Tag: Susanto

Heboh Dokter Gadungan Susanto Sudah ‘Praktik’ Sejak 2006, Kemenkes Bilang Begini


Jakarta

Kasus dokter gadungan atau dokteroid yang melibatkan pria lulusan SMA di Surabaya, Susanto, memicu kekhawatiran. Pasalnya, ia menggunakan knowledge pribadi orang lain agar bisa bekerja di selama dua tahun di sebuah klinik Surabaya.

Pria lulusan SMA itu juga diketahui telah mengelabui sejumlah klinik dan RS sejak 2006, bahkan pernah menjadi dokter spesialis obgyn.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI Azhar Jaya, mengatakan kasus tersebut terjadi sebelum undang-undang kesehatan ada. Untuk mencegah hal tersebut terjadi lagi, perlu adanya verifikasi ulang yang dilakukan para petinggi rumah sakit.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Sebenarnya, dokter ini kan sudah 2 tahun ya, berarti sebelum undang-undang ada. Nah, untuk dapat berpraktik itu sebenarnya bisa melewati beberapa tahapan,” kata Azhar yang ditemui di Jakarta Barat, Minggu (17/9/2023).

“Mulai dari SIP (surat izin praktik) yang dilakukan di dinas kesehatan, yang mengeluarkan SIP adalah dinkes. Kemudian ijazahnya segala macam, itu seharusnya konsil yang berperan di sini karena STR-nya (surat tanda registrasi) dan sebagainya di situ,” sambung dia.

Azhar menegaskan perlu adanya verifikasi ulang dokter atau tenaga kesehatan oleh pihak rumah sakit. Hal ini dilakukan demi memastikan pengalaman dan kompetensi dokter atau tenaga kesehatan tersebut.

“Kemudian, pas dia praktek di RS, sebenarnya ada kredensial. Direktur rumah sakitnya itu harus meneliti lagi. Komite medisnya juga harus melakukan verifikasi lagi kepada dokter ini, sehingga semuanya bisa memastikan ‘standing legalnya’ seorang dokter,” pungkasnya.

Simak Video “IDI Beberkan Kronologi Penemuan Kasus Dokter Gadungan Susanto
[Gambas:Video 20detik]
(sao/suc)

Alasan Susanto Bisa ‘Loncat’ Sana-sini Jadi Dokter Gadungan, Ini Celahnya


Jakarta

Aksi Susanto yang menjadi dokteroid atau dokter gadungan di klinik milik PHC Surabaya menarik perhatian publik. Hal ini lantaran Susanto aslinya adalah seorang lulusan SMA, tetapi ia lolos menjadi dokter first help di klinik tersebut selama dua tahun.

Ia juga sebelumnya pernah mengelabui sejumlah klinik dan RS. Bahkan sempat berpraktik menjadi dokter spesialis obgyn di salah satu RS Kalimantan dan melakukan tindakan operasi.

Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi, SpOT mengatakan masalah ini terjadi karena kurang ketatnya proses kredensial bagi dokter yang akan bekerja di fasilitas kesehatan.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kredensialing adalah proses peninjauan dokumen terhadap tenaga keperawatan untuk menentukan kelayakan pemberian kewenangan klinis. Proses ini penting sebagai tanggung jawab rumah sakit dan untuk menjaga keselamatan para pasien.

Lebih lanjut, dr Adib menyebut kemungkinan bisa bobol karena proses yang dijalani oleh pelaku adalah proses inner langsung ke perusahaan tanpa melibatkan organisasi profesi.

“Dalam proses undang-undang praktik kedokteran, proses yang berkaitan dengan kredensial di mana memberikan penugasan kepada IDI itu dipertegas di Permenkes 2052 2011, Sehingga itu yang menjadikan suatu dasar bahwa di setiap proses kredensial atau penerbitan rekomendasi izin praktik, itu selalu melibatkan IDI cabang setempat,” imbuhnya dalam konferensi pers, Kamis (14/9/2023).

Menurutnya, proses penerimaan dokter atau tenaga medis seharusnya melibatkan organisasi profesi agar mengetahui kredibel dari dokter yang melamar di suatu tempat.

