Tag: Anak

Pemicu Pernikahan Anak di RI Tinggi, Tak Hanya Ekonomi tapi ‘Suka sama Suka’


Jakarta

Kasus perkawinan anak masih menjadi permasalahan di Indonesia, termasuk di daerah-daerah. Hal ini tentunya bisa berdampak buruk pada banyak hal, salah satunya pada kesehatan reproduksi anak.

Berdasarkan knowledge Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), kasus pernikahan di usia anak relatif tinggi. Pada tahun 2022, prevalensi perkawinan anak di Indonesia berada di angka 8,06 persen.

Dari knowledge peradilan agama, permohonan dispensasi perkawinan usia anak pada tahun 2022 mencapai 55 ribu pengajuan pernikahan. Beberapa alasan pengajuan dispensasi nikah usia anak disebutkan karena sudah hamil terlebih dulu hingga dorongan orang tua karena sudah memiliki teman dekat atau pacar.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut perwakilan Koalisi Perempuan Indonesia Mega Puspitasari, faktor terkuat dalam kasus perkawinan anak adalah ekonomi atau masalah kemiskinan. Namun, tren faktor penyebab ini terus mengalami pergeseran.

“Berdasarkan knowledge dari badan peradilan agama, mereka yang mengajukan dispensasi kawin sebagai syarat melakukan perkawinan anak adalah atas dasar cinta. Suka sama suka,” jelas Mega pada detikcom dalam acara Rutgers Indonesia di Bogor, Selasa (14/11/2023).

Melihat fakta ini, Mega mengatakan sangat berbeda dengan kajian yang sudah dilakukan sebelumnya. Menurutnya, faktor penyebab yang cukup banyak saat ini ada romantisasi yang dibangun di permasalahan pernikahan anak ini.

Selain itu, Mega juga menyinggung pengaruh media sosial yang cukup kuat pada anak-anak. Menurutnya, pengaruh digitalisasi sudah cukup kuat, tetapi literasinya masih kurang.

“Bagaimana media sosial salah satu media yang cukup kuat mempengaruhi anak-anak untuk melihat ‘yah daripada capek sekolah, mending nikah’. Nah ini yang semakin menguat,” kata Mega.

“Jadi kita lihat ada pergeseran faktor, meski masih mendominasi kemiskinan dan faktor budaya dan adat yang masih sangat kuat, faktor bagaimana literasi pemahaman anak-anak di media sosial ini menjadi faktor baru yang mencuat dan mendorong perkawinan anak,” jelasnya.

Simak Video “Pentingnya Siap Psychological dan Menyayangi Diri Sendiri Sebelum Menikah
[Gambas:Video 20detik]
(sao/kna)

Ciri-ciri DBD pada Anak dan Orang Dewasa yang Harus Diwaspadai!

Jakarta

Memasuki musim penghujan, detikers disarankan untuk selalu berhati-hati terhadap berbagai penyakit, seperti influenza dan demam berdarah (DBD).

DBD dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, yakni Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Lantas apa ya ciri-ciri DBD? Apakah ciri-ciri DBD pada anak dan orang dewasa berbeda? Bagaimanakah cara mencegah dan mengobatinya? Untuk mengetahuinya, simak penjelasannya di bawah ini.

Ciri-ciri DBD

DBD dapat menyerang anak-anak maupun orang dewasa. Hal ini bisa ditandai melalui gejala atau ciri-ciri DBD. Dikutip melalui buku berjudul Mengenal Demam Berdarah Dengue (2019), World Well being Group (WHO) menyebutkan beberapa ciri-ciri DBD secara klinis.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut ini ciri-cirinya.

  1. Demam tinggi secara mendadak dan terjadi terus-menerus selama kurang lebih 2 sampai 7 hari.
  2. Terjadi pembesaran hati.
  3. Diikuti atau tidak diikuti oleh renjatan.
  4. Turunnya trombosit (1.000.000/ul atau kurang).
  5. Hemokonsentrasi adalah pembesaran plasma yang dapat ditinjau dari tingginya nilai hematokrit sebanyak 20%.
  6. Terjadi manifestasi pendarahan. Salah satu bentuk dari pendarahannya yaitu:
    • Peteka adalah bintik-bintik merah yang muncul akibat adanya pendarahan secara intradermal.
    • Purpura adalah pendarahan yang terjadi di kulit.
    • Ekimosis adalah bercak pendarahan yang terjadi pada kulit atau selaput lendir.
    • Epistaksis adalah pendarahan berbentuk mimisan atau pendarahan pada gusi.
    • Hematemesis adalah pendarahan yang terjadi melalui muntah darah.
    • Melena adalah pendarahan yang menyebabkan tinja berwarna hitam.

