Jakarta

Para dokter di College of Maryland Medical Middle melakukan transplantasi jantung babi ke manusia pada 20 September 2023. Prosedur ini merupakan yang kedua kalinya dilakukan di dunia. Percobaan pertama dilakukan tahun lalu, dan pasien yang menerima cangkok telah meninggal dunia.

Kali ini, operasi transplantasi tersebut dilakukan terhadap seorang veteran angkatan laut berusia 58 tahun, Lawrence Faucette. Ia sempat mengalami kondisi kritis akibat gagal jantung. Namun karena ada masalah kesehatan, ia tidak bisa memenuhi syarat untuk menerima transplantasi jantung tradisional.

Kabar terbarunya, dua hari setelah operasi, Faucette duduk di kursi dan bercanda. Meskipun Faucette mungkin akan melewati masa kritis beberapa pekan ke depan, para dokter menyebut respons awal tubuh Faucette terhadap organ babi berjalan baik.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terpisah, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dr Erta Priadi, SpJP, FIHA, menjelaskan prosedur transplantasi jantung babi ke manusia tersebut sebenarnya masih bersifat percobaan. Walhasil, masih ada beberapa masalah yang ditemukan para dokter dari pencangkokan tersebut. Di antaranya, risiko penggumpalan darah pada pasien yang menerima cangkok.

“Ini belum sepenuhnya bisa kita aplikasikan secara regular. Masih sifatnya itu trial, karena ada beberapa masalah dalam xenotransplantasi,” ungkapnya dalam konferensi pers, Senin (26/9/2023).

“Memang kita memodifikasi gen pada babi itu penolakan oleh sistem kekebalan tubuh itu bisa kita cegah. Tapi ada masalah lain juga yang timbul seperti masalah penggumpalan darah. Ada risiko penggumpalan darah yang meningkat akibat kasus transplantasi jantung babi ke manusia,” imbuh dr Erta.

Selain itu, karena organ yang digunakan memang sejak awalnya tidak didesain untuk manusia, ada risiko terjadi masalah-masalah lain pada manusia yang menerima cangkok jantung babi. Di antaranya, berupa perbedaan tekanan darah yang membuat penerima cangkok susah menjalani aktivitas sehari-hari dengan regular.

“Kemudian karena ada juga perbedaan variabilitas tekanan darah yang kemudian menimbulkan di mana orangnya menjadi sulit untuk bisa beraktivitas sehari-hari dengan regular. Ini mungkin masih perlu ditindaklanjuti ke depannya. Jadi bukan hanya masalah penolakan yang harus kita atasin. Tapi juga ada masalah lain,” pungkas dr Erta.

Simak Video “Faktor Risiko Penyakit Jantung yang Bisa Diubah dan Tidak
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/naf)