Jakarta –
Rencana penyebaran nyamuk aedes aegypti ber-wolbachia untuk menekan penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Denpasar dan Buleleng, Bali, menuai pro-kontra. Imbasnya, penerapan teknologi wolbachia yang seharusnya dilakukan pada 12-13 November di wilayah tersebut ditunda.
Terkait hal ini, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI dr Maxi Rein Rondonuwu mengungkap alasan di balik penolakan tersebut. Menurutnya, penolakan yang terjadi di masyarakat Bali disebabkan karena kurangnya sosialisasi.
Walhasil, banyak masyarakat yang takut dan khawatir lantaran tak tahu menahu dampak risiko maupun manfaat dari teknologi tersebut.
“Sampai ke akar rumput itu memang kurang, sehingga masyarakat di sana belum tahu informasi manfaatnya,” imbuhnya dalam konferensi pers, Jumat (24/11/2023).
“Dan di Bali memang ditangani salah satu donatur yang membiayai, sehingga koordinasi dengan Dinas Kesehatan itu kurang,” imbuhnya.
Menurut dr Maxi, penolakan ini perlu ditangani dengan melakukan sosialisasi secara terus-menerus ke masyarakat.
Sebagaimana diketahui, DBD sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia. Segala upaya telah dilakukan oleh pemerintah sejak 1970, mulai dari fogging hingga penerapan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur) Plus. Akan tetapi, upaya yang dilakukan tersebut belum sepenuhnya bisa mengendalikan penyakit DBD di Indonesia.
Kehadiran inovasi teknologi wolbachia ini diharapkan bisa membantu sebagai pelengkap upaya program pemerintah untuk menekan angka penyebaran DBD. Terlebih, riset teknologi wolbachia sendiri juga sudah dilakukan di Indonesia sejak 2011.
Peneliti Bakteri Wolbachia dan Demam Berdarah Dengue dari Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan keperawatan Universitas Gadjah Mada (FKKMK UGM), Prof Dr Adi Utarini, M Sc, MPH, PhD menjelaskan, teknologi ini sudah dibuktikan aman bagi manusia, hewan, dan lingkungan. Sebab, wolbachia yang ada di tubuh nyamuk aedes aegypti tak dapat berpindah ke serangga lain.
“Misalnya, serangga yang sangat hidup berdampingan aedes aegypti itu adalah nyamuk culex, itu kita sudah menunjukkan wolbachia ini tidak bisa berpindah ke serangga lain. Begitu pula tidak bisa berpindah ke manusia. Jadi dia tetap berada pada sel di nyamuk aedes aegypti,” ucap Prof Utarini atau akrab disapa Uut.
Simak Video “Peneliti Tegaskan Bakteri Wolbachia Tak Bisa Berpindah ke Manusia“
[Gambas:Video 20detik]
(suc/kna)
Leave a Reply