Ciri-ciri DBD pada Anak-anak dan Orang Dewasa

DBD bisa menyerang anak-anak berusia kurang dari 15 tahun dan juga orang dewasa.

Sebenarnya, ciri-ciri DBD pada anak-anak dan orang dewasa cukup mirip, namun ciri-ciri DBD pada anak sering kali disalah artikan sebagai ciri-ciri dari penyakit lainnya.

Ciri-ciri DBD akan timbul saat mulai memasuki hari ke 4 sampai hari ke 10 setelah terjadinya infeksi.

Berikut ini ciri-ciri DBD pada anak dan orang dewasa yang dikutip melalui laman resmi World Well being Group (WHO).

  1. Mengalami demam tinggi hingga 40°C/104°F
  2. Mengalami sakit kepala yang parah
  3. Merasakan nyeri di bagian belakang mata
  4. Merasakan nyeri pada otot dan sendi
  5. Mual dan muntah
  6. Kelenjar mengalami pembengkakan
  7. Munculnya ruam

Seseorang yang terinfeksi DBD untuk kedua kalinya akan memiliki risiko yang lebih besar. Berikut ini ciri-cirinya:

  1. Mengalami sakit perut yang parah
  2. Muntah secara terus-menerus
  3. Napas tidak beraturan
  4. Gusi dan hidung mengalami pendarahan
  5. Merasa kelelahan dan gelisah
  6. Muntah darah atau BAB berdarah
  7. Menjadi mudah haus
  8. Kulit lebih pucat dan terasa dingin

Cara Mencegah DBD

Dikutip melalui laman resmi World Well being Group (WHO), berikut ini beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko DBD.

  1. Menggunakan pakaian yang tertutup
  2. Pakai gorden atau tirai di siang hari
  3. Semprot gorden atau tirai menggunakan semprotan obat nyamuk
  4. Gunakan kasa jendela
  5. Semprot obat nyamuk
  6. Gunakan obat nyamuk bakar atau yang lainnya
  7. Hindari menggantung pakaian kotor
  8. Lakukan vaksin dengue pada usia 9 hingga 16 tahun
  9. Melakukan pemberantasan jentik nyamuk

Cara Mengobati DBD

Dikutip melalui buku berjudul Mengenal Penyakit Menular (2022), belum ditemukan adanya obat khusus yang dapat mengobati penyakit DBD.

Langkah pengobatan DBD dilakukan untuk mencegah dan mengatasi gejala dari infeksi yang lebih parah.

  1. Melakukan hidrasi dengan pemberian cairan intravena IV
  2. Memberikan resep obat yang digunakan untuk mengatasi rasa sakit
  3. Memberikan terapi elektrolit
  4. Memberikan terapi oksigen
  5. Memberikan transfusi darah
  6. Melakukan pemantauan tekanan darah secara cermat

Demikian yang dapat detikHealth sampaikan mengenai ciri-ciri DBD. Semoga bermanfaat!

Simak Video “Peringatan WHO Soal Efek El Nino pada Penyebaran Virus
[Gambas:Video 20detik]
(inf/inf)

Korsel Jadi Negara Termahal di Dunia untuk Membesarkan Anak, Segini Biayanya

Jakarta

Studi terbaru mengungkapkan Korea Selatan merupakan negara termahal untuk membesarkan anak hingga usia 18 tahun. Hal tersebut juga menjelaskan alasan di balik angka kelahiran yang merosot tajam di negara tersebut.

Studi tahunan yang dilakukan oleh lembaga asal Beijing, YuWa Inhabitants Analysis Institute menemukan Korea Selatan adalah negara termahal untuk membesarkan anak, di mana biaya membesarkan anak mencapai 7,79 kali lebih besar dibanding produk domestik bruto (PDB) per kapita. Adapun besarannya mencapat KRW 365 juta gained atau sekitar Rp 4,2 miliar. Sementara, posisi kedua ditempati oleh China, diikuti Jerman dan Prancis pada posisi ketiga dan keempat.

