Tag: Jepang

Jepang Pusing Populasi Anjlok, Beri Janji Buat Keluarga yang Punya Anak Banyak


Jakarta

Jepang sedang dilanda kekhawatiran karena jumlah kelahiran menurun. Sederet upaya pun dilakukan demi meningkatkan jumlah kelahiran bayi di negara tersebut.

Terbaru, Pemerintah Jepang berencana untuk menggratiskan biaya kuliah universitas dan biaya pendidikan bagi rumah tangga yang memiliki tiga anak atau lebih mulai tahun fiskal 2025, yang berakhir pada Maret 2026.

Diberitakan The Japan Occasions, tidak akan ada batasan pendapatan untuk program yang direncanakan ini, yang akan menjadi salah satu langkah penting di antara langkah-langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya yang dijanjikan oleh Perdana Menteri Fumio Kishida untuk mengatasi penurunan angka kelahiran di negara tersebut.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemerintah akan memasukkan program ini sebagai bagian dari strateginya untuk meningkatkan masa depan anak-anak yang akan diputuskan pada akhir tahun ini. Program biaya kuliah free of charge juga dirancang untuk mencakup siswa yang menghadiri perguruan tinggi junior, perguruan tinggi teknik, dan lembaga pendidikan lainnya.

Dengan adanya program biaya sekolah free of charge, pemerintah berharap dapat meningkatkan bantuan keuangannya kepada rumah tangga yang kesulitan dengan biaya pendidikan. Pemerintah juga akan menaikkan batas atas tunjangan penitipan anak yang diberikan kepada orang tua tunggal dan rumah tangga berpenghasilan rendah untuk anak ketiga dan seterusnya.

Angka kelahiran di Jepang terus menurun meskipun ada serangkaian inisiatif pemerintah yang bertujuan untuk membalikkan tren tersebut. Jumlah bayi baru lahir turun menjadi 799.728 pada tahun 2022, turun 5,1 persen dari tahun 2021, Kementerian Kesehatan Jepang mengumumkan pada 28 Februari.

Angka tersebut merupakan angka terendah sejak pencatatan dimulai pada tahun 1899.

Simak Video “FDA Setujui 2 Terapi Gen Baru untuk Penyakit Sel Sabit
[Gambas:Video 20detik]
(kna/kna)

Bicara di G20, PM Jepang Pastikan Limbah Nuklir yang Dibuang ke Laut Aman


Jakarta

Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menjelaskan soal pelepasan air olahan dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima ke laut. Pihaknya menegaskan bahwa pelepasan air tersebut dipastikan aman.

Badan Energi Atom Internasional (IAEA) juga menyimpulkan bahwa tidak ada dampak yang berbahaya, baik untuk manusia maupun lingkungan. Hal ini diungkapkan oleh Kishida pada sesi G20 Sabtu (9/9/2023) di India.

“Perdana Menteri Kishida menjelaskan bahwa knowledge yang dipantau sejak pembuangan (air) bulan lalu telah dipublikasikan dengan cepat dan sangat transparan. Dan tidak ada masalah yang muncul dari sudut pandang ilmiah,” kata Hikariko Ono, sekretaris pers di kementerian luar negeri Jepang, dikutip dari Reuters.

“Sayangnya, beberapa negara telah mengambil tindakan yang tidak biasa seperti menangguhkan seluruh impor produk pangan laut Jepang, sebagai respons terhadap pembuangan (air) ke laut baru-baru ini,” lanjutnya tanpa menyebutkan nama negara mana pun.

Jepang mulai melepaskan air radioaktif yang diolah dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima ke Samudera Pasifik bulan lalu. Hal ini mendapat kritikan keras dari China hingga melarang semua impor makanan laut dari Jepang.

Menanggapi itu, Kishida telah membawa kritikan keras itu ke Organisasi Perdagangan Dunia dan menjelaskan sikap yang diambil untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Ke depannya, Jepang akan terus bekerja sama dengan IAEA dan memberikan bukti ilmiah tentang kondisi air tersebut secara transparan kepada masyarakat.

