Tag: Terlewat

Jangan Sampai Terlewat, Ini Jadwal Imunisasi Bayi Mulai Usia 0-18 Bulan

Jakarta

Imunisasi adalah sebuah proses yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh, caranya yakni dengan melakukan vaksinasi. Imunisasi sangat penting dilakukan agar bayi mendapatkan perlindungan yang cukup.

Oleh karena itu, mengetahui jadwal imunisasi untuk bayi terbilang sangat penting. Karena pada umumnya, bayi memiliki kekebalan tubuh yang rendah, sehingga memudahkan mereka untuk terserang penyakit.

Cara kerja imunisasi adalah dengan menyuntikkan virus atau bakteri yang sudah dilemahkan atau tidak aktif, supaya nanti jika bayi atau balita terserang penyakit, tubuh jadi terbiasa melawan virus tersebut. Selain virus asli yang dimasukkan, terkadang imunisasinya berupa protein buatan laboratorium yang dibuat khusus untuk meniru sebuah virus.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, bayi dan balita harus mendapatkan imunisasi. Imunisasi harus dilakukan secara teratur dan rutin agar mendapatkan hasil yang maksimal. Berikut ini jadwal imunisasi bayi yang dilansir melalui laman resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Jadwal Imunisasi Bayi

1. Hepatitis B (HB)

Vaksin Hepatitis B (HB) adalah imunisasi yang diberikan kepada bayi agar mencegah virus hepatitis B sehingga tidak mengganggu fungsi dari organ hati. Vaksin hepatitis B (HB) disuntikkan kepada bayi yang akan lahir sebelum berusia 24 jam. Sebelum menyuntikkan vaksin hepatitis B (HB) biasanya akan didahulukan menyuntikkan vitamin KI minimal dilakukan 30 menit sebelumnya.

Jika bayi yang baru lahir memiliki berat kurang dari 2 kilogram, maka imunisasi hepatitis hendaknya ditunda sampai bayi berusia 1 bulan. Vaksin hepatitis B (HB) biasanya diberikan pada bayi sebanyak 4 kali. Dosis kedua untuk vaksin hepatitis B diberikan setelah imunisasi pertama berjalan 4 minggu. Untuk dosis ketiga, minimal dilakukan saat jaraknya 2 bulan dari dosis kedua. Dan paling baik dilakukan saat 5 bulan setelah dosis kedua.

2. Polio

Vaksin Polio adalah imunisasi yang dilakukan agar bayi kebal terhadap penyakit polio. Penyakit polio biasanya menyebar melalui infeksi virus. Polio merupakan penyakit menular yang akan menyerang sistem saraf, sehingga terjadinya kerusakan pada saraf motorik dan penderita akan menjadi lumpuh. Vaksin polio oral biasanya diteteskan melalui mulut bayi saat akan pulang. Jadwal pemberian vaksin polio secara lengkap terdiri dari:

  • bOPV saat lahir
  • 3x bOPV
  • 2x IPV

Hal ini sesuai dengan panduan yang diberikan oleh Kementrian Kesehatan. Vaksin diberikan pada usia 4 dan 9 bulan.

3. BCG

Vaksin BCG adalah imunisasi yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC atau Tuberculosis. Tuberculosis sekarang lebih dikenal dengan sebutan TB. TBC disebabkan oleh adanya bakteri mycobacterium tuberculosis. TBC adalah penyakit menular yang cukup berbahaya.

Penyakit ini menyerang paru-paru, otak, ginjal, dan tulang. Imunisasi BCG untuk bayi hanya perlu dilakukan satu kali. Imunisasi BCG sebaiknya diberikan saat bayi lahir atau sebelum bayi genap berusia sebulan. Hal ini dikarenakan, bayi yang berusia kurang dari dua bulan memiliki sistem imun yang rendah.

4. DPT atau DTP

Vaksin DPT adalah imunisasi yang diberikan untuk melindungi anak dari penyakit seperti difteri, pertusis, dan tetanus. Vaksin ini disuntikkan pada bayi berusia 6 minggu. DTaP juga dapat diberikan pada anak usia 2, 3, 4 bulan atau saat berusia 2, 4, 6 bulan. Booster pertama sebaiknya diberikan saat berusia 18 bulan, dan booster berikutnya saat berusia 5-7 tahun dan 10-18 tahun.