Namun, tingginya biaya membesarkan anak berbanding terbalik dengan angka kelahiran di negara tersebut. Tercatat, tingkat fertilitas di Korea Selatan saat ini berada di 0,78. Artinya untuk setiap 100 wanita hanya akan melahirkan 78 bayi sepanjang hidup mereka.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Angka tersebut merupakan yang terendah sejak tingkat fertilitas di Korea merosot ke 1,48 pada 2000. Padahal, di 1980 dan 1960 tingkat fertilitas di Korea mencapai 2,82 dan 5,95.

Lantas, apa yang jadi penyebab merosotnya angka kelahiran di Korea Selatan?

Media cetak lokal, Cholsun Ilbo, melaporkan pengeluaran terbesar masyarakat Korea dalam membesarkan anak yakni pada bidang pendidikan. Menurut laporan tahun 2022, masyarakat Korea tercatat menghabiskan KRW 26 triliun gained (sekitar Rp 301 triliun) untuk membiayai les atau bimbingan belajar (bimbel) bagi anak-anak mereka. Artinya, dalam sebulan para orang tua mengeluarkan setidaknya KRW 524.000 gained (sekitar Rp 6 juta) untuk biaya pendidikan.

“Korea adalah masyarakat yang sangat fokus pada pendidikan, dan bagi kebanyakan keluarga, pelajaran tambahan setelah jam sekolah berakhir adalah hal yang regular,” ujar Han Ye-jung yang memiliki putri berusia 31 bulan, dikutip dari DW, Senin (9/10/2023).

Han mengatakan bimbel, atau yang dikenal juga dengan istilah ‘hagwon’ di Korea, biasanya dimulai sejak anak berusia 4 tahun. Umumnya, tempat bimbel tersebut mengajarkan bahasa Inggris sambil mengajak anak bermain.

“Ini adalah sebuah tren besar di Seoul sekarang dan banyak orang yang mengeluarkan banyak uang setiap bulannya untuk taman kanak-kanak berbahasa Inggris ini karena mereka percaya anak-anak lebih mudah mempelajari bahasa asing ketika masih kecil, dan itu adalah kemampuan penting yang harus dimiliki,” tutur Han.

Han pun mengaku dirinya kerap berdiskusi soal opsi pendidikan saat berkumpul bersama teman maupun anggota keluarga. Alasan lain orang tua mengirim anak mereka mengikuti bimbel adalah agar anak mendapat pengawasan saat ibu mereka pergi bekerja.

Puluhan Siswa SD di Bandung Keracunan Jajanan ‘Cimin’, Satu Anak Tewas


Jakarta

Kasus keracunan massal di Kabupaten Bandung belakangan disorot. Sebanyak 34 siswa dilaporkan menjadi korban dan satu di antaranya meninggal dunia. Kejadian ini terjadi di SDN Jati 3, Desa Saguling, Kecamatan Saguling, Selasa (26/9/2023).

Puluhan siswa itu mengalami keracunan setelah mengkonsumsi makanan berbahan baku cimin. Mereka kemudian dilarikan ke puskesmas hingga rumah sakit di Cimahi dan di Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Dalam kejadian ini, korban keracunan tidak langsung bertumbangan. Korban mulai mengalami keracunan 1 hingga 2 hari usai mengkonsumsi makanan itu.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Satu siswa berinisial RRN (9) meninggal dunia setelah mengkonsumsi makanan tersebut. Kondisi korban diperparah karena memiliki penyakit bawaan yakni thalasemia.

“Untuk kasus keracunan massal ini, yang dirawat di puskesmas 15 orang, rawat jalan 13 orang, di RSCK 1 orang, RS Kartini 3 orang, klinik Assyida 1 orang, dan di RS Dustira itu 1 orang. Jadi sampai hari ini ada 34 orang,” ujar kata Kepala Puskesmas Saguling Burhan kepada detikJabar.

Burhan menduga, penyebab keracunan massal ini akibat makanan cimin yang dikonsumsi para siswa pada Selasa, 26 September 2023. Hingga Jumat, 29 September 2023 lalu, masih ada dua orang siswa yang masih menjalani perawatan. Sementara, lainnya sudah diperbolehkan pulang.