“Jadi kalau ada dokter yang ingin berpraktik di dalam suatu wilayah, atau mendapatkan satu penugasan klinis, maka dia masuk ke dalam suatu proses yang namanya masuk klip komite rekomendasi izin praktik dengan proses kredensial di inner,” imbuhnya lagi.

“Tetapi ini yang kemudian bahwa pada saat masuk dokter gadungan, artinya kalau dokter gadungan tidak ada proses yang dilakukan inner di Ikatan Dokter Indonesia karena dia bukan dokter. Dia memalsukan sebuah dokumen, memasukkan dokumen itu, dan kemudian dia diterima di institusi itu,” lanjutnya lagi.

Di sisi lain, Ketua IDI Surabaya, Dr dr Brahmana Askandar, SpOG Subsp Onk, menegaskan IDI Surabaya juga tak pernah memberikan surat izin praktik untuk dokter gadungan tersebut.

Simak Video “Ginjal Babi yang Dicangkok ke Tubuh Manusia Berhasil Bekerja selama 2 Bulan
[Gambas:Video 20detik]
(suc/naf)

Dokter Gadungan Susanto Pernah Jadi Kepala Puskesmas, Kemenkes Buka Suara


Jakarta

Heboh pria lulusan SMA di Surabaya, Jawa Timur, Susanto dilaporkan dua tahun menjadi dokter gadungan. Usut punya usut, Susanto mengelabui Rumah Sakit PHC Surabaya, tempatnya bekerja, dengan ijazah milik orang lain yang kemudian fotonya diganti dengan foto dirinya.

Kasus Susanto terungkap pasca pihak RS akan memperpanjang kontrak Susanto. Susantio mendaftar lowongan tenaga layanan clinic sebagai dokter first help. Kemudian, diterima sebagai dokter hiperkes yang memastikan proses di perusahaan menerapkan standar K3, seperti menguji secara berkala kesehatan para pekerja, setiap peralatan yang digunakan, lingkungan kerja, hingga tata kelola kelembagaan.

Jauh sebelum itu, Susanto juga ternyata pernah menipu pihak Pemda Kalimantan dengan menjadi Kepala UPTD dan Kepala Puskesmas. Company Secretary PT Pelindo Husada Citra, Imron Soewon menyebut Susanto mencomot identitas dr Anggi Yurikno yang ternyata seorang residivis dan korbannya adalah pemerintah daerah (pemda).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Karena sebenarnya orang ini residivis dan sudah pernah kejadian dan pernah dihukum di daerah Kalimantan, tapi tidak jera juga. Kami tahunya setelah itu (kasus terbongkar),” ujar Imron seperti dikutip dari detikJatim, Selasa (12/9/2023).

Apa Kata Kemenkes?

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi mengaku belum mendapatkan informasi lebih element mengenai kasus tersebut. Namun, pihaknya menyinggung persoalan proses verifikasi dalam tahap awal penandatangan kontrak.

Dalam hal ini, komite etik memiliki tanggung jawab di balik kesesuaian tenaga medis yang direkrut dengan kompetensinya.

“Mengenai hal ini kami belum mendapatkan informasi lebih terinci, tapi pertama sebenarnya seharusnya, pada kontrak pertama proses kredensial dari komite medik untuk menentukan tenaga medis tadi kompetensinya sesuai dengan yang dibutuhkan,” terang dr Nadia saat dihubungi detikcom Rabu (13/9/2023).

“Dan proses kredensial ini harus dilakukan komite medik untuk mencari informasi, jadi di tahap perpanjangan ada proses cek and ricek, yang mungkin bagian kredensial, akhirnya dapat ditemukan permasalahan ini,” sambung dia.

Berkaca pada kasus Susanto, Kemenkes RI mengimbau setiap rumah sakit untuk melaksanakan tatakelola RS sebagaimana mestinya termasuk pembinaan SDM, juga kerja sama dengan dinas kesehatan setempat.

“Setiap RS punya hospital by legislation, tentu harus ada pembinaan mengingatkan akan terus dilakukan bersama juga dengan Dinkes provinsi, kabupaten/kota, juga dengan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (ARSADA), juga Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI),” pungkasnya.

Simak Video “Besaran TPP yang Diterima Dokter Spesialis di Papua
[Gambas:Video 20detik]
(naf/up)