“Jepang akan terus bekerja sama dengan IAEA dan memberikan penjelasan kepada masyarakat internasional berdasarkan bukti ilmiah dengan itikad baik dan cara yang sangat transparan,” beber Ono merujuk pada pernyataan Kishida di G20.

Simak Video “Jepang Buang Limbah Nuklir, Warga Fukushima: Pemerintah Ingkar Janji
[Gambas:Video 20detik]
(sao/kna)

Viral Singapura Temukan Sayuran Tercemar Limbah Nuklir Jepang, Ini Faktanya


Jakarta

Viral Singapura disebut menemukan makanan dari Jepang mengandung kontaminasi limbah nuklir, dari pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima Jepang. Badan Pengawas Pangan Singapura (SFA) buka suara, memberikan klarifikasinya pada Minggu (3/9/2023).

Dipastikan, negara tetangga RI tersebut belum menemukan sampel makanan yang terkontaminasi dari PLTN Fukushima Jepang.

Klarifikasi ini menyusul laporan Wall Avenue Journal (WSJ) dalam podcast bertajuk pelarangan makanan impor Jepang di banyak negara. Pasalnya, dalam pembahasan tersebut disebutkan Singapura menemukan kontaminasi radioaktif di sampel sayuran dari Jepang.

“Podcast WSJ merujuk pada rilis media yang dilakukan oleh mantan Otoritas Agri-Meals & Veterinary Singapura pada tahun 2011,” kata SFA, membantah informasi yang beredar.

Meskipun podcast tersebut diposting di situs WSJ pada 24 Agustus, pernyataan temuan kontaminasi di sayuran Jepang sebenarnya merupakan laporan kejadian 25 Maret 2011, dua minggu setelah bencana nuklir Fukushima di Jepang.

SFA menambahkan, pihaknya belum menemukan sampel sayuran yang terkontaminasi dari Jepang atau produk makanan terlarang dari prefektur Jepang manapun baru-baru ini.

Badan tersebut juga menegaskan kembali bahwa mereka mengadopsi pendekatan berbasis sains dalam menilai risiko keamanan pangan.

“Makanan yang diimpor ke Singapura tunduk pada sistem pengawasan dan pemantauan SFA, yang mencakup pengawasan radiasi dan tindakan penegakan hukum akan diambil jika ada makanan impor yang ditemukan tidak aman atau tidak layak untuk dikonsumsi.”

Menanggapi pertanyaan tentang keamanan pangan menyusul keputusan Jepang untuk membuang air limbah Fukushima ke Samudera Pasifik, Menteri Keberlanjutan dan Lingkungan Hidup Singapura Grace Fu juga turut memberikan pernyataan.

Pihaknya dengan yakin telah memantau cermat impor pangan, termasuk yang berasal dari Jepang.

“Badan Lingkungan Nasional (NEA) menilai bahwa rencana pembuangan air radioaktif yang telah diolah dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima ke laut oleh Jepang kemungkinan besar tidak akan berdampak pada air laut di atau sekitar perairan Singapura,” tambahnya.

“Radioaktivitas yang diukur tetap berada dalam tingkat alamiah kita.”

Pada tanggal 24 Agustus, pihak berwenang Jepang mulai membuang air olahan ke laut yang digunakan untuk mendinginkan reaktor yang rusak.

Badan Perikanan Jepang menemukan bahwa ikan yang diuji di perairan sekitar pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima tidak mengandung tingkat radiasi yang terdeteksi, dua hari setelah limbah tersebut dilepaskan.

Namun, China telah melarang semua impor makanan laut Jepang setelah pelepasan tersebut, sementara Hong Kong telah membatasi produk makanan laut dari 10 prefektur di Jepang.

Korea Selatan juga menyaksikan protes dengan sekitar 50.000 orang menggelar aksi demo menuntut pemerintah negara tersebut mengambil tindakan.