LANJUTKAN MEMBACA Di SINI

Simak Video “Penjelasan Psikolog soal Kesurupan yang Dialami Joyful Asmara
[Gambas:Video 20detik]
(suc/naf)

Ayah ‘Donor Sperma’ Punya 96 Anak Biologis, Keliling AS-Kanada Temui Satu-satu


Jakarta

Pria di Amerika Serikat (AS), Dylan Stone Miller, telah menjadi ayah biologis dari 96 anak lantaran menjadi seorang donor sperma. Pria tersebut belum lama ini memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya sebagai insinyur perangkat lunak lantaran ingin bertemu dengan semua anaknya.

Bahkan ia rela meninggalkan tempat tinggalnya di Atlanta, Georgia, dan melakukan perjalanan ke utara menuju Kanada dengan satu tujuan, yaitu bertemu sebanyak mungkin dari 96 anak biologisnya. Sejauh ini Miller telah bertemu 25 anak di antaranya.

Adapun perjalanannya bertemu anak-anaknya itu dimulai dari media sosial. Menurut laporan Wall Road Journal, Miller sempat menerima pesan Fb pada 2020. Pesan tersebut datang dari Alicia Bowes, salah satu dari dua ibu dari balita yang merupakan salah satu anak kandung Stone-Miller.

“Saya sangat berharap Anda tidak merasa dilanggar dengan cara apa pun, tetapi ini adalah hari Thanksgiving di Kanada dan saya ingin memberitahu Anda betapa berterima kasihnya keluarga saya kepada Anda,” kata Bowes.

Pesan itu tiba beberapa bulan setelah Miller berpisah dari istrinya. Segera setelah itu, dia bertanya kepada Bowes apakah dia bisa bergabung dengan grup Fb yang diberi nama sesuai dengan ID financial institution spermanya. Menurut Wall Road Journal, Bowes dapat melacak Miller di media sosial melalui rincian yang diperoleh dari file donornya.

Saat sudah masuk grup tersebut dan mengatakan bahwa dia tertarik untuk bertemu dengan anak kandungnya, yang sebagian besar adalah orang Amerika, 20 orang tua memperbolehkannya.

Ayah 96 anak itu pun telah mengunjungi Bowes, yang tinggal di Edmonton bersama dua putri yang keduanya merupakan anak biologis Miller, pada dua kesempatan.

Salah satu kunjungannya, yang merupakan perjalanan terpanjang dalam perjalanannya, berlangsung selama sembilan hari. Baik anak-anaknya, Bowes, pasangannya, dan Miller masih berusaha menjalani hubungan baik.

Sebelum bertemu dengan Bowes dan keluarganya, Miller juga sempat mengunjungi anak biologisnya di Atlanta dan Connecticut sebelum menuju ke barat hingga Vancouver.

Miller pertama kali mulai mendonorkan spermanya ketika dia masih seorang mahasiswa, dan menerima USD100 atau sekitar Rp 1 juta dari financial institution sperma Xytex.

Adapun motivasinya menjadi donor tersebut yakni ingin membayar pengacaranya setelah dia didakwa meminum minuman beralkohol di bawah umur, namun dia terus melakukannya selama enam tahun.

Meskipun beberapa negara membatasi jumlah anak per donor, AS tidak memiliki batasan nasional. American Society for Reproductive Medication menawarkan pedomannya sendiri, yang menyarankan batasan 25 anak per donor dalam populasi 800.000 jiwa.

Di Kanada, aturannya serupa, maksimal 25 keturunan per 800.000 penduduk dapat dilahirkan dari satu donor, meskipun tidak ada batasan jumlah keluarga yang akan ‘dibentuk’. Berbeda dengan AS, donor sperma di Kanada tidak mendapat kompensasi.

Simak Video “Fuji Ngaku Kesulitan Syuting karena Idap Skoliosis
[Gambas:Video 20detik]
(suc/vyp)

Ortu Jangan Lalai, 4 Kebiasaan Ini Bisa Picu Obesitas pada Anak!


Jakarta

Tak cuma orang dewasa, nyatanya obesitas juga mengintai bayi dan anak-anak. Kondisi obesitas ini tidak boleh disepelekan, karena dapat berujung pada komplikasi lainnya.

Dikutip dari Mayo Clinic, obesitas dapat membuat anak rentan mengalami masalah kesehatan seperti diabetes, tekanan darah tinggi, dan kolesterol tinggi. Obesitas pada masa kanak-kanak juga dapat menyebabkan depresi.

Oleh sebab itu, penting bagi orang tua untuk memperhatikan pola hidup anak agar mereka terhindar dari obesitas. Melansir berbagai sumber, berikut beberapa hal yang dapat menjadi pemicu obesitas pada anak.

