Tag: Sesuai

Jangan Salah! Ini Cara Bantu Anak Atasi Stres-Cemas Sesuai Usianya


Jakarta

Anak-anak bisa mengalami stres dan gangguan kecemasan sejak usia dini. Umumnya, respons stres anak berbeda di tiap tahapan usia.

Anak-anak biasanya mengalami stres dan kecemasan karena beberapa alasan, mulai dari tekanan belajar atau aktivitas di sekolah, adaptasi di lingkungan baru, hingga dampak dari hubungan keluarga/orang tua yang tak harmonis.

Stres pada anak tidak boleh diabaikan apalagi disepelekan karena dapat berpengaruh pada tumbuh kembangnya. Yuk, kenali cara membantu anak mengatasi stres sesuai usianya agar tepat sasaran.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anak Usia 4-7 Tahun

Pada rentang usia ini, anak-anak bisa mengalami regresi atau perilaku mundur yang tak sesuai usianya sebagai gejala dari stres atau kecemasan yang ia rasakan. Contohnya, anak usia 4 tahun kembali mengompol seperti yang kerap dilakukannya pada usia 2 tahun.

Untuk bantu anak mengatasi hal ini, orang tua mesti lebih memerhatikan kondisi mereka. Serta bantu anak-anak tetap patuh pada jadwal atau rutinitas yang sesuai dengan usianya.

Anak Usia 7-10 Tahun

Pada usia 7 tahun ke atas, anak umumnya mulai menyadari situasinya dan lebih mengenal ketakutan. Namun, kekhawatiran dan kecemasan ini seringnya ditunjukkan lewat amarah karena mereka bisa jadi bingung mengungkapkan perasaannya.

Untuk itu, orang tua perlu memberi informasi yang tepat untuk bantu anak mengelola emosinya. Serta lebih mendengarkan kekhawatiran anak.

Anak Usia 10-13 Tahun

Usia 10-13 tahun merupakan rentang waktu yang umumnya memberi tekanan berat pada anak karena aktivitas sekolah dan pekerjaan rumah yang banyak. Bantu dan dampingilah anak untuk melewati masa-masa tersebut.

Caranya, bisa dengan membuat rutinitas, membagi waktu belajar, istirahat, dan bersosialisasi, serta tetap mengapresiasi segala usaha anak.

Anak Usia 13-17 Tahun

Di rentang usia ini, anak yang beranjak remaja rentan mengalami depresi dan perasaan putus asa. Oleh karena itu, orang tua perlu mencermati betul perubahan besar pada tingkah laku anak. Misalnya, sikap menarik diri dari keluarga, mengisolasi diri di kamar, hingga perubahan pola makan dan tidur.

Cobalah untuk tetap terhubung dengan anak dengan mengajaknya berdialog dan mencurahkan isi hati. Hal ini mungkin dapat membantu memotivasi mereka, serta meyakinkan anak kalau mereka tidak sendirian.

Intinya, dalam membantu anak mengelola stres, orang tua bisa mencoba untuk lebih terhubung dengan anak-anak dan meluangkan waktu mendengar keluh kesahnya dengan saksama.

Selain penting untuk memperhatikan kondisi psychological anak, orang tua juga perlu mengimbangi dengan menjaga kondisi fisik mereka. Cara menjaga kondisi fisik ini bisa dilakukan dengan menerapkan pola hidup sehat. Pilihlah makanan bergizi seimbang, mulai dari buah, sayur, lemak sehat, susu, protein, dan karbohidrat.

Agar anak tak bosan, Bunda bisa pilih variasi makanan bergizi. Misalnya, memilih alternatif sumber karbohidrat bergizi yang dapat mengisi energi anak untuk beraktivitas. Tak hanya bisa didapat dari nasi, sumber karbohidrat yang nikmat dan sehat juga bisa didapatkan dari pilihan mi.

Pastinya pilihlah mi yang lebih sehat, umumnya yang melalui proses pemanggangan (oven). Mi instan yang melalui proses dioven ini biasanya punya air rebusan lebih jernih dan rendah kandungan minyak sehingga lebih sehat untuk dikonsumsi anak-anak.

Alternatif mi yang melewati proses oven ini juga sudah cukup mudah ditemukan. Kini, tak ada lagi alasan bagi Anda untuk mengabaikan kesehatan demi masa depan yang lebih baik.

(akn/ega)

Ternyata Ini Alasan KLHK Tak Ikuti Standar Batas Aman PM 2.5 Sesuai WHO!


Jakarta

Polusi udara yang tak ada habis-habisnya menimbulkan perdebatan dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) yang mempertanyakan standar batas konsentrasi PM 2.5 di RI yang tidak mengikuti pedoman WHO.

Ketua Tim Penanggulangan Kasus Respirasi Akibat Polusi, Prof Agus Dwi Susanto, menyatakan batas aman konsentrasi PM 2.5 yang ditetapkan WHO yakni 5 mikrogram/m3. Sedangkan, batas aman di Indonesia masih tidak mengikuti standar tersebut meski sudah beberapa kali diperbarui.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Luckmi Purwandari angkat bicara. Ia menegaskan WHO tidak melarang setiap negara untuk menentukan standar batas udaranya masing-masing.

“Itu namanya standar baku mutu udara ambien. WHO memiliki acuan atau panduan namanya WHO International Air High quality Guideline. Di situ setiap negara diperbolehkan menentukan sendiri angka baku mutunya,” ungkapnya saat ditemui detikcom di Jakarta Pusat, Senin (28/8/2023).

“Standarmya tadi berdasarkan kondisi suatu negara, baik dari segi geografis letaknya, musimnya di negara tersebut, kondisi ekonomi sosial, dan teknologi di negara tersebut,” sambungnya.

Terkait standar 5 mikrogram/m3 yang ditetapkan WHO, Luckmi mengatakan angka tersebut merupakan rata-rata tahunan.

“Itu angka rata-rata tahunan. Jadi satu tahun banyak datanya, datanya setiap satu jam atau setengah jam sekali, itu dirata-rata angkanya 5 di WHO, di Indonesia 15 mikrogram/m3, di AS juga 15, di Korea Selatan juga 15. WHO membolehkan pentahapan, dari tahap 1, 2, 3, 4. Nggak harus sama persis,” bebernya.

Sedangkan untuk indeks udara, hasil pengukuran dibandingkan dengan rata-rata selama 24 jam.

“Untuk menentukan indeks udara, yang dibilang udaranya ‘Baik’, ‘Sedang’, atau ‘Tidak Sehat’ itu indeks tanpa satuan, nggal pakai mikrogram/m3. Jadi rata-rata 24 jam, ya information setiap satu atau setengah jam, ini yang digunakan untuk menghitung indeks. Di AS juga begitu, di Indonesia namanya ISPU jugs begitu,” ucapnya.

“Nggak ada yang menyalahkan ‘Oh itu nggak bisa, harus pakai aturan saya’. Negara Swiss misalnya, IQAir itu kan pabrik di Swiss, negara Swiss sendiri tidak mempermasalahkan hal itu,” lanjutnya.

Meski begitu, Luckmi tidak menampik perbedaan baku mutu udara akan menimbulkan risiko bagi kesehatan.

“Karena itu perlu diterapkan adaptasi dan mitigasi. Adaptasi, oke karena udaranya masih seperti itu jadi kalau keluar harus pakai masker, masuk di dalam ruangan, jangan lama-lama di luar. Itu adaptasi yang dilakukan,” pungkasnya.

Simak Video “Depok Puncaki Peringkat Polusi Udara Terburuk di Indonesia
[Gambas:Video 20detik]
(ath/naf)