Simak Video “Jepang Buang Limbah Nuklir, Warga Fukushima: Pemerintah Ingkar Janji
[Gambas:Video 20detik]
(naf/kna)

Miris, Dokter Residen di Jepang Bunuh Diri Diduga usai Lembur 200 Jam Sebulan


Jakarta

Seorang dokter di rumah sakit Jepang meninggal karena bunuh diri setelah mengalami gangguan psychological akibat terlalu banyak bekerja. Keluarganya mengungkap dokter residen itu masuk kerja selama lebih dari 200 jam sebulan.

Takashima Shingo bekerja sebagai dokter residen di sebuah rumah sakit di Kota Kobe. Dia bunuh diri pada Mei 2022 karena tekanan psychological yang dialaminya.

Diberitakan CNN, menurut pengacara keluarga dalam konferensi pers Jumat (25/8/2023), Takashima telah bekerja lembur lebih dari 207 jam sebulan sebelum kematiannya dan tidak mengambil cuti selama tiga bulan.

Sebelum bunuh diri, kata ibunya, Junko Takashima, dokter akan mengatakan ‘kondisinya terlalu sulit’ dan ‘tidak ada yang mau membantunya’.

“Anak saya tidak akan menjadi dokter yang baik hati, dia juga tidak akan mampu menyelamatkan pasien dan berkontribusi kepada masyarakat,” kata Junko.

“Namun, saya sangat berharap lingkungan kerja para dokter ditingkatkan sehingga hal yang sama tidak terjadi lagi di masa depan,” lanjutnya.

Sementara itu pihak rumah sakit Konan Medical Heart membantah tuduhan tersebut. Namun badan pengawas ketenagakerjaan pemerintah memutuskan bahwa kematiannya disebabkan oleh kecelakaan kerja karena jam kerjanya yang panjang, yang menyoroti tekanan besar yang diberikan kepada petugas kesehatan.

Keluarga Takashima menggambarkan apa yang mereka katakan sebagai seorang pemuda yang putus asa dan mengungkapkan kesedihan mereka atas kematiannya.

Jepang telah lama berjuang melawan budaya kerja berlebihan yang terus-menerus, dengan karyawan di berbagai sektor melaporkan jam kerja yang berat, tekanan tinggi dari supervisor, dan rasa hormat kepada perusahaan, menurut Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan.

CATATAN: Informasi ini tidak untuk menginspirasi siapapun untuk bunuh diri. Jika Anda memiliki pikiran untuk bunuh diri, segera cari bantuan dengan menghubungi psikolog atau psikiater terdekat. Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami tanda peringatan bunuh diri, segera hubungi Hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes 021-500-454.

Simak Video “Soal Aksi Bullying Dokter, Ketum PB IDI Akan Bertindak Tegas
[Gambas:Video 20detik]
(kna/kna)

Pantas Panjang Umur! Makin Banyak Warga Jepang yang Ogah Merokok, Ini Sebabnya


Jakarta

Jumlah pria dan wanita yang merokok di Jepang tercatat menurun sepanjang 2022, mengacu pada information dari survei oleh Kementerian Kesehatan. Kira-kira, apa yang berhasil membuat warga Jepang menjadi ogah merokok?

Survei tersebut sekaligus menyoroti peningkatan kesadaran kesehatan masyarakat berkenaan dengan undang-undang yang direvisi untuk menindaklanjuti para perokok pasif. Tercatat, tingkat merokok pria turun 3,4 poin persentase dari survei sebelumnya pada 2019 menjadi 25,4 persen. Sedangkan pada wanita, tingkat merokok turun 1,1 poin menjadi 7,7 persen.

Survei Kementerian Kesehatan, Perburuhan, dan Kesejahteraan mengartikan ‘perokok’ sebagai responden berusia 20-an ke atas yang mengaku merokok setiap hari atau kadang-kadang merokok di beberapa hari tertentu saja.

