Tag: Milenial

Psychological Gen Z Lebih Lemah dari Milenial Cuma Mitos, Hasil Riset Ungkap Faktanya


Jakarta

Kerap muncul persepsi generasi Z atau mereka yang lahir di tahun 1997 sampai dengan 2012 mentalnya lebih lemah dibandingkan generasi sebelumnya yakni milenial dan X. Hasil survey di 2022 dari Jakpat, yakni aplikasi on-line yang terbiasa melakukan riset dengan para responden di Indonesia, menunjukkan persentase perbedaan masalah psychological di antara generasi cukup signifikan.

Ada 59,1 persen generasi Z yang mengalami gangguan kesehatan psychological, sementara angka lebih kecil berada di generasi milenial yakni 39,8 persen, hanya 24,1 persen generasi X yang dilaporkan mengalami gangguan psychological berdasarkan 1.870 responden.

dr Khamelia Malik dari Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI) menyebut kebanyakan generasi Z dibayangi masalah psychological merupakan hal kompleks. Banyak faktor yang bisa melatarbelakangi laporan tersebut, termasuk isolasi sosial saat pandemi.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal senada yang juga diutarakan Nimaz Dewantary, psikolog klinis. Dirinya melihat laporan generasi Z yang dianggap mentalnya lebih lemah ketimbang milenial dan X perlu dianalisis lebih lanjut.

Pasalnya, semua generasi berisiko mengalami gangguan kesehatan psychological. Bahkan, kasus gangguan psychological misalnya OCD disebut Nimaz sejak tahun 1700 sudah dilaporkan.

“Saat ini memang yang diketahui generasi Z lebih tinggi dalam mereport keluhannya,” beber Nimaz dalam konferensi pers Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 10 Oktober.

Namun, tidak menutup kemungkinan faktor lain yang terlihat menunjukkan generasi Z lebih banyak mengalami masalah psychological adalah tekanan dari media sosial.

“Sebenarnya mungkin bukan lebih banyak, dari dulu memang sudah ada. Tapi ya itu lagi-lagi generasi Z lebih banyak melaporkan keluhan, kaitannya memang tekanannya juga bertambah di media sosial, apa-apa dilihat, kemudian akses untuk tahu tentang kondisi psychological juga lebih banyak,” pungkasnya.

Simak Video “Ini yang Dilakukan Jika Temui Penderita Hoarding Dysfunction
[Gambas:Video 20detik]
(naf/kna)

Gizi Optimum untuk Generasi Milenial

Pemberian Fe kepada remaja untuk mengatasi kekurangan zat gizi mikro

Peringatan Hari Gizi Nasional (HGN) ke-60 dijadikan sebagai momentum menyebarluaskan informasi dan promosi kepada masyarakat tentang pentingnya gizi yang optimum. Meningkatkan pengetahuan dan peran aktif masyarakat khususnya generasi milenial tentang kesehatan dan gizi.

Dir Gizi Masyarakat Dhian Probhoyekti mengatakan masalah gizi pada ibu hamil juga akan sangat mempengaruhi perkembangan otak anak, produktivitas dan kinerja di sekolah yang dapat berakibat mengurangi kemampuan untuk mendapatkan penghidupan yang layak di kemudian hari. ”Gizi baik menjadi landasan setiap individu mencapai potensi maksimal yang dimiliki,” katanya, Jumat (24/1).

Hari Gizi Nasional tahun ini bertema ”GIZI Optimum untuk Generasi MILENIAL”. Upaya perbaikan gizi pada remaja yang dilaukan oleh sektor kesehatan tidak akan mencapai hasil maksimal tanpa adanya intervensi sensitif yang dilakukan oleh sektor non kesehatan lainnya.

Indonesia membutuhkan remaja yang produktif, kreatif, serta kritis demi kemajuan bangsa. Hal tersebut hanya dapat dicapai apabila remaja sehat dan berstatus gizi baik. Remaja sehat bukan hanya dilihat dari fisik tetapi juga kognitif, psikologis dan sosial. Periode remaja merupakan home windows of alternative kedua yang sangat sensitif dalam menentukan kualitas hidup saat menjadi individu dewasa dan juga dalam menghasilkan generasi selanjutnya.

Sebagian besar remaja menggunakan waktu luang mereka untuk kegiatan tidak aktif, sepertiga remaja makan cemilan buatan pabrik atau makanan olahan, sedangkan sepertiga lainnya rutin mengonsumsi kue basah, roti basah, gorengan, dan kerupuk.

Perubahan gaya hidup juga terjadi dengan semakin terhubungnya remaja pada akses web, sehingga remaja lebih banyak membuat pilihan mandiri. Pilihan yang dibuat seringkali kurang tepat sehingga secara tidak langsung menyebabkan masalah gizi.  Saat ini Indonesia mempunyai tiga beban masalah gizi (triple burden) yaitu stunting, losing dan obesitas serta kekurangan zat gizi mikro seperti anemia.

Information Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa 25,7% remaja usia 13-15 tahun dan 26,9% remaja usia 16-18 tahun dengan standing gizi pendek dan sangat pendek. Selain itu terdapat 8,7% remaja usia 13-15 tahun dan 8,1% remaja usia 16-18 tahun dengan kondisi kurus dan sangat kurus. Sedangkan prevalensi berat badan lebih dan obesitas sebesar 16,0% pada remaja usia 13-15 tahun dan 13,5% pada remaja usia 16-18 tahun.

Masalah gizi, yaitu gizi kurang maupun gizi lebih, akan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit, khususnya risiko terjadinya penyakit tidak menular. Bila masalah ini berlanjut hingga dewasa dan menikah akan berisiko mempengaruhi kesehatan janin yang dikandungnya.

Sebagai contoh ibu anemia dan atau kurang energi kronik berisiko melahirkan bayi berat badan lahir rendah (BBLR), stunting, komplikasi saat melahirkan, menderita penyakit tidak menular seperti diabetes dan penyakit jantung di kemudian hari.

Perbaikan gizi pada remaja melalui intervensi gizi spesifik seperti pendidikan gizi, fortifikasi dan suplementasi serta penanganan penyakit penyerta perlu dilakukan. Tujuannya untuk meningkatkan standing gizi remaja, memutus rantai inter-generasi masalah gizi, masalah penyakit tidak menular dan kemiskinan. Untuk melakukan intervensi tersebut, salah satu upaya yang telah dilakukan di Kabupaten Ogan Komering Ulu adalah dengan menggalakkan kegiatan posyandu remaja (RW)

Sumber : Kemkes.go.id

The submit Gizi Optimum untuk Generasi Milenial appeared first on Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ulu.