Tag: Minta

COVID-19 RI Ngegas Lagi, Sandiaga Uno Minta Warga Tahan Dulu Jalan-jalan ke LN


Jakarta

Peningkatan kasus COVID-19 yang signifikan dalam beberapa waktu terakhir di Indonesia tengah menjadi sorotan. Jumlah kasus diprediksi akan terus meningkat sampai liburan Natal dan Tahun Baru 2024.

Berkaitan dengan hal tersebut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mengimbau masyarakat untuk berwisata di Indonesia. Hal ini untuk mengantisipasi lonjakan kasus yang lebih tinggi lagi.

“Sekarang kasus COVID-19 meningkat oleh karena itu kami mengimbau wisatawan untuk berwisata di Indonesia saja,” ucap Sandiaga Uno dikutip dari Antara, Selasa (19/12/2023).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sandiaga juga meminta masyarakat untuk memakai masker selama berwisata dan beraktivitas. Menggunakan masker, terutama jika sedang sakit menurutnya penting dilakukan untuk menghambat penyebaran COVID-19.

“Karena di sekitar kita sudah banyak yang batuk-batuk dan pilek ini jangan dianggap enteng, tetap jagalah kesehatan,” sambungnya.

Sandiaga mengatakan hingga saat ini pemerintah belum memberlakukan kebijakan pembatasan perjalanan untuk wisatawan. Aturan-aturan seperti pemeriksaan standing vaksinasi seperti yang sempat diterapkan di masa pandemi COVID-19 belum diterapkan.

“Belum ada kebijakan mengenai pembatasan perjalanan, pengecekan vaksinasi maupun regulasi-regulasi sebelumnya yang kita terapkan saat COVID-19. Jadi, kami hanya memantau dan memastikan bahwa situasi COVID-19 di Indonesia terkendali,” pungkasnya.

Dalam kesempatan berbeda, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meminta masyarakat untuk segera melengkapi vaksinasi COVID-19. Melengkapi vaksin penting dilakukan untuk mencegah keparahan dan risiko fatalitas.

Menkes Budi mengatakan bahwa saat ini merupakan momen yang tepat untuk segera mendapatkan vaksin COVID-19, terlebih rencananya vaksin akan mulai berbayar pada tahun 2024.

“Pastinya mumpung masih free of charge. Untuk yang vaksinnya udah enam bulan lalu dan yang komorbid boleh vaksinasi lagi. Vaksinasi kan mengurangi derajat keparahan dan fatalitas,” ujar Menkes Budi.

Simak Video “Covid-19 Kembali Ngegas, Perlukah Pakai Masker Lagi?
[Gambas:Video 20detik]
(avk/naf)

BPOM RI Minta UMKM Kosmetik Jaga Mutu Produk, Biar Setara Korsel-China


Jakarta

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM) menyoroti perkembangan industri kosmetik dan obat bahan alam di Indonesia. Plt Kepala BPOM Lucia Rizka Andalucia mengingatkan di tengah perkembangan pesat industri kosmetik dalam negeri, ia meminta para pengusaha dan UMKM untuk tetap menjaga keamanan produk yang dijual.

Terlebih beberapa waktu lalu BPOM juga sempat melaporkan temuan kasus-kasus skincare berbahaya yang berpotensi memicu penyakit pada masyarakat. Beberapa di antaranya bahkan dilaporkan dapat menjadi pemicu penyakit kanker.

Temuan-temuan tersebut menurutnya bisa merusak reputasi perkembangan produk kosmetik dalam negeri.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Jadi kita itu harus bisa bersaing karena saingan kita itu banyak banget ada Korea, China, dan India yang sangat maju dalam perkembangan obat bahan alam dan kosmetik,” ucap Rizka saat ditemui di Universitas Indonesia, Depok, Jumat (8/12/2023).

“Kita dengan menjaga mutu yaitu dengan tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya akan dapat meningkatkan potensi pasar Indonesia di mancanegara,” sambungnya.