Untuk kelompok laki-laki, information pada 2022 menunjukkan penurunan jumlah perokok laki-laki menjadi hanya satu dari empat orang. Pada 2001, survei serupa sempat dilakukan dan ditemukan bahwa satu dari dua orang merokok, dengan jumlah persentase perokok laki-laki sebesar 48,4 persen.

Undang-undang promosi kesehatan yang direvisi berlaku mulai April 2020. Di antaranya, undang-undang tersebut memuat larangan merokok di dalam ruangan di banyak tempat. Aturan tersebut juga mewajibkan perusahaan yang mengizinkan merokok dalam ruangan untuk menyediakan ruang terpisah untuk perokok.

Survei menunjukkan tingkat penggunaan tembakau tertinggi ada di kelompok pria berusia 40-an, yaitu sebesar 34,6 persen, diikuti oleh 32,6 persen pria berusia 50-an dan 29,9 persen pria berusia 30-an.

Sedangkan di kelompok wanita, mereka yang berusia 50-an merupakan kelompok terbesar sebanyak 12,0 persen. Sedangkan mereka yang berusia 40-an mencapai 11,6 persen dan wanita berusia 30-an mencapai 9 persen.

Sementara tingkat merokok di antara orang-orang berusia 30-an hingga 50-an sangat tinggi, hampir semua kelompok umur mencatat penurunan dari survei dibandingkan survei sebelumnya pada 2019.

Simak Video “Marlboro Akan Buat Rokok Authorized untuk Anak-anak
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/kna)

Buntut Populasi Anjlok, Ternyata Ini Alasan Ibu di Jepang Ngaku Nyesal Punya Anak

Jakarta

Krisis populasi di Jepang semakin ngeri, Kementerian Dalam Negeri Jepang menyebut jumlah populasi di negara itu menyusut lebih dari 800 ribu untuk pertama kalinya.

Penurunan dilaporkan hampir di semua prefektur Jepang. Catatan ini menjadi penanda Jepang 14 kali berturut-turut melaporkan rendahnya populasi sejak 2009 hingga 2022. Secara complete populasi saat ini berada di angka 125,4 juta.

Diduga fenomena penurunan populasi hingga angka kelahiran di Jepang disebabkan oleh banyaknya warga yang ogah menikah dan memiliki anak.

Beredar anggapan yang menyatakan masyarakat Jepang terbiasa hidup dengan kenyamanan, teknologi canggih, dan standar yang tinggi. Lingkungan ini memberi mereka banyak kemewahan dan gaya hidup yang relatif mudah.

Akibatnya, beberapa orang dewasa muda mulai memprioritaskan kenyamanan pribadi dan pemanjaan diri, daripada tantangan dan pengorbanan yang terkait dengan membesarkan anak.

Salah satu ibu di Jepang juga sempat viral karena cuitannya di Twitter. Ia mengungkapkan rasa penyesalannya lantaran pernah memilih untuk memiliki bayi.

Setelah memiliki bayi, ibu tanpa diungkap identitasnya itu mengaku tak bisa bangun jam tujuh pagi di akhir pekan, tak bisa memasak sarapan, jalan-jalan di taman, hingga tak bisa tidur tepat pada waktu jam sembilan malam waktu setempat.

“Saya lelah hidup dengan perasaan terus-menerus menekan diri saya yang sebenarnya sejak putri saya lahir,” ungkapnya dikutip dari UCA Information, Minggu (5/8/2023).

Tweet tersebut mengungkapkan rasa frustasi seorang ibu dan keengganannya untuk berusaha demi anaknya, dan menimbulkan kekhawatiran terkait prioritas keinginan pribadi daripada tanggung jawab orang tua.

Hampir Setengah Warga Jepang yang Belum Menikah Ogah Punya Anak

Dalam riset terpisah yang dilakukan oleh Rohto Pharmaceutical, ditemukan bahwa hampir setengah dari orang yang belum menikah di bawah 30 tahun di Jepang mengatakan mereka tidak menginginkan anak. Dilihat dari jenis kelamin, sebanyak 53 persen pria dan 45,6 persen wanita mengaku tidak tertarik untuk menjadi orang tua.