1. Malas Beraktivitas

Anak-anak yang malas melakukan aktivitas fisik dan olahraga cenderung lebih mudah mengalami obesitas. Hal ini bisa terjadi karena jumlah kalori yang terbakar hanya sedikit karena tubuh jarang bergerak. Akibatnya, berat badan anak akan lebih mudah bertambah. Apalagi jika mereka memiliki kebiasaan makan berlebih. Sebagai orang tua, penting bagi Anda untuk mengajaknya olahraga teratur. Mulailah tanamkan kebiasaan sehat dengan rajin olahraga setidaknya minimal 30 menit per hari, 2-3 kali seminggu.

2. Kurang Tidur

Tidur menjadi faktor penting dalam masa pertumbuhan anak-anak. Anak -anak yang kurang tidur lebih cenderung menjadi gemuk. Pasalnya, kurang tidur menyebabkan kantuk di siang hari yang membuat mereka kurang aktif. Akibatnya, hal ini mengganggu hormon yang mengendalikan nafsu makan sehingga membuat mereka merasa lebih lapar dan makan lebih banyak saat terbangun.

Sebaiknya, atur waktu tidur mereka cukup awal untuk memastikan mereka mendapatkan jumlah tidur yang tepat. Adapun anak berusia lima tahun ke bawah sebaiknya tidur 11 jam. Sementara anak usia 5-10 tahun mendapatkan tidur 10 jam, dan anak 10 tahun ke atas tidur minimal 9 jam.

3. Sering Fundamental Gadget

Seiring berkembangnya teknologi, gadget menjadi hal yang sulit dijauhkan dari anak-anak. Padahal, keseringan major gadget tidak baik bagi tumbuh kembang anak-anak. Sebuah studi yang dipublikasikan dalam BioMed Central Journal of Well being, Inhabitants and Vitamin, melaporkan kebiasaan major gadget terlalu banyak berkaitan dengan risiko obesitas. Hal ini karena peningkatan durasi screentime dikaitkan dengan peningkatan asupan makanan.

Agar anak tidak bergantung pada gadget, sebaiknya menerapkan display screen time. Menurut WHO, anak usia 2 tahun diperbolehkan untuk display screen time maksimum satu jam per hari. Sama seperti anak dua tahun, anak berusia 3-4 tahun pun hanya diperbolehkan untuk display screen time tidak lebih dari satu jam per hari.

Jika mereka tantrum atau stress tanpa gadget, orang tua perlu melakukan komunikasi rutin. Sering-seringlah mengajak mereka ngobrol dan bertukar pikiran. Hal ini akan membuat mereka lebih terbuka dan mengerti maksud Anda.

4. Jajan Tidak Sehat

Kebiasaan sering jajan makanan atau minuman dapat memicu obesitas pada anak. Apalagi jika orang tua sering memberi jajanan manis dengan alasan agar anak merasa kenyang atau berhenti tantrum. Padahal, anak harus mengonsumsi makronutrien dan mikronutrien agar kebutuhan gizinya terpenuhi dengan baik.

Tak hanya itu, jajanan tinggi gula atau kalori juga menyebabkan anak menjadi ogah-ogahan mengonsumsi makanan utama. Oleh sebab itu, sebaiknya hindari mengonsumsi jajanan kurang sehat yang dapat memicu obesitas pada anak.

Jika anak suka jajan sembarangan, orang tua bisa ajarkan mereka untuk mengonsumsi makanan bergizi seimbang. Untuk sumber karbohidrat cobalah sajikan menu yang lebih bervariasi. Nggak melulu nasi, melainkan bisa diganti dengan kentang ataupun mi.

Namun sebaiknya pilih mi yang lebih sehat. Misalnya saja mi instan yang di-oven karena melalui proses produksi yang lebih aman, tidak melalui proses penggorengan. Pola makan sehat ini tentunya perlu diimbangi dengan porsi yang tepat sehingga mereka bisa terhindar dari obesitas.

Nah, itulah beberapa kebiasaan yang dapat memicu anak kelebihan berat badan. Selain menjaga pola makan, menerap display screen time dan melakukan aktivitas fisik, pastikan juga anak menerapkan pola hidup sehat lainnya. Salah satunya dengan mengajak mereka menjaga kebersihan. Pastikan juga mereka mendapatkan vaksin dan pemeriksaan rutin untuk mengecek kondisi kesehatan anak.

