggestions Kurangi Potensi Gangguan Kulit Akibat Polusi Udara Ekstrem
[Gambas:Video 20detik]
(kna/vyp)

Instruksi Jokowi demi Tangkal Polusi Udara DKI: WFH sampai Rekayasa Cuaca


Jakarta

Presiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara terkait kondisi udara di Jakarta. Ia memberikan sejumlah instruksi kepada sejumlah menterinya hingga gubernur untuk penanganan polusi udara di Jakarta yang semakin mengkhawatirkan.

“Pagi ini kita rapat terkait kualitas udara di Jabodetabek yang selama 1 pekan terakhir kualitas udara di Jabodetabek sangat sangat buruk. Dan tanggal 12 Agustus 2023 yang kemarin kualitas udara di DKI Jakarta di angka 156 dengan keterangan tidak sehat,” kata Jokowi dalam ratas di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (14/8/2023).

Jokowi menjelaskan soal kualitas udara di DKI Jakarta berada di angka 156 dengan keterangan tidak sehat. Menurut Jokowi, hal ini diakibatkan kemarau panjang selama tiga bulan terakhir.

Terkait polusi udara, Jokowi menginstruksikan perlunya sistem kerja hibrida atau hybrid working untuk mengurangi polusi udara di Jakarta yang menurutnya semakin memburuk dalam beberapa waktu terakhir. Dia mengatakan pemerintah perlu mendorong kantor untuk kembali melaksanakan earn a living from home atau (WFH).

“Jika diperlukan kita harus berani mendorong banyak kantor melaksanakan hybrid working. Work from workplace, earn a living from home mungkin (WFH) saya nggak tahu nanti dari kesepakatan di rapat terbatas ini apakah (Jam) 7-5 2-5 atau angka yg lain,” kata tutur Jokowi.

Dia juga meminta ada rekayasa cuaca untuk memancing hujan di wilayah Jabodetabek demi menangkal polusi udara. Percepatan penerapan batas emisi dan ruang terbuka hijau diperbanyak juga diinstruksikannya terkait polusi udara.

Dalam jangka menengah, pemerintah diminta konsisten dalam menerapkan kebijakan mengurangi kendaraan berbasis fosil dan beralih ke transportasi massal. Dalam jangka panjang, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim juga perlu diperkuat.

“Harus dilakukan pengawasan kepada sektor industri dan pembangkit listrik terutama di sekitar Jabodetabek,” pungkas Jokowi.

Simak Video “Ideas Kurangi Potensi Gangguan Kulit Akibat Polusi Udara Ekstrem
[Gambas:Video 20detik]
(kna/up)

Kualitas Udara DKI dan Sekitarnya Ngegas Lagi, Begini Imbauan Kemenkes


Jakarta

Kualitas udara DKI Jakarta dan beberapa wilayah sekitarnya tengah menjadi sorotan masyarakat. Banyak warganet menilai bahwa kondisi polusi beberapa waktu terakhir memang begitu parah. Bahkan dalam beberapa kesempatan polusi dapat terlihat jelas di beberapa lokasi.

Berdasarkan situs IQAir, Air High quality Index (AQI) Jakarta pada Selasa (8/8/2023) pukul 8.00 WIB memasuki ‘zona merah’ atau tidak sehat tepatnya di angka 165.

“Konsentrasi PM 2.5 di Jakarta saat ini 16,6 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO,” jelas IQAir dalam situs resminya.

Sementara itu, knowledge Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta pada 08.00 WIB menunjukkan kualitas udara tidak sehat di Jakarta Pusat (101) dan Jakarta Timur (111). Sementara itu, kualitas udara terpantau sedang di Jakarta Barat (63), Jakarta Utara (89), dan Jakarta Selatan (93).

Selain DKI Jakarta, wilayah sekitar seperti Tangerang Selatan juga menghadapi situasi serupa. Berdasarkan situs IQAir, Tangerang Selatan pada 07.00 WIB memiliki AQI 196 dan masuk dalam kategori tidak sehat. Bahkan pada tengah malam pukul 00.00 WIB, sempat menyentuh angka 238 atau sangat tidak sehat.

Berkaitan dengan kondisi tingginya polusi udara dalam beberapa waktu terakhir, Kementerian Kesehatan RI mengatakan bahwa pihaknya saat ini tengah melakukan pembahasan akan dampak kesehatan yang dapat terjadi di tengah masyarakat

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi menjelaskan saat ini banyak program juga dilakukan oleh lintas sektor untuk mengatasi tingginya polusi udara.

“Ada pembahasan terkait soal kondisi polusi yang sedang terjadi. Beberapa intervensi multi program juga harus dilakukan. Jadi memang tidak bisa dari sektor kesehatan sendiri,” ucap dr Nadia ketika dihubungi detikcom.

Adapun beberapa program lintas sektor tersebut di antaranya inexperienced infrastructure, ruang terbuka hijau, penetapan pajak emisi, kawasan tanpa rokok, penggunaan energi bersih, dan inexperienced constructing.

Lebih lanjut, dr Nadia juga mengimbau masyarakat untuk melakukan pencegahan-pencegahan yang dapat dilakukan untuk terhindar dari ancaman penyakit yang diakibatkan oleh polusi udara.

“Tentu kalau menjaga diri dari udara yang kurang bersih kita harus menggunakan masker saat beraktivitas di tempat terbuka. Selain itu juga menutup ruangan kalau memang kualitas udara tidak baik, bila memungkinkan pakai penyaring udara,” ucap dr Nadia.

“Jangan lupa juga merokok itu juga menyebabkan polusi udara. Nah, itu terutama yang harus dihindari,” pungkasnya.

Simak Video “Polusi Jakarta Memprihatinkan, Paparannya Bikin Iritasi Saluran Napas
[Gambas:Video 20detik]
(avk/up)