Tag: KRIS

Bos BPJS Kesehatan Ungkap Tantangan Penerapan KRIS, Pengganti Kelas 1-3


Jakarta

Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti berbicara soal tantangan penerapan sistem kelas rawat inap standar (KRIS) yang kini sedang disiapkan oleh pemerintah. Penerapan uji coba KRIS saat ini tengah dilakukan secara bertahap sampai nantinya direncanakan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

Menurut Prof Ghufron, perlu dilakukan sosialisasi yang tepat dan masif berkaitan dengan penerapan KRIS di masyarakat. Hal ini perlu dilakukan agar masyarakat, khususnya peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tidak kebingungan dalam menghadapi perubahan kebijakan yang ada.

“Intinya jangan sampai masyarakat itu nantinya bingung kalau sebelumnya ada kelas 1, kelas 2, kelas 3, sekarang jadi kelas standar. Itu harus jelas,” ujar Prof Ghufron ketika ditemui detikcom di Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat ini penerapan KRIS masih dalam tahapan uji coba. Prof Ghufron menuturkan kini pihaknya masih menunggu keputusan Kementerian Kesehatan mengenai tata laksana penerapan KRIS nantinya.

“Makanya sekarang itu masih dalam suatu proses kebijakan dan masih uji coba. Maka kita tunggu hasil uji cobanya ya,” sambung Prof Ghufron.

Menurut Keputusan Direktur jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor Hk.02.02/I/2995/2022 tentang Rumah Sakit Penyelenggara Uji Coba Penerapan KRIS-JKN, rumah sakit harus memenuhi 12 kriteria sarana dan prasarana KRIS. Penerapan standar tersebut dilakukan untuk meningkatkan kenyamanan pasien yang menjalani perawatan di ruang inap.

Adapun 12 kriteria fasilitas rawat inap dengan sistem KRIS meliputi standar komponen bangunan, ventilasi udara, pencahayaan ruangan, kelengkapan tempat tidur berupa kontak dan nurse name, nakas per tempat tidur, suhu ruangan, pembagian ruangan, kepadatan ruangan, tirai, kamar mandi dalam ruangan yang sesuai standar aksesibilitas, dan outlet oksigen.

Simak Video “BPJS Kesehatan Launching Transformasi Mutu Layanan JKN Tahun 2023
[Gambas:Video 20detik]
(avk/naf)

Minta Rencana KRIS Dikaji Matang, YLKI: Jangan Sampai Timbulkan Anomali


Jakarta

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mewanti-wanti agar rencana penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) perlu dikaji secara matang. Sebab jika hal itu dilakukan maka berpotensi merugikan peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Menurutnya, peserta kelas tiga akan mengalami kenaikan iuran, sementara peserta kelas satu akan mengalami penurunan kelas menjadi kelas standar, yakni kelas dua.

“Secara filosofis dan sosiologis, KRIS tidak punya landasan yang jelas dan konkrit. Padahal saat ini yang dibutuhkan konsumen alias peserta JKN adalah standardisasi pelayanan untuk semua kategori peserta dan kelas JKN,” kata Tulis dalam keterangan tertulis, Senin (31/7/2023).

Menurutnya, kerugian KRIS yang lain adalah jika peserta JKN tidak mau dengan pelayanan kelas standar, maka peserta tersebut akan diminta memilih rumah sakit lain yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Rumah sakit lain yang dimaksud bisa rumah sakit swasta yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan yang cenderung lebih mahal. Bagi rumah sakit, KRIS akan menciptakan bom waktu karena rumah sakit harus menata ulang infrastruktur seperti ruangan dan alat-alat kesehatan.

“Pendapatan rumah sakit juga akan tergerus. Program KRIS akan berbuntut panjang menciptakan clustering baru rumah sakit, yaitu rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Rumah sakit yang berbasis JKN akan dianggap rumah sakit kelas bawah, sementara yang tidak bekerja sama akan dicitrakan sebagai rumah sakit dengan pelayanan yang lebih andal. Ini bahaya,” ujarnya.

Mempertimbangkan berbagai situasi tersebut, Ia pun meminta agar Kementerian Kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) tidak perlu memaksakan KRIS. Wacana kebijakan KRIS dinilainya harus ditelaah dengan baik, demi kepentingan peserta JKN.

“Jika kebijakan KRIS terwujud, ini bisa jadi upaya menenggelamkan Program JKN dan BPJS Kesehatan. Tidak relevan kalau dibilang KRIS ini untuk menyelamatkan finansial BPJS Kesehatan karena aspek finansial BPJS Kesehatan sudah surplus. Jangan sampai KRIS ini di kemudian hari menimbulkan anomali dan persoalan yang lebih sophisticated. Bagi konsumen, yang sangat mendesak sekarang adalah standardisasi pelayanan, bukan kelas standar,” tutupnya.

(anl/ega)