(akd/ega)

Expensive Ortu! IDAI Beberkan Suggestions Anak Tak Mudah Ngedrop di Tengah Polusi Ugal-ugalan


Jakarta

Polusi udara terbukti berdampak buruk bagi kesehatan, khususnya bagi kelompok rentan seperti anak-anak. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Bernie Endyarni Medise, SpA(Okay), MPH, kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada anak melonjak imbas kualitas udara yang buruk.

“ISPA yang polusi ini cukup tinggi ya karena banyak yang batuk pilek, nggak sembuh-sembuh, itu lebih banyak, tapi nggak demam ya. Lebih ke alergi polutan. Cukup banyak,” ucapnya saat ditemui di Jakarta Selatan, Selasa (15/8/2023).

Bagaimana ideas agar anak tetap sehat dan tak mudah sakit?

Menurut dr Bernie, salah satu ideas agar anak tetap sehat dan tak mudah sakit di tengah polusi adalah mendapat nutrisi yang cukup, mulai dari karbohidrat, protein, hingga mineral. Adapun kelengkapan nutrisi akan memperkuat imun anak sehingga tak gampang sakit.

Selain nutrisi, kebutuhan tidur yang cukup juga menjadi sangat penting untuk menjaga kesehatan anak.

“Anak cukup makan, harus dapat imunisasi, harus cukup tidur istirahat, stimulasinya harus dilakukan supaya dia berkembang juga,” tuturnya.

Begitu juga dengan pemakaian masker. dr Bernie mengingatkan orang tua untuk memastikan anak mengenakan masker apabila melakukan aktivitas di luar ruangan atau out of doors.

“Untuk jangka pendek mungkin penggunaan masker, kalau bisa tidak terlalu banyak ke daerah2 yang polusinya tinggi. Tapi anak lebih memang butuh out of doors sih, jadi penggunaan masker menjadi salah satunya,” katanya.

“Sebenarnya masker-masker biasa nggak apa-apa. Kalau masker untuk partikel besar seperti polusi, gunanya yang penting kan tidak masuk ke dalam,” sambungnya lagi.

Simak Video “Polusi Jakarta Memprihatinkan, Paparannya Bikin Iritasi Saluran Napas
[Gambas:Video 20detik]
(suc/naf)

IDAI Sebut Kasus Batpil-ISPA Anak Melonjak gegara Polusi, Perlukah PJJ?


Jakarta

Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) dr Bernie Endyarni Medise, SpA(Ok), MPH, blak-blakan menyebut kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada anak meningkat imbas polusi. Menurutnya, banyak yang mengalami batuk hingga pilek yang tak sembuh-sembuh imbas alergi polutan.

“Batuk pilek lebih banyak, tapi nggak demam ya. Lebih ke alergi polutan. Cukup banyak,” ucapnya saat ditemui detikcom di Jakarta Selatan, Selasa (15/8/2023).

Karenanya, ia mengingatkan orang tua untuk tidak mengajak anak ke tempat-tempat dengan polusi tinggi. Tak lupa juga menggunakan masker hingga memberikan asupan makan yang cukup pada anak.

“Anak cukup makan, harus dapat imunisasi, harus cukup tidur istirahat, stimulasinya harus dilakukan supaya dia berkembang juga,” tuturnya.

“Sebenarnya masker-masker biasa nggak apa-apa. Kalau masker untuk partikel besar seperti polusi, gunanya yang penting kan tidak masuk ke dalam,” sambungnya lagi.

Lantas, Selain Masker-Asupan Makan Cukup, Perlukah PJJ untuk Anak Sekolah?

Menurut dr Bernie, penerapan pembelajaran jarak jauh atau PJJ di tengah polusi buruk untuk anak sekolah perlu dipikirkan secara matang, termasuk dampak jangka panjangnya. Hal ini dikarenakan banyaknya anak didik yang tak bisa menyerap mata pelajaran dengan baik ketika belajar dari jarak jauh.