Riset tersebut dilakukan terhadap 400 responden berusia antara 18 hingga 29 tahun. Sebanyak 49,4 persen di antaranya mengaku tidak tertarik untuk memiliki anak.

Simak Video “Kehadiran WNA Bantu Menutupi Krisis Populasi di Jepang
[Gambas:Video 20detik]
(suc/suc)

Horor Krisis Populasi Jepang, Angka Kesuburan Ngedrop-450 Sekolah Tutup Tiap Tahun


Jakarta

Krisis populasi di Jepang makin ngeri, Kementerian Dalam Negeri Jepang menyebut jumlah populasi di negeri Sakura itu menyusut lebih dari 800 ribu untuk pertama kalinya.

Penurunan dilaporkan hampir di semua prefektur Jepang. Catatan ini menjadi penanda Jepang 14 kali berturut-turut melaporkan rendahnya populasi sejak 2009 hingga 2022. Secara complete populasi saat ini berada di angka 125,4 juta.

Hal yang juga memperparah tren tersebut adalah rekor kematian tertinggi yakni lebih dari 1,56 juta. Sangat kontras dengan jumlah kelahiran rendah secara historis di 771 ribu, pertama kalinya dilaporkan berada di bawah 800 ribu sejak pemerintah memulai pencatatan.

Angka Kelahiran Ngedrop

Seperti yang bisa dibayangkan, tren ini menjadi tantangan negara Jepang seiring dengan banyaknya populasi menua. Meskipun angka kelahiran mereka termasuk yang tertinggi di dunia, tetap saja, itu juga dibebani dengan kenyataan Jepang menjadi salah satu tingkat kesuburan terendah.

Banyak negara Asia timur lain yang juga mengalaminya, termasuk Korea Selatan dan China.

Pada tingkat kesuburan 1,3 kelahiran per wanita, menurut information Financial institution Dunia, Jepang secara signifikan kurang dari sekitar dua kelahiran per wanita yang diperlukan untuk mempertahankan populasi stabil. Sederhananya, saat ini tidak banyak wanita muda yang memilih hamil dan memiliki anak.

Faktornya bermacam-macam, termasuk ekonomi, tetapi faktanya adalah seiring bertambahnya populasi dari tahun ke tahun, tenaga kerja juga berkurang. Titik yang mengkhawatirkan tahun lalu menyebabkan Perdana Menteri Fumio Kishida menekankan pada bulan Januari bahwa Jepang berdiri di ambang batas apakah populasinya dapat terus produktif, menurut The Guardian.

Sekolah Tutup

Pemerintah Jepang telah mencoba mengimbangi penurunan domestik dengan sedikit melonggarkan kebijakan imigrasi pintu tertutupnya. Meskipun populasi penduduk asing mencapai rekor tertinggi 3 juta berkat peningkatan sepuluh persen, itu masih belum cukup untuk menggerakkan jumlah usia produktif di Jepang secara keseluruhan.

Sekolah-sekolah, terutama di daerah pedesaan, ditutup pada tingkat yang mengkhawatirkan sekitar 450 sekolah tutup setiap tahun. Lebih dari 1,2 juta usaha kecil terjebak dengan pemilik berusia 30 tahun tanpa penerus, dan bahkan Yakuza terluka karena darah muda.

Mengindahkan tulisan di dinding, pemerintah Jepang meluncurkan Badan Anak dan Keluarga yang baru pada bulan April untuk mengawasi tingkat kelahiran dan krisis pengasuhan anak, tetapi membalikkan tren dalam beberapa dekade tentu bukanlah hal mudah.

