Jakarta

Prevalensi diabetes di Indonesia terus merangkak naik dari semula 10,7 juta jiwa di 2019, menjadi 19,5 juta pada 2021. Indonesia menduduki peringkat kelima di dunia dengan kasus diabetes terbanyak di 2021, naik dari peringkat tujuh pada 2019.

Berdasarkan catatan BPJS Kesehatan di 2020, hanya 2 juta jiwa di antaranya yang sudah terdiagnosis dan mendapatkan penanganan melalui pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sementara pasien yang bisa mengontrol kadar gula darah dengan baik dari complete tersebut relatif rendah yakni 1,2 persen.

“Dari sisi ekonomi makro, kondisi ini dinilai cukup memprihatinkan karena berpotensi
meningkatkan pengeluaran biaya pemerintah untuk menangani komplikasi,” terang Ketua PP Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) Prof Dr dr Ketut Suastika, dalam keterangannya, dikutip Kamis (16/11/2023).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengutip laporan CHEPS Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dan PERKENI 2016, Prof Ketut menyebut 74 persen anggaran diabetes memang digunakan untuk mengobati komplikasi.

Karenanya, ia melihat penting untuk mulai memberdayakan dokter umum di di Fakultas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti puskesmas.

“Melihat kapasitas yang ada, terdapat peluang untuk meningkatkan kemampuan dokter umum di FKTP dalam menangani kasus pra-diabetes melitus, kasus diabetes melitus tipe 2 tanpa komplikasi, dan melakukan tindakan pencegahan komplikasi untuk kasus diabetes melitus tipe 2 berat.”

Menurutnya, hal ini efektif untuk menekan kasus diabetes berakhir berat atau berujung komplikasi. Utamanya dengan menggencarkan deteksi dini, juga manajemen penyakit diabetes.

Terlebih, di tengah kesenjangan rasio tenaga kesehatan dan pasien, kebutuhan pemberdayaan dokter umum diperlukan demi melakukan intervensi diabetes lebih luas.

“PERKENI bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan telah mengembangkan kurikulum pelatihan yang terakreditasi sebagai modul pelatihan standar bagi dokter umum di seluruh Indonesia untuk membekali tenaga kesehatan profesional di FKTP,” tambah Prof Suastika.

Studi Diabetes in Major Care (DIAPRIM) yang dilakukan oleh Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Universitas Indonesia (CHEPS UI) baru-baru ini juga menunjukkan peralihan terapi insulin dari fasilitas rujukan tingkat layanan (FKRTL) ke fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) signifikan mengurangi beban JKN untuk penanganan diabetes sebanyak 14 persen.

Indonesia saat ini hanya membuka terapi insulin di FKRTL. Namun, mengacu pada pedoman pelayanan kedokteran untuk diabetes melitus tipe 2 seperti yang dijelaskan PERKENI, dokter umum sebenarnya diperbolehkan untuk membantu pasien menjalani terapi insulin, demi menghindari kasus komplikasi.

“Pendekatan ini tidak hanya terbukti dapat menghemat biaya, tetapi juga berdampak pada peningkatan kualitas hidup pasien dan mencegah komplikasi. Hasil studi menekankan pentingnya merealisasikan hasil temuan ke dalam langkah-langkah yang dapat ditindaklanjuti, termasuk perubahan kebijakan seperti menyelaraskan Formularium Nasional dengan PNPK, memastikan kompetensi dan kemampuan fasilitas layanan kesehatan primer, dan memulai reformasi remunerasi di layanan kesehatan primer,” beber Lead researcher Heart for Well being Economics and Coverage Research (CHEPS)
Universitas Indonesia, Prof Budi Hidayat, SKM, MPPM, PhD.

Simak Video “Waspada Diabetes pada Anak
[Gambas:Video 20detik]
(naf/naf)