5. Haemophilus Influenza B (HIB)

Vaksin HIB digunakan untuk imunisasi anak agar menghindari resiko tertular bakteri yang bernama Haemophilus influenza tipe B. Vaksin HIB adalah jenis vaksin inaktif yang disuntikkan dalam bentuk kombinasi sesuai dengan jadwal vaksin heksavalen atau pentavalen, DTwP atau DTap. Vaksin ini diberikan saat anak berusia 2, 4, 6 bulan atau 2, 3, 4 bulan dan pada usia 18 tahun.

6. Pneumokokus (PCV)

Vaksin PCV diberikan dengan tujuan untuk mencegah adanya infeksi dari bakteri pneumokokus yang dapat menyebabkan penyakit pneumonia dan meningitis. Vaksin ini umumnya diberikan pada bayi yang memiliki orang tua sudah lanjut usia. Hal ini karena orang lanjut usia rentan terserang bakteri pneumokokus. Vaksin PCV diberikan pada saat usia 2, 4, 6 bulan dengan booster selanjutnya pada usia 12-15 bulan.

Apabila bayi belum mendapatkan imunisasi PCV saat usia 7-12 bulan, maka PVC diberikan 2 kali dengan jarak 1 bulan dan booster saat usia 12-15 bulan dengan interval dua bulan dari dosis sebelumnya. Untuk anak yang berusia lebih dari 5 tahun yang belum mendapatkan vaksin PCV memiliki resiko tinggi dalam mengalami infeksi pneumokokus.

7. Rotavirus (RV)

Vaksin rotavirus adalah imunisasi yang diberikan pada bayi untuk mencegah terjadinya penularan diare akibat dari rotavirus. Vaksin ini dipercaya bisa mencegah 98% infeksi berat rotavirus. Vaksin RV monovalen diberikan dengan cara diteteskan pada mulut bayi dalam dua dosis, saat bayi berusia 6-12 minggu, dosis kedua diberikan dengan jarak 4 minggu setelah dosis pertama.

Paling lambat diberikan imunisasi ini saat berusia 24 minggu. Vaksin (RV5) biasanya diberikan dalam 3 dosis, dosis pertama saat usia 6-12 minggu, dosis berikutnya dengan jarak 4-10 minggu. Dan dosisi ketiak paling lambat saat berusia 32 minggu. Vaksin ini sudah dimasukkan ke dalam program nasional secara bertahap sejak tahun 2022.

8. Influenza

Vaksin influenza merupakan imunisasi yang diberikan dengan tujuan untuk mengurangi resiko flu yang dialami. Vaksin influenza diberikan mulai usia 6 bulan. Dosis pertama saat usia 6 bulan sampai 8 tahun. Dosisi kedua saat usia 9 tahun ke atas dengan jarak minimal 4 minggu. Selanjutnya diberikan vaksin yang sama setiap tahunnya pada bulan yang sama tanpa memperhatikan jenis vaksinnya, baik itu North hemisphere (NH) atau South hemisphere (SH).

9. Campak (MR dan MMR)

Vaksin MR diberikan dengan tujuan untuk mencegah terkena penyakit campak dan rubella. Sedangkan vaksin MMR berfungsi untuk mencegah terkena penyakit gondongan, campak, dan rubella. Vaksin MR diberikan kepada bayi berusia 9 bulan. Untuk dosis kedua diberikan saat berusia 15-18 bulan, dan dosis ketiga diberikan saat berusia 5-7 tahun.

Apabila bayi sudah menginjak usia 12 bulan namun belum melakukan imunisasi MR, maka bisa diberikan imunisasi MMR pada usia 12-15 bulan dengan dosis kedua di usia 5-7 tahun. Alasan kenapa MMR diberikan kepada usia 2 tahun adalah untuk mengurangi resiko terjadinya kejang demam.

10. Japanese Encephalitis (JE)

Vaksin JE adalah imunisasi yang diberikan untuk mencegah terkena penyakit JE. Vaksin in bisa dibilang efektif karena sudah digunakan oleh lebih 12 negara. Vaksin JE diberikan kepada bayi yang lingkungan tempat tinggalnya ada di daerah endemis atau akan melakukan perjalanan jauh ke daerah endemis. Dosis pertama bisa diberikan saat berusia 9 bulan, dan dosis selanjutnya atau dosis penguat diberikan kemudian pada 1-2 tahun setelah dosis pertama agar bayi mendapat perlindungan jangka panjang.