Selain untuk menjaga reputasi perkembangan kosmetik tanah air, yang terpenting juga menurut Rizka adalah bagaimana melindungi masyarakat dari berbagai produk kosmetika berbahaya. Perlindungan konsumen harus diutamakan oleh produk-produk kosmetik tanah air.

“Perlindungan pada masyarakat kita bukan hanya tanggung jawab dari pemerintah tapi juga tanggung jawab dari masyarakat. Mohon pelaku usaha dapat mematuhi standar keamanan dan mutu yang telah ditetapkan oleh Badan POM untuk menjaga agar masyarakat aman,” pungkasnya.

Simak Video “BPOM RI Ungkap Daftar 5 Kosmetik Ilegal di Market
[Gambas:Video 20detik]
(avk/naf)

Cuaca RI Panas ‘Minta Ampun’, Risiko Kanker Kulit Meningkat? Ini Kata Dokter


Jakarta

Cuaca panas akhir-akhir ini banyak dikeluhkan oleh masyarakat. Selain mengganggu aktivitas, panas terik yang terjadi juga dikhawatirkan dapat menyebabkan masalah kesehatan, khususnya pada kulit.

Seberapa besar sih efek paparan sinar matahari pada kesehatan kulit? Dokter spesialis kulit dan kelamin dr Ruri Diah Pamela, SpKK menjelaskan cuaca panas ekstrem dapat berdampak buruk pada kesehatan kulit.

Paparan sinar matahari yang terlalu lama dapat mengakibatkan dehidrasi, penuaan dini, dan menyebabkan kerusakan pada kulit. Kerusakan kulit dapat berupa kemerahan, kulit kering, hingga luka bakar matahari (sunburn).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Paparan sinar matahari yang berlebihan meningkatkan risiko berbagai penyakit kulit. Selain itu, paparan sinar matahari juga dapat memperburuk kondisi kulit seperti rosacea, vitiligo, dan psoriasis. Suhu panas berisiko membuat kerusakan kulit semakin besar,” ujar dr Ruri pada detikcom, Senin (2/10/2023).

Luka bakar akibat sinar matahari dapat terjadi akibat radiasi ultraviolet (UV). Gejala yang dapat ditimbulkan dapat berupa kemerahan dan rasa nyeri ketika disentuh.

“Dalam kasus yang parah, melepuh dapat terjadi dan ini menandakan kerusakan yang lebih dalam pada sel-sel kulit,” ujarnya.

Selain itu, dalam kondisi yang parah, paparan sinar matahari juga dapat meningkatkan risiko kanker kulit. Sinar radiasi UV menjadi penyebab utama kerusakan DNA pada sel-sel kulit yang bisa memicu mutasi dan pembentukan kanker.

“Ada tiga jenis utama kanker kulit yaitu karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa, dan melanoma. Dari ketiganya, melanoma adalah yang paling mematikan,” ucapnya.

“Risiko seseorang mengalami kanker kulit dapat meningkat dengan seiring jumlah sunburn yang pernah dialami seseorang, terutama jika terjadi saat masa kanak-kanak atau remaja,” pungkasnya.

Oleh karena itu, dr Ruri juga menekankan pentingnya penggunaan sunscreen. Sunscreen dapat melindungi kulit dari kerusakan akibat paparan sinar UV.

“Dokter spesialis kulit umumnya merekomendasikan sunscreen dengan SPF (Solar Safety Issue) tinggi, minimal SPF 30, dan yang melindungi dari sinar UVA dan UVB,” pungkasnya.

Simak Video “Efek Serius Panas-panasan Bila Tak Pakai Sunscreen
[Gambas:Video 20detik]
(avk/kna)

Demi Tangkal Polusi, Jokowi Minta Perkantoran Mulai Tanam Pohon Besar


Jakarta

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya membeberkan arahan terbaru Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penanganan polusi udara di sejumlah wilayah, termasuk DKI Jakarta. Ia menyebut, Jokowi meminta untuk memulai menanam pohon besar di pemerintahan dan perkantoran.

