Jakarta

Heboh pria lulusan SMA di Surabaya, Jawa Timur, Susanto dilaporkan dua tahun menjadi dokter gadungan. Usut punya usut, Susanto mengelabui Rumah Sakit PHC Surabaya, tempatnya bekerja, dengan ijazah milik orang lain yang kemudian fotonya diganti dengan foto dirinya.

Kasus Susanto terungkap pasca pihak RS akan memperpanjang kontrak Susanto. Susantio mendaftar lowongan tenaga layanan clinic sebagai dokter first help. Kemudian, diterima sebagai dokter hiperkes yang memastikan proses di perusahaan menerapkan standar K3, seperti menguji secara berkala kesehatan para pekerja, setiap peralatan yang digunakan, lingkungan kerja, hingga tata kelola kelembagaan.

Jauh sebelum itu, Susanto juga ternyata pernah menipu pihak Pemda Kalimantan dengan menjadi Kepala UPTD dan Kepala Puskesmas. Company Secretary PT Pelindo Husada Citra, Imron Soewon menyebut Susanto mencomot identitas dr Anggi Yurikno yang ternyata seorang residivis dan korbannya adalah pemerintah daerah (pemda).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Karena sebenarnya orang ini residivis dan sudah pernah kejadian dan pernah dihukum di daerah Kalimantan, tapi tidak jera juga. Kami tahunya setelah itu (kasus terbongkar),” ujar Imron seperti dikutip dari detikJatim, Selasa (12/9/2023).

Apa Kata Kemenkes?

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi mengaku belum mendapatkan informasi lebih element mengenai kasus tersebut. Namun, pihaknya menyinggung persoalan proses verifikasi dalam tahap awal penandatangan kontrak.

Dalam hal ini, komite etik memiliki tanggung jawab di balik kesesuaian tenaga medis yang direkrut dengan kompetensinya.

“Mengenai hal ini kami belum mendapatkan informasi lebih terinci, tapi pertama sebenarnya seharusnya, pada kontrak pertama proses kredensial dari komite medik untuk menentukan tenaga medis tadi kompetensinya sesuai dengan yang dibutuhkan,” terang dr Nadia saat dihubungi detikcom Rabu (13/9/2023).

“Dan proses kredensial ini harus dilakukan komite medik untuk mencari informasi, jadi di tahap perpanjangan ada proses cek and ricek, yang mungkin bagian kredensial, akhirnya dapat ditemukan permasalahan ini,” sambung dia.

Berkaca pada kasus Susanto, Kemenkes RI mengimbau setiap rumah sakit untuk melaksanakan tatakelola RS sebagaimana mestinya termasuk pembinaan SDM, juga kerja sama dengan dinas kesehatan setempat.

“Setiap RS punya hospital by legislation, tentu harus ada pembinaan mengingatkan akan terus dilakukan bersama juga dengan Dinkes provinsi, kabupaten/kota, juga dengan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (ARSADA), juga Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI),” pungkasnya.

Simak Video “Besaran TPP yang Diterima Dokter Spesialis di Papua
[Gambas:Video 20detik]
(naf/up)