11. Varisela

Vaksin varisela adalah imunisasi yang diberikan untuk mencegah terkena hen pox atau cacar air. Vaksin varisela diberikan kepada bayi berusia 12-18 bulan. Saat usia 1-2 tahun diberikan 2 dosis dengan jaraknya 6 minggu sampai dengan 3 bulan. Untuk yang berusia 13 tahun ke atas, jaraknya adalah 4-6 minggu.

12. Hepatitis A

Vaksin hepatitis A adalah imunisasi yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terkena penyakit hepatitis tipe A. Penyakit ini biasanya ditandai dengan demam, nyeri sendi, mual, lelah, dan nafsu makan berkurang. Vaksin hepatitis A diberikan kepada bayi berusia lebih dari 12 bulan dengan interval pemberian dosis 6-18 bulan.

13. Tifoid

Vaksin tifoid adalah imunisasi yang diberikan kepada anak yang bertujuan untuk mencegah penyakit tifus atau demam tifoid. Tifoid merupakan penyakit yang mudah menular melalui minuman dan makanan yang sudah terkontaminasi oleh bakteri Salmonella typhi. Vaksin tifoid diberikan kepada anak berusia 2 tahun. Dan diulang memberikan imunisasi tiap 3 tahun.

Nah itu dia penjelasan mengenai jadwal imunisasi bayi yang bisa detikHealth rangkum. Semoga bermanfaat!

Simak Video “FDA AS Setujui Vaksin RSV Pertama untuk Ibu Hamil, Bantu Cegah Bayi Sakit Parah
[Gambas:Video 20detik]
(fds/fds)

9 Hal yang Harus Dilakukan setelah Bercinta, Nomor 3 Jangan Sampai Terlewat

Jakarta

Beberapa pasangan biasanya langsung tidur setelah berhubungan seksual karena merasa lemas dan mengantuk. Padahal, penting sekali untuk membersihkan space kemaluan setelah melakukan hubungan seks. Memberikan jeda setelah melakukan hubungan seks merupakan waktu yang rentan untuk bakteri berkembang.

Dikutip dari Internet MD, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pasangan setelah berhubungan seks guna mengurangi risiko penyakit menular:

1. Mencuci tangan

Sebelum ataupun sesudah melakukan hubungan seksual perlu mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun. Tangan yang terkontaminasi oleh bakteri bisa menularkan berbagai penyakit.

2. Buang air kecil

Buang air kecil menjadi cara paling simpel sekaligus penting untuk mencegah risiko Infeksi Saluran Kemih (ISK). Sebab saat hubungan seks, space vagina akan bersentuhan dengan penis, tangan, bahkan mulut. Maka dari itu, jika vagina tidak dibersihkan dengan baik, bakteri bisa pindah ke saluran kencing melalui lubang kemih yang berdekatan dengan vagina. Melalui buang air kecil, bakteri akan keluar dari lubang kemih.

3. Membersihkan space kemaluan

Membersihkan space kemaluan setelah melakukan hubungan seks berlaku bagi wanita maupun pria guna menghindari infeksi saluran kemih. Wanita disarankan untuk membasuh bagian luar vagina dengan air dan sabun ringan. Selain itu, diperbolehkan juga menggunakan waslap yang telah dibasahi dan diberi sabun dengan menggosok secara lembut. Sedangkan pada laki-laki, dianjurkan untuk membasuh penis secara seksama dengan air dan sabun.

4. Mandi

Mandi setelah berhubungan seks berfungsi untuk membuat tubuh menjadi lebih rileks. Tak hanya itu, mandi menggunakan sabun dapat mematikan bakteri yang menempel di tubuh dan vagina.

5. Hindari memakai sabun pembersih

Tak sedikit wanita yang merasa perlu membersihkan vagina dengan proses douching atau produk pembersih vagina. Padahal, aktivitas ini tidak diperlukan karena douching justru bisa menimbulkan infeksi.

Selain itu, produk khusus pembersih space kewanitaan seringkali mengganggu keseimbangan bakteri yang menjaga kesehatan vagina. Setelah melakukan hubungan seks, wanita cukup membersihkan bagian luar dengan air dan sabun lembut.