“Presiden menegaskan untuk bisa dimulai melakukan penanaman pohon-pohon yang besar oleh semua stakeholders termasuk kantor pemerintah, masyarakat dan dunia usaha juga di gedung-gedung atau di teras gedung yang besar,” kata Siti saat jumpa pers yang disiarkan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (28/8/2023).

Jokowi disebut Siti juga meminta jarak tanam antar pohon untuk diatur. Penanaman pohon ini perlu dilakukan sebanyak-banyaknya untuk mengatasi polusi udara.

“Jadi kita perlu tanam sebanyak-banyaknya. Tadi saya juga diarahkan kalau perlu jarak tanamnya diatur jangan seperti biasa 3 kali 1 misalnya, tapi cukup 1 kali satu dan lain-lain.

Di samping itu, Siti mengatakan pengendalian polusi ini harus dilakukan berbasis pada kesehatan masyarakat.

“Pak Presiden menegaskan untuk semua memfokuskan kegiatan penanganan pengendalian polusi udara ini, karena menyangkut kesehatan. Jadi cara-cara penyelesaiannya harus dengan dasar atau foundation kesehatan. Semua KL untuk tegas dalam langkah, kebijakan, dan operasi lapangan,” imbuhnya lagi.

Simak Video “Polusi Jakarta Memprihatinkan, Paparannya Bikin Iritasi Saluran Napas
[Gambas:Video 20detik]
(suc/kna)

Minta Rencana KRIS Dikaji Matang, YLKI: Jangan Sampai Timbulkan Anomali


Jakarta

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mewanti-wanti agar rencana penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) perlu dikaji secara matang. Sebab jika hal itu dilakukan maka berpotensi merugikan peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Menurutnya, peserta kelas tiga akan mengalami kenaikan iuran, sementara peserta kelas satu akan mengalami penurunan kelas menjadi kelas standar, yakni kelas dua.

“Secara filosofis dan sosiologis, KRIS tidak punya landasan yang jelas dan konkrit. Padahal saat ini yang dibutuhkan konsumen alias peserta JKN adalah standardisasi pelayanan untuk semua kategori peserta dan kelas JKN,” kata Tulis dalam keterangan tertulis, Senin (31/7/2023).

Menurutnya, kerugian KRIS yang lain adalah jika peserta JKN tidak mau dengan pelayanan kelas standar, maka peserta tersebut akan diminta memilih rumah sakit lain yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Rumah sakit lain yang dimaksud bisa rumah sakit swasta yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan yang cenderung lebih mahal. Bagi rumah sakit, KRIS akan menciptakan bom waktu karena rumah sakit harus menata ulang infrastruktur seperti ruangan dan alat-alat kesehatan.

“Pendapatan rumah sakit juga akan tergerus. Program KRIS akan berbuntut panjang menciptakan clustering baru rumah sakit, yaitu rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Rumah sakit yang berbasis JKN akan dianggap rumah sakit kelas bawah, sementara yang tidak bekerja sama akan dicitrakan sebagai rumah sakit dengan pelayanan yang lebih andal. Ini bahaya,” ujarnya.

Mempertimbangkan berbagai situasi tersebut, Ia pun meminta agar Kementerian Kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) tidak perlu memaksakan KRIS. Wacana kebijakan KRIS dinilainya harus ditelaah dengan baik, demi kepentingan peserta JKN.

“Jika kebijakan KRIS terwujud, ini bisa jadi upaya menenggelamkan Program JKN dan BPJS Kesehatan. Tidak relevan kalau dibilang KRIS ini untuk menyelamatkan finansial BPJS Kesehatan karena aspek finansial BPJS Kesehatan sudah surplus. Jangan sampai KRIS ini di kemudian hari menimbulkan anomali dan persoalan yang lebih sophisticated. Bagi konsumen, yang sangat mendesak sekarang adalah standardisasi pelayanan, bukan kelas standar,” tutupnya.

(anl/ega)