Tag: Pasien

RSHS Buka Suara soal Viral Pasien Cabut Gigi Bungsu Meninggal


Jakarta

Viral di media sosial pria asal Garut, Jawa Barat, yang dikabarkan meninggal dunia saat ingin menjalani operasi pencabutan gigi bungsu. Dalam unggahan yang beredar, pasien disebutkan mendapatkan tindakan anastesi di RS Hasan Sadikin Bandung.

Beberapa menit setelah anastesi, pasien disebut mengalami henti jantung dan dibawa ke ruang perawatan intensif. Selama dua minggu kondisi pasien tidak membaik hingga tubuhnya tidak bergerak sebelum dinyatakan meninggal.

Menanggapi kasus tersebut, Direktur Medik & Keperawatan dr. Iwan Abdul Rachman, SpAn, MKes mengatakan pihaknya turut berbelasungkawa atas kejadian yang terjadi. Dia mengatakan rumah sakit telah berupaya memberikan pelayana yang optimum kepada pasien.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Menanggapi video yang beredar di sosial media mengenai wafatnya salah seorang pasien setelah mendapatkan pelayanan dari RSHS Bandung, pertama-tama saya mewakli civitas hospitalia RS Hasan Sadikin, mengucapkan turut berduka cita atas kepergian beliau semoga beliau diberikan tempat yang terbagi di sisi-Nya,” kata Iwan dalam video yang diberikan melalui Humas RSHS Bandung, Sabtu (16/12/2023).

Pelayanan yang diberikan sudah sesuai dengan standar prosedur pelayanan yang ada di rumah sakit. Terkait informasi viral yang beredar dan diduga menuduh adanya malpraktik disayangkan oleh pihak RSHS Bandung.

“RSUP dr Hasan Sadikin menyayangkan adanya pihak yang membuat konten di sosial media tanpa adanya klarifikasi terlebih dahulu kepada pihak rumah sakit, namun demikian kami ucapkan terima kasih atas perhatian dan kepedulian seluruh pihak terhadap pelayanan di rumah sakit,” tambahnya.

Lanjutkan Membaca di SINI

Simak Video “Respons RSHS Bandung soal Viral Pasien Cabut Gigi Bungsu Meninggal
[Gambas:Video 20detik]
(kna/kna)

Bisakah Pasien Diabetes ‘Sembuh’ dan Setop Minum Obat? Ini Kata Dokter


Jakarta

Viral beberapa waktu lalu curhatan pemuda di Tasikmalaya Irfan Ferlanda (29) mengidap diabetes di usia muda. Ia menduga bahwa prognosis tersebut terjadi akibat gaya hidup kurang sehat yang dijalaninya. Irfan mengaku nyaris setiap hari mengonsumsi minuman manis, khususnya teh dalam kemasan.

Pasca prognosis diabetes tipe dua pada Agustus 2023, ia memutuskan untuk mengubah 180 derajat gaya hidupnya. Irfan menjalani weight-reduction plan defisit kalori, rutin berolahraga, tidak begadang, menghindari gorengan dan makanan bertepung, hingga meninggalkan minuman manis sama sekali.

“Barusan (November 2023) ambil hasil tes HbA1c dan alhamdulillah hasilnya regular. Kalau nanti 3 bulan lagi masih regular, insya Allah remisi. Berat badan juga sudah turun 12 kg dari sebelumnya 90 kg ke 78 kg. Terus apakah akan kembali ke gaya hidup lama? Tentu tidak,” kata Irfan dalam media sosialnya, dikutip atas izin yang bersangkutan, Jumat (1/12/2023).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selama menjalani perubahan gaya hidup complete, ia memutuskan untuk tidak mengonsumsi obat-obat diabetes terlebih dahulu. Irfan ingin melihat apakah merubah gaya hidup complete dapat membuat kondisinya membaik.

“Saya memilih mencoba dulu selama 3 bulan untuk berupaya weight-reduction plan tanpa obat. Kalau nyatanya hasil tes kemarin belum regular, saya baru akan nurut dan minum obat,” tambahnya.