“Supaya anak ini harus terus bisa sekolah dong, jadinya mungkin perlunya pemerintah apa, kemudian mungkin pengguna kendaraan karena kan polusi banyak dari kendaraan mungkin lebih banyak pakai transportasi yang nyaman mungkin. Jadi apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi polusi ini,” imbuhnya lagi

Simak Video “Ideas Kurangi Potensi Gangguan Kulit Akibat Polusi Udara Ekstrem
[Gambas:Video 20detik]
(suc/up)

ANAK SEHAT TANGGUNG JAWAB BERSAMA



Publish Views:
427

 

Kamis, 28 Juli 2022 bertempat di Resort Santika, Walikota Malang Bersama Kepala Dinas Kota Malang mencanangkan pelaksanaan BIAN atau Bulan Imunisasi Anak Nasional. Kegiatan tersebut dihadiri oleh ketua TP PKK Kota Malang, ketua IDAI Kota Malang, Koordinator kader se-Kota Malang, TPPKK tingkat kota, … Sebagai bentuk pencanangan BIAN  dilakukan penyuntika vaksim MR kepada 18 balita perwakilan dari posyandu.

Seperti diketahui, BIAN di Kota Malang akan mulai dilaksanakan pada tanggal 1 – 16 Agustus 2022 di seluruh posyandu dan puskesmas. Kegiatan ini tidak hanya melibatkan tenaga kesehatan puskesmas saja, melainkan juga melibatkan tenaga kesehatan dari klinik atau rumah sakit yang ada di Kota Malang. Jadwal pelaksanaan sudah ditentukan untuk setiap wilayah posyandu, sehingga dihimbau ibu mengajak balita ke posyandu untuk mendapatkan imunisasi ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

BIAN sebenarnya terdiri dari 2 kegiatan yaitu imunisasi kejar untuk melengkapi imunisasi yang jadwalnya terlewat (OPV, IPV, DPT-HB-Hib) dan imunisasi tambahan campak rubella (MR). BIAN bertujuan untuk mengejar cakupan imunisasi rutin yang menurun di masa pandemic covid-19. Selain itu, BIAN juga bertujuan untuk reaktivasi posyandu di setiap kabupaten/kota. Sehingga pelaksanaan BIAN diutamakan dan difokuskan di posyandu, karena program imunisasi merupakan salah satu program kesehatan di posyandu.


Dokter Anak Ungkap Tiap Hari Ada 200 Bayi di RI Meninggal, Ini yang Jadi Pemicu


Jakarta

Masalah pernapasan dapat menjadi masalah besar pada bayi yang baru dilahirkan. Tingginya angka kematian bayi yang baru lebih paling banyak disebabkan oleh masalah pernapasan.

Dokter spesialis anak Prof Dr dr Rinawati Rohsiswatmo, SpA(Ok) buka suara terkait masalah pernapasan yang dialami bayi. Prof Rinawati mengatakan bahwa persentase potensi bayi yang baru lahir mengalami masalah pernapasan adalah sekitar 10 persen.

Prof Rinawati menjelaskan masalah pernapasan seperti asfiksia yang dialami oleh bayi yang baru lahir memerlukan penanganan khusus. Ia menjelaskan bahwa kondisi tersebut berpotensi besar menyebabkan kematian pada bayi. Angka kematian bayi yang baru lahir di Indonesia sangatlah besar.

“Risiko terbesar masalah pernapasan yang bisa dialami bayi itu bahkan bisa membuat bayi meninggal dunia,” katanya ketika ditemui di Jakarta Pusat, Senin (14/8/2023).

“Setiap hari kalau dihitung angka kelahiran di Indonesia itu kan sekitar 5 juta ya. Nah, dalam satu hari itu ada 200 bayi yang meninggal di seluruh Indonesia. Kasus kematian itu 70 persen karena masalah penyakit pernapasan,” sambungnya.

Selain masalah pernapasan, Prof Rinawati mengatakan umumnya penyebab kematian pada bayi yang baru lahir disebabkan oleh kelahiran prematur dan juga masalah kesehatan bawaan.

“Yang masuk kategori bayi itu kan yang usia 0-1 tahun ya. Di antaranya itu paling banyak kasus kematian bayi baru lahir itu dalam 24 jam pertama sampai seminggu pertama,” jelasnya.

“Indonesia itu nomor lima tertinggi di Asia Tenggara untuk jumlah kematian bayi baru lahir. Kita kalah sama Singapura, Thailand, dan Vietnam untuk persoalan ini,” pungkasnya.

Simak Video “Operasi Pemisahan Bayi ‘Berkaki 6’ di Lombok Dilakukan Akhir Pekan
[Gambas:Video 20detik]
(avk/kna)