Simak Video “ Warga Hong Kong Lebih Pilih Punya Kucing Dibanding Bayi
[Gambas:Video 20detik]
(naf/naf)

Nyaris 50 Persen Warga Jepang yang Belum Menikah Umur 30 Ogah Jadi Ortu


Jakarta

Krisis populasi yang menerpa Jepang kini disebut-sebut gegara banyak warga di sana ogah memiliki anak. Seiring ketar-ketir pemerintah saat ini, sebuah riset beberapa waktu lalu menemukan bahwa hampir setengah warga Jepang yang belum menikah di bawah umur 30 tahun memang tidak tertarik untuk memiliki anak. Bagaimana temuannya?

Dikutip dari Kyodo Information, riset tersebut diadakan oleh perusahaan farmasi Rohto Pharmaceutical Co. Mereka melakukan penelitian terhadap 400 responden berusia 18 hingga 29 tahun. Sebanyak 49,4 persen responden mengaku tidak ingin memiliki anak.

Jika dilihat dari jenis kelamin, sebanyak 53 persen pria dan 45,6 persen wanita tidak tertarik untuk menjadi orang tua. Dengan alasan, membesarkan anak memerlukan biaya yang tinggi. Selain itu, mereka juga cemas tentang masa depan Jepang, sehingga merasa lebih baik tidak punya anak.

Survei tersebut digelar setelah knowledge pemerintah Jepang menunjukkan, jumlah bayi yang lahir di negara tersebut anjlok tahun lalu, mencapai di bawah 800.000 kelahiran untuk pertama kalinya sejak pencatatan dimulai pada 1899.

Untuk memulihkan tren penurunan angka kelahiran, pemerintah Jepang pada bulan April meluncurkan Badan Anak dan Keluarga. Badan ini dibuat dengan tujuan mengawasi kebijakan anak, juga termasuk kasus pelecehan anak dan kemiskinan.

Survei pada 2022 juga menemukan bahwa 48,1 persen pria dan wanita menikah yang ingin memiliki anak bekerja sama untuk meningkatkan kesuburan pasangan.

Di samping itu, seorang pejabat perusahaan berspekulasi bahwa orang-orang menghabiskan lebih sedikit waktu dengan pasangan mereka. Hal ini disebabkan kehidupan berangsur-angsur kembali regular setelah pandemi COVID-19.

Simak Video “Angka Kelahiran Jepang Anjlok, Pejabat Khawatir Negaranya Lenyap
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/naf)

Makin Anjlok! Pertama Kalinya, Seluruh Wilayah Jepang Catat Penurunan Populasi


Jakarta

Jepang diterpa krisis populasi gegara banyak warganya tidak mau punya anak. Imbasnya, populasi Jepang turun sebanyak 801 ribu pada 2022 dari tahun sebelumnya, dengan whole menjadi 122.423.038. Hal itu menandai penurunan terbesar untuk pertama kalinya di seluruh 47 prefektur Jepang.

Hal itu diungkapkan melalui information pemerintah pada Rabu (26/7/2023). Mereka mencatat, untuk pertama kalinya, seluruh prefektur di Jepang mencatat penurunan populasi secara bersamaan sejak survei dimulai pada 1968.

Dikutip dari The Mainichi, per 1 Januari 2023, populasi Jepang, termasuk penduduk asing, mencapai 125.416.877, turun sekitar 511.000 dari tahun sebelumnya. Hal itu tercatat dalam survei demografi oleh Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi.

Berangkat dari kondisi tersebut, pemerintah Jepang kini terdesak untuk mengembangkan langkah-langkah mengatasi penurunan angka kelahiran. Sembari itu, mereka juga harus meningkatkan kesempatan kerja bagi kaum muda dan para perempuan.

Perdana Menteri Fumio Kishida menyoroti, negaranya memerlukan upaya yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Tak lain, demi mendongkrak angka kelahiran dan sebagai upaya terakhir untuk menahan penurunan populasi hingga 2030. Pasalnya sempat muncul prediksi, warga berusia muda di Jepang akan punah pada tahun tersebut.

Warga negara Jepang menurun selama 14 tahun berturut-turut pada tahun 2022, dengan rekor terendah 772.000 kelahiran di Jepang secara signifikan dilampaui oleh rekor tertinggi 1,57 juta kematian.