Diabetes merupakan salah satu jenis penyakit yang tidak bisa sembuh complete, namun gejala penyakit ini dapat dikelola sehingga tidak muncul. Kondisi ini disebut dengan istilah remisi atau kondisi saat tubuh tidak menunjukkan gejala namun secara medis penyakitnya masih ada di dalam tubuh.

“Istilah remisi yang dimaksud adalah jika seseorang yang awalnya mengidap diabetes, gula darahnya dikendalikan dengan obat-obatan, kemudian lepas dari obat-obatan disertai kendali gula darah (HbA1c) menjadi regular paling tidak selama 3 bulan,” ucap spesialis penyakit dalam dr Ketut ketika dihubungi detikcom, Jumat (1/12/2023).

dr Ketut menjelaskan proses menuju remisi diabetes tipe dua dapat dilakukan dengan proses pengobatan dan mengubah gaya hidup secara penuh. Food plan sehat dan menurunkan berat badan bagi pasien yang juga obesitas sangat disarankan untuk mendukung proses remisi diabetes.

“Pola hidup sehat, meliputi weight-reduction plan terutama yang masih obesitas, aktivitas fisik yang diikuti dengan penurunan berat badan,” ucapnya.

“Jika dengan pola hidup yang sehat dapat menurunkan berat badan sekitar 5-10 persen dari berat badan awal, akan terjadi perbaikan metabolic. Dan jika bisa menurunkan berat badan lebih dari 15 persen dari berat badan awal maka mungkin terjadi remisi,” tambahnya.

Ada banyak jenis weight-reduction plan yang bisa dilakukan oleh pengidap diabetes. Mulai dari weight-reduction plan rendah kalori, intermittent fasting, hingga weight-reduction plan ketogenik dalam jangka pendek sekitar enam bulan.

“Bagi mereka yang obesitas berat, operasi lambung atau bariatrik juga bisa menjadi salah satu pilihan. Itu juga menunjukkan adanya perbaikan dan remisi diabetes,” pungkasnya.

Simak Video “Peringatan Hari Diabetes Sedunia Besama Tropicana Slim
[Gambas:Video 20detik]
(avk/kna)

China Kewalahan Pneumonia ‘Misterius’ Merebak, Begini Kondisi-Gejala Pasien di RS


Jakarta

Penyakit pernapasan pneumonia ‘misterius’ kini merebak di China menyerang anak-anak. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak pihak China untuk bersikap terbuka perihal informasi rinci berkenaan dengan penyakit tersebut. Separah apa kondisi di China kini?

Mirip dengan situasi ketika COVID-19 pertama kali merebak, rumah sakit di Beijing dilaporkan ‘kewalahan’ akibat melonjaknya jumlah anak-anak yang menderita demam tinggi dan infeksi paru-paru. Diketahui, China utara telah melaporkan lonjakan penyakit mirip influenza sejak pertengahan Oktober dibandingkan tiga tahun sebelumnya.

Sejumlah pihak menyoroti,penyakit-penyakit baru, terutama jenis flu atau virus lain yang mampu memicu pandemi, biasanya dimulai dari penyakit pernafasan yang tidak terdiagnosis. Mengingat, SARS dan COVID-19 jga pertama kali dilaporkan sebagai jenis pneumonia yang tidak biasa.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Banyak, banyak yang dirawat di rumah sakit. Mereka tidak batuk dan tidak menunjukkan gejala. Mereka hanya mengalami demam tinggi dan banyak yang menderita nodul paru,” ungkap ProMed, yang memantau wabah penyakit international, mengutip seorang pria di Beijing yang diidentifikasi sebagai Mr W, dikutip dari Mirror Information UK, Minggu (26/11/2023).

Laporan tersebut menggambarkan situasi serupa di provinsi Liaoning, sekitar 500 mil dari Beijing. ProMed menjelaskan, lobi rumah sakit di kawasan tersebut penuh dengan anak-anak yang menerima infus.

“Pasien harus mengantri selama dua jam, dan kami semua berada di unit gawat darurat dan tidak ada klinik rawat jalan umum,” tertera dalam laporan tersebut, mengutip seorang anggota staf di Rumah Sakit Pusat Dalian.

WHO juga menyebut, hingga kini masih belum diketahui secara pasti apakah pneumonia ‘misterius’ yang tidak terdiagnosis pada anak-anak di China utara ini berkaitan dengan peningkatan infeksi saluran pernapasan yang dilaporkan oleh otoritas China. Walhasil, mereka meminta rincian lebih lanjut dari China perihal virus yang beredar dan memicu beban pada rumah sakit saat ini.

Simak Video “Geger Wabah Pneumonia di China
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/vyp)

Daftar Gejala Cacar Monyet ‘Mpox’, Ini yang Paling Banyak Dikeluhkan Pasien


Jakarta

Indonesia mencatat kenaikan kasus cacar monyet atau Monkeypox (Mpox) beberapa waktu terakhir. Laporan terakhir dari Kementerian Kesehatan RI, kini Indonesia telah mencatat complete 34 kasus Mpox, terkonfirmasi sejak kasus teridentifikasi di 13 Oktober 2023. Sementara, kasus pertamanya muncul pada pertengahan 2022.

Sebelumnya Kemenkes juga sempat melaporkan, kasus Mpox ini banyak menular melalui kontak seksual, terutama aktivitas seks berisiko. Gejala yang paling banyak dilaporkan berupa lesi pada kulit.

Sejalan dengan itu Ketua Satgas Mpox PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Hanny Nilasari, SpDVE memaparkan daftar gejala yang ditemukan pada pasien cacar monyet. Menurutnya, walaupun gejala yang paling banyak muncul adalah ruam pada kulit, tak selalu gejala lesi disebabkan oleh infeksi cacar monyet. Maka dari itu, jika seseorang mengalami lesi pada kulit, penting untuk diidentifikasi lebih dulu oleh petugas medis.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Dari satu penelitian yang dilaporkan melalui Journey Medical Illness, suatu jurnal kedokteran di tahun 2022. Dari sejumlah information pasien yang terkonfirmasi yaitu 4.080 orang saat itu, saat ini sudah 9 ribuan lebih yang sudah terkonfirmasi,” ungkapnya perihal sumber daftar gejala Mpox pada 2022, dalam konferensi pers digital, Selasa (7/11/2023).

“Ternyata ruam kulit menjadi masalah yang paling banyak ditemukan oleh para tenaga medis atau teman-teman dokter di fasilitas kesehatan. Kemudian diikuti oleh 62 persen limfadenopati atau pembesaran kelenjar getah bening. Diikuti juga oleh demam adanya meriang atau demam,” imbuh dr Hanny.

Dalam paparannya, berikut daftar gejala yang dikeluhkan pasien Mpox beserta persentase kasusnya sepanjang 2022 dengan complete kasus sebanyak 4.080:

  • Ruam: 70 persen
  • Limfadenopati: 62 persen
  • Demam: 62 persen
  • Arthalgia: 11 persen
  • Perdarahan rektum: 9 persen

Simak Video “Gejala Awal Pasien Baru Cacar Monyet di DKI Sempat Dikira Jerawat
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/suc)

BPJS Kesehatan ‘Sentil’ Nakes yang Masih Anaktirikan Pasien JKN


Jakarta

Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti mengklaim diskriminasi kepesertaan yang kerap dilaporkan sudah jauh berkurang. Penilaian dilihat dari laporan kepuasan peserta yang saat ini mencapai nyaris 90 persen.

Salah satu aspek yang dinilai dalam catatan kepuasan disebutnya nihil diskriminasi. Dalam kurun nyaris 10 tahun Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berdiri, Prof Ghufron menyebut ada banyak perubahan yang terjadi di sisi pelayanan.

“Sekarang tidak ada lagi membeda-bedakan pasien, misalnya oh peserta BPJS? Lalu dianaktirikan. Kalau dirawat, tahu-tahu sudah habis, maksimum 3 hari. Dari serba harus antre, kini sudah bisa on-line,” terangnya dalam diskusi Workshop Media BPJS Kesehatan, Rabu (1/11/2023).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski begitu, Prof Ghufron tidak menampik, beberapa kasus diskriminasi yang masih saja dilakukan sejumlah oknum dokter. Padahal, sudah dibuat penerapan janji pelayanan dengan salah satu poin yakni melayani peserta dengan ramah tanpa diskriminasi.