Menurut prefektur, hanya Tokyo yang mengalami peningkatan populasi secara keseluruhan. Itu pun berkat banyaknya orang asing yang masuk ke ibu kota Jepang. Sementara Prefektur Akita di timur laut Jepang mengalami penurunan populasi terbesar sebesar 1,65 persen.

Di antara kotamadya, sebanyak 92,4 persen mengalami penurunan populasi warga negara Jepang. Sementara yang mengalami peningkatan tercatat ada hanya sebanyak 7,6 persen.

Warga berusia 14 tahun ke bawah menyumbang 11,82 persen dari populasi Jepang, turun 0,18 poin persentase dari tahun sebelumnya. Sementara itu, orang berusia 65 tahun ke atas meningkat 0,15 poin menjadi 29,15 persen.

Penduduk yang bekerja atau terhitung dalam rentang usia antara 15 dan 64 tahun, naik sebesar 0,03 poin menjadi 59,03 persen dari keseluruhan penduduk.

Simak Video “Kehadiran WNA Bantu Menutupi Krisis Populasi di Jepang
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/kna)

Jepang Panas Ekstrem, Anak-anak Terancam Kena Heatstroke saat Berenang


Jakarta

Seiring suhu panas ekstrem di Jepang, banyak keluarga membawa anak-anaknya berenang di kolam renang dengan harapan, bisa mendinginkan tubuh. Namun rupanya, hal ini justru bisa memicu risiko kasus warmth stroke (sengatan panas), lantaran orang-orang yang berenang seringkali tak menyadari bahwa tubuhnya sedang kekurangan asupan cairan.

Pada 7 Juli 2023, muncul kasus enam siswa kelas empat di sekolah dasar kota di Bangsal Inage kota Chiba mengeluh merasa tidak enak badan setelah berenang. Keenamnya kemudian dibawa ke rumah sakit, dan dicurigai mengalami gejala warmth stroke.

“Lebih sulit untuk menyadari bahwa seseorang haus saat berada di kolam karena air masuk ke mulut saat berenang,” ungkap Pejabat Badan Olahraga dikutip dari The Mainichi, Jumat (21/7/2023).

“Kami menyarankan untuk menghidrasi secara proaktif dan keluar dari kolam untuk beristirahat di tempat teduh,” sambungnya.

Seorang pejabat Badan Olahraga Jepang menjelaskan, umumnya tubuh mendingin ketika keringat menguap dari kulit. Namun, keringat tidak menguap saat berada di dalam air, sehingga suhu tubuh lebih sulit untuk turun.

Meskipun kebutuhan asupan air terpenuhi sesuai dengan keringat yang dikeluarkan, warga Jepang tetap diniatkan untuk rutin beristirahat di tempat teduh. Dengan begitu, warga bisa mendinginkan kepala yang berjam-jam terpapar sinar matahari.

Sebuah studi Dewan Olahraga Jepang menemukan ada 179 kasus warmth stroke di kolam renang SD dan SMP di seluruh Jepang antara tahun ajaran 2013 dan 2017. Pada kasus yang paling umum, sebanyak 92 dari 179 kasus, orang menderita warmth stroke saat mereka berenang atau setelah berenang.

Mengacu kepada knowledge dari Dewan Olahraga Jepang dan sumber lain, warga perlu berhati-hati ketika berenang dengan suhu mencapai lebih dari 33-34 derajat celcius. Pasalnya pada suhu tersebut, air disebut sebagai ‘air termonetral’, yang tidak memengaruhi suhu tubuh ketika seseorang diam di dalam air.

Namun ketika suhu air lebih tinggi dari ini, suhu tubuh secara alami meningkat bahkan tanpa berolahraga. Semakin tinggi suhu air, semakin banyak orang berkeringat dan mengalami dehidrasi, yang berarti semakin tinggi risiko terjadinya warmth stroke.

Simak Video “Sejumlah Kota-kota Besar di China Dilanda Suhu Panas Ekstrem
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/kna)