“Sekarang laporannya sudah nggak terlalu banyak,” sambungnya.

“Memang belum semua dokter, ada beberapa perawat malah ada yang bikin konten di medsos, kalau dipanggil ini, pasien BPJS? ngantuk, kalau ada lagi yang dipanggil pasien BPJS dengan yang tidak, nadanya beda,” katanya.

Kepuasan layanan meningkat dari 81 ke 89, persen. “Hampir 90 persen, itu antara lain juga kan diskriminasi,” pungkas dia.

Simak Video “Pakar IDI Tegur Nakes yang Viral Bedakan Pelayanan Pasien Umum dan BPJS
[Gambas:Video 20detik]
(naf/kna)

Ada 27 Pasien Cacar Monyet ‘Mpox’ di RI, 18 di Antaranya Idap HIV


Jakarta

Kementerian Kesehatan RI melaporkan penambahan tiga kasus cacar monyet atau Mpox di DKI pada Senin (30/10/2023). Kini complete keseluruhan kasus cacar monyet di Indonesia ada 27 kasus.

“Tiga kasus baru, tiga-tiganya dari DKI Jakarta,” beber Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) dr Maxi Rein Rondonuwu, Kemenkes RI saat dihubungi Selasa (31/10).

Dari complete tersebut, 18 pasien di antaranya diketahui mengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV). Selain HIV, ada lima pasien lainnya mengidap sifilis, dan dua orang mengidap hipertensi atau darah tinggi.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebanyak 42 persen dari complete seluruh kasus didominasi usia 25 hingga 39 tahun. Sementara yang berusia 18 hingga 24 tahun tercatat lebih rendah, yakni sebanyak 12 persen.

“Seluruhnya menular melalui kontak seksual,” beber Maxi.

Sebelumnya, dr Maxi menyebut mengacu pada perhitungan ahli epidemiolog, kasus cacar monyet atau Mpox sebenarnya di lapangan lebih tinggi dibandingkan jumlah yang ditemukan dari hasil tracing dan kontak erat. Hal ini berkaitan dengan keterbukaan populasi kelompok berisiko.

Perhitungan ini menggunakan metode yang didasarkan dengan tren kasus Mpox sebelumnya di Inggris. Estimasi mereka dalam setahun kasus Mpox di Indonesia bisa melampaui 3 ribu kasus.

“Kami kemarin mengundang para epidemiolog, mereka mencoba menggunakan price yang terjadi di Inggris itu, mereka memperkirakan kasus kita itu, dengan jumlah populasi kunci itu bisa sampai 3.600 orang,” beber dr Maxi dalam konferensi pers Kamis (26/10).

Simak Video “17 Kasus Mpox di DKI, Tertular Lewat Kontak Seksual
[Gambas:Video 20detik]
(suc/vyp)

Sederet Gejala Pasien Cacar Monyet ‘Mpox’ di DKI, Demam-Muncul Lesi

Jakarta

Kementerian Kesehatan RI melaporkan ada kasus baru cacar monyet atau Mpox di DKI Jakarta. Pada 23 Oktober, tercatat ada satu kasus baru. Whole pasien Mpox kini complete ada 8 orang.

“Positif complete ada 8 orang, kasus positif aktif tujuh orang,” ungkap juru bicara Kemenkes RI dr Mohammad Syahril kepada detikcom, Senin (23/10/2023). Sembari ia menambahkan, di samping pasien tersebut, ada empat pasien suspek yang mengalami gejala dan diduga terkena Mpox.

Diketahui, kasus Mpox pertama kali ditemukan di DKI Jakarta pada Agustus 2022. Pasien yang terkonfirmasi saat itu telah dinyatakan sembuh. Sementara saat ini, masih terdapat tujuh pasien aktif Mpox yang menjalani isolasi di rumah sakit. Diperkirakan, proses penyembuhan Mpox membutuhkan waktu sekitar dua hingga tiga pekan.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

dr Syahril juga menyebut, seluruh pasien Mpox yang tercatat kini adalah laki-laki berusia 25 hingga 35 tahun.

“Rentang usia pasien cacar monyet dewasa muda dan semuanya laki-laki. Kini semua pasien dalam perawatan biasa dan keadaannya umum baik,” tutur dr Syahril.

Daftar Gejala yang Dialami Pasien Mpox

Dalam kesempatan sebelumnya, Kabid P2P Dinkes DKI Jakarta dr Dwi Oktavia, MEpid sempat menjelaskan ada berbagai gejala yang dialami pasien Mpox di Jakarta. Beberapa di antaranya yakni lesi dan demam.

Berikut daftar gejala Mpox pada pasien di Jakarta:

  • Lesi
  • Demam
  • Pembesaran kelenjar getah bening
  • Nyeri tenggorokan
  • Myalgia
  • Ruam
  • Sulit menelan
  • Nyeri anogenital
  • Sakit punggung
  • Menggigil
  • Arthralgia
  • Lelah
  • Mual
  • Batuk
  • Mata nyeri
  • Asthenia
  • Diare
  • Radang di genital

NEXT: Tantangan deteksi cacar monyet

Kondisi Terkini Pasien Transplantasi Jantung Babi, Sudah Bisa Berdiri


Jakarta

Satu bulan telah berlalu sejak tim ahli bedah dari College of Maryland College of Drugs melakukan operasi transplantasi jantung babi kedua dalam sejarah. Kondisi Lawrence Faucette, orang kedua yang menerima transplantasi jantung babi tersebut, dilaporkan telah berangsur membaik dan jantung barunya dapat bekerja secara regular.

Sebelumnya, Faucette mengidap penyakit jantung parah yang membuatnya tidak memenuhi syarat untuk transplantasi jantung manusia. Hal inilah yang kemudian membuat Faucette mencalonkan diri sebagai pasien transplantasi jantung babi demi mendapatkan kesempatan kedua dalam hidupnya.

Untungnya, operasi berjalan dengan sukses dan jantung baru Faucette bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam video yang diunggah pihak rumah sakit baru-baru ini, Faucette bahkan dilaporkan sudah bisa berdiri dan sedang menjalani terapi agar bisa kembali berjalan.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Itu akan sulit, tapi aku akan mengusahakannya,” ujar Faucette, dikutip dari New York Put up, Sabtu (21/10/2023).

Salah satu dokter yang menangani Faucette, dr Muhammad Mohiuddin, mengungkapkan jantung baru Faucette sejauh ini sama sekali belum menunjukkan gejala penolakan.

“Jantungnya melakukan semua fungsinya dengan sendiri,” ucap dr Mohiuddin.

Kondisi Faucette memberikan harapan baru bagi transplantasi organ hewan ke manusia, atau xenotransplant. Selama berpuluh-puluh tahun, xenotransplant selalu gagal lantaran sistem kekebalan tubuh manusia langsung menghancurkan jaringan dari organ hewan yang dicangkok.

Sebagai informasi, ahli bedah dari College of Maryland College of Drugs sebelumnya juga pernah melakukan prosedur serupa pada pria bernama David Bennett. Sayangnya, Bennett meninggal dua bulan setelah menjalani operasi transplantasi jantung babi.

Simak Video “Ada Transplantasi Jantung Babi ke Manusia di AS, Apakah Mungkin Terjadi di RI?
[Gambas:Video 20detik]
(ath/naf)

Tambah 4 Kasus, Whole Pasien Mpox di DKI Jadi 7 Orang!


Jakarta

Juru bicara Kementerian Kesehatan RI dr Mohammad Syahril melaporkan penambahan empat kasus baru cacar monyet atau Mpox dari hasil penelusuran kontak erat. Whole kasus yang ditemukan sejak 2022 sudah mencapai tujuh orang.

“Iya jadi per hari ini ada tambahan empat kasus baru ya, jadi totalnya 7 orang,” beber dr Syahril saat dihubungi detikcom Sabtu (21/10/2023).

“Ini semua dari kontak erat,” sambungnya.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seluruh pasien dilaporkan di DKI Jakarta. Belum ada catatan kasus penyebaran pasien yang ditemukan di luar ibu kota.

Meski begitu, dr Syahril mengimbau masyarakat untuk mewaspadai kemungkinan penularan saat berkontak dengan pengidap Mpox. Bisa dilihat dari lenting dan lesi yang muncul pada pasien.

Adapun enam dari tujuh pasien yang ditemukan langsung menjalani isolasi untuk mencegah transmisi atau penularan semakin meluas.

Berikut riwayat catatan perjalanan kasus Mpox atau cacar monyet.

  • Satu kasus di Agustus 2022: pasien dinyatakan sembuh.
  • Satu kasus di 13 Oktober 2023: pasien masih menjalani isolasi di RS.
  • Satu kasus di 19 Oktober 2023: pasien masih menjalani isolasi di RS.
  • Empat kasus di 21 Oktober 2023 tengah dirujuk menjalani isolasi di RS.

Dari laporan keseluruhan, tersisa empat orang yang masih menjalani proses pemeriksaan di laboratorium PCR. Sementara tiga orang lain yang sempat masuk kategori suspek, belakangan dinyatakan negatif.

dr Syahril belum merinci bagaimana gejala keempat pasien Mpox yang baru ditemukan, lantaran masih dalam tahap penelusuran epidemiologis,

Simak Video “Tambah 1 Kasus Cacar Monyet, Pasien Punya Riwayat Perjalanan
[Gambas:Video 20detik]
(naf/naf)

Curhat RS Tangani Pasien Mati Batang Otak, Terkendala Alat hingga Rujukan Ditolak

Jakarta

Netizen belakangan dibuat heboh oleh kasus bocah di Bekasi yang meninggal pasca menjalani operasi amandel. Pasalnya, bocah berinisial BA yang masih berusia 7 tahun itu meninggal gegara mati batang otak, yang sangat jarang terdengar terjadi akibat menjalani operasi amandel.

Pihak Rumah Sakit Kartika Husada Jatiasih, Bekasi, pun buka suara soal kondisi pasien. Komisaris RS Kartika Husada Jatiasih dr Nidya Kartika Yolanda menjelaskan mati batang otak secara regular memang bukan risiko operasi amandel, tetapi tetap mungkin terjadi tergantung kondisi medis pasien.

“Tidak, bukan secara regular. Tapi bisa jadi bukan dari operasi amandelnya sendiri. Kalau dari operasi amandelnya sendiri itu kan, mungkin ada dari yang lain-lainnya,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (3/10/2023).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Badan masing-masing orang itu kan berbeda. Kita nggak tahu kondisi medis sebelumnya, reaksi si anak ini, itu kan bisa berbeda setiap orang,” sambungnya.

dr Nidya juga menceritakan kendala yang dialami saat menangani pasien BA. Ia mengungkapkan BA mengalami kejang-kejang tak lama setelah menjalani operasi amandel. Tim dokter yang menangani akhirnya menyimpulkan BA mengalami mati batang otak. Namun, mereka tidak bisa menentukan penyebab secara pasti lantaran tidak memiliki sarana dan prasarana yang memadai.

“Kita terkendala di alat-alat penunjang pemeriksaan, seperti MRI, CT Scan, itu tidak ada,” ucapnya.

Untuk itu, pihak rumah sakit berupaya merujuk BA ke rumah sakit dengan fasilitas yang lebih memadai. Mereka juga berupaya mendatangkan dokter-dokter dari kolegium masing-masing untuk melakukan pemeriksaan secara langsung kepada pasien BA. Namun sayangnya, dari lebih dari 80 rumah sakit yang dihubungi tidak ada satupun yang mau menerima BA.

“Alasannya tidak bisa membantu. Mungkin karena kondisi anak yang memang non-transferable, berisiko sekali kalau sampai di sana. Ini kan ada kasus hukum, di mana-mana rumah sakit tidak mau menerima karena takut terbawa-bawa. Di sana kesulitan kami sebenarnya,” tutur dr Nidya.

NEXT: Respons Terhadap Somasi